Menipu atau berlaku
curang dalam pekerjaan adalah perbuatan yang
sangat dicela oleh agama. Diriwayatkan,
suatu ketika Rasul pergi ke pasar dan
dijumpainya disana setumpuk makanan. Rasul memasukkan
tangannya dalam
makanan tersebut, dan ternyata didalamnya basah. "Mengapa ini?", tanya Rasul
kepada si penjual. "Wahai Rasul, makanan itu tadi terkena
hujan", jawab si
pemilik makanan. "Mengapa makanan yang basah tidak kamu taruh diatas
sehingga orang-orang bisa tahu". Rasulullah selanjutnya bersabda, "Siapa yang
menipu (berlaku curang), bukan termasuk golonganku".
Setiap
manusia, pada dasarnya, sadar akan
apa yang ia lakukan; apakah dia
telah
berlaku jujur atau curang. Allah menjadikan
manusia terpercaya atas dirinya
sendiri.
Bila menipu, berarti menghianati agamanya, dirinya sendiri dan
masyarakatnya.
Para ulama menyatakan, siapa yang berlaku baik dalam pekerjaannya,
Allah berikan
berkah dalam usahanya. Sedemikian, sehingga tanpa disadari, ia
menjadi orang yang berkecukupan.
Sebaliknya, siapa yang menipu,
niscaya
terbuka kejelekannya. Ia segera menjadi buah bibir masyarakat. Sesungguhnya,
Allah menjadikan kemiskinan dalam penipuan
dan menjadikan berkah dalam
ketelitian
dan kejujuran.
Sejak awal, para guru pembimbing thoriqot senantiasa menekankan agar
para murid berlaku
jujur dalam pekerjaannya. Bahkan, para guru dari kalangan
Syadziliyah
sangat menekankan soal pekerjaan ini. Abu Hasan As-Syadzili, tokoh
dan pemimpin
thoriqot Syadzili mengatakan,
"Siapa yang bekerja keras
dan tetap teguh dalam menjalankan perintah Allah, ia
berarti
telah sempurna mujahadahnya".
Sedang Abu Al-Abbas Al-Mursi berkata;
"Bekerjalah. Jadikan
alat tenunmu sebagai
tasbih. Jadikan kapakmu
sebagai
tasbih.
Jadikan jahitmu sebagai tasbih dan jadikan pula perjalananmu sebagai tasbih".
Bekerja
adalah sesuatu yang wajib) sebagaimana sholat, puasa,
haji dan
lain
sebagainya. Ia termasuk bagian
dan pendukung kekuatan iman. Laki-laki yang
tidak bekerja
adalah sama seperti perempuan. Rasul sendiri
membawa risalah
bukan
dengan memerintahkan para
shahabat meninggalkan pekerjaannya.
Sebaliknya, Rasul tetap memerintahkan mereka aktif pada apa yang telah
dilakukan. Rasul hanya memerintahkan mereka berbuat
baik dan jujur dalam
pekerjaannya.
Karena
itu, untuk menempuh jalan menuju Tuhan, guru pembimbing yang
sempurna adalah guru yang tetap menganjurkan para muridnya
bekerja. Bukan
guru yang melarang muridnya bekerja
untuk kemudian membimbing mereka
menuju Tuhan. Sesungguhnya,
pekerjaan yang diperbolehkan agama tidak akan
Page
19 of 38
menghalangi seseorang untuk masuk dalam Hadlirat
Ilahy. Berbeda dengan
pekerjaan-pekerjaan
yang dilarang.
Bekerja sangat
penting untuk menjaga keimanan,
kehormatan dan
kemandirian. Sedemikian, sehingga orang mukmin yang
bekerja adalah lebih baik
daripada
guru thoriqot yang tidak mempunyai pekerjaan, yang makanannya
hanya
mengharap
dari pemberian sedekah dan penyaluran
zakat masyarakat.
Orang yang bekerja mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding mereka
yang tidak bekerja. Pertama, ia makan
dari hasil usahanya sendiri secara
halal dan
suci, bukan dari sedekah atau zakat yang semua
itu pada hakekatnya adalah harta
kotor. Kedua, ia terhindar
dari anggapan bahwa dirinya adalah orang yang
berilmu, sehingga tidak akan muncul sikap sombong dan menganggap remeh
orang lain. Ketiga, orang yang bekerja
akan terselamatkan dari ketidakjelasan
tentang sifat Allah, Rasul dan hukum-hukum-Nya. Keempat, bila terjerumus
dalam maksiat,
ia akan mudah sadar dan mengerti, dan tidak meremehkan
kesalahan
dengan jalan bahwa hal itu bisa dihapuskan dengan istighfar.
Demikianlah
diantara kelebihan-kelebihan orang yang bekerja). Bahkan,
Ali Al-Khowash pernah menyatakan, orang yang makan dari hasil usahanya
sendiri, walau dari pekerjaan yang makruh, adalah masih lebih baik daripada
seorang ahli ibadah yang makan dengan mengharap pemberian
dari orang lain.
Akan tetapi,
perlu diingat, sebuah pekerjaan
yang dilakukan untuk
menumpuk-numpuk harta dan demi kesombongan juga sangat dicela.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits,
"Siapa yang mencari harta
secara halal, dengan maksud menumpuk-numpuknya
dan
untuk kesombongan, Tuhan akan menemuinya di akherat kelak dengan kemurkaan-
Nya"
(Hadits).
Imam Syafii menyatakan, mencari kelebihan dari perkara halal adalah
siksaan sebagaimana yang
pernah diberikan Tuhan kepada para ahli tauhid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar