Orang yang
melakukan dzikir harus mematuhi
aturan-aturan yang
ditentukan. Pertama, tidak boleh syirik dalam dzikir. Para ulama menyatakan,
seseorang yang melakukan
dzikir dengan masih mengandung unsur-unsur syirik,
misalnya masih
ada niat-niat lain selain untuk Allah, maka
itu akan memutuskan
hubungannya kepada Allah dan menghalangi terbukanya hijab hati; sesuai dengan
besar
kecilnya syirik yang dikandungnya.
Karena itu, setiap guru thoriqot
harus memerintahkan para muridnya
untuk bersungguh-sungguh dan benar dalam melakukan
dzikir. Berdzikir
dengan
lisan (bukan hanya --dalam-- hati). Setelah mantap, kemudian melakukan dzikir
dengan lisan dan hati secara bersama-sama. Hal ini harus terus menerus dilakukan
sampai seseorang mencapai tingkatan
tertentu, dan seluruh anggota
badannya bisa
merasakan ikut berdzikir.
Kedua, mengkosongkan perut. Artinya, orang yang melakukan
dzikir,
sedikit demi sedikit
harus mengurangi makannya.
Juga mengurangi perkataan-
perkataan yang tidak perlu, mengurangi tidur dan menghindarkan
diri dari
pergaulan masyarakat yang tidak benar. Ini penting, dan seseorang yang
mematangkan tauhidnya memang harus berbuat demikian. Sebab, tanpa kelakuan
itu semua, nur tauhidnya akan redup, kemudian mati. Dan kenyataannya, para
guru thoriqot banyak yang tidak mampu membimbing murid-muridnya,
ketika
mereka merusak
(tidak melakukan sesuai)
aturan-aturan tersebut.
Ketiga, melakukan dzikir dengan suara keras. Ini untuk orang-orang
pemula. Dengan suara keras, maka dorongan-dorongan hati, lamunan-lamunan
dan lain-lain akan mudah dihilangkan. Sebaliknya, bila mereka melakukan dzikir
secara pelan, dzikirnya akan mudah hilang, mudah terlena dan
tidak bisa khusyuk.
Keempat, harus didasarkan pada niat atau kehendak yang kuat.
Maksudnya, orang yang melakukan
dzikir harus mempunyai niat, kehendak
dan
harapan yang kuat untuk berhasil
dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para
ulama menyatakan, "Seorang murid harus melakukan dzikir dengan didasari hati
dan kehendak
yang kuat, sehingga tidak ada tempat sedikitpun dalam hati dan
bagian tubuhnya, kecuali semua ikut bergetar; berdzikir kepada Allah".
Para
ulama menyamakan kuatnya
dzikir ini dengan batu). Yaitu,
bagaimanapun kuat dan kerasnya
batu, ia akan bisa terpecahkan dengan
kekuatan. Begitu pula dengan keras dan rusaknya
hati; akan lunak dan
tertundukkan oleh dzikir, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kemauan
yang kuat.
Kelima, dilakukan secara bersama-sama (berjamaah).
Hal ini dikarenakan,
dzikir yang dilakukan secara berjamaah lebih kuat pengaruhnya, dan lebih cepat
membuka
hijab.
Al-Ghozali, pengarang kitab Ihya Ulumiddin, juga menyatakan hal itu. Ia
menyamakan dzikir yang dilakukan secara
berjamaah dengan adzan yang
Page
38 of 38
disampaikan secara bersama-sama. Yaitu, bahwa adzan yang dilakukan
secara
bebarengan (jamaah)
adalah lebih kuat, lebih keras dan lebih jauh jangkauannya.
Adapun soal tempat melakukan
dzikir, para ulama menyatakan, bahwa
yang terbaik
adalah di masjid, di mushalla,
atau ditempat-tempat lain yang biasa
digunakan untuk dzikir. Mana yang
lebih baik, dzikir dengan lafat
"Lailaha illallah"
saja,
atau dengan lafat "Lailaha
illallah Muhammad Rasulullah?".
Yang
lebih baik,
bagi pemula, adalah cukup lafat "Lailaha Ilallah"; tanpa ada kata tambahan. Bila
sudah mapan dan bagus, terserah.
Keenam, dilakukan dengan penuh kesopanan dan takdzim. Yaitu, bahwa
seseorang yang akan melakukan dzikir harus menghadirkan
Keagungan Ilahy
terlebih dahulu dalam hatinya. Mengonsentrasikan diri dan hatinya
untuk
menghadap
Hadlirat Ilahy.
Abu Bakar Al-Kannani menyatakan, diantara
salah satu syarat dzikir
adalah
bahwa orang yang melaksanakannya harus menghadirkan
keagungan Ilahy
dalam hatinya. Menyiapkan dan memantapkan hati dalam menghadap Hadlirat
Ilahy. Tanpa itu, ia tidak akan bisa mencapai kedudukan-kedudukan yang tinggi
di
sisi Tuhan.
Salah satu adab dan kesopanan dalam berdzikir
adalah bahwa seseorang
yang melakukan dzikir harus terlebih
dahulu; (1) Bertaubat, membaca istighfar.
Minta ampun atas segala dosa dan kekurangan yang pernah dilakukan. (2)
Memperbanyak syukur dengan membaca al-Hamdulillah.
Mengagungkan Tuhan.
(3) Tidak langsung minum
begitu selesai dzikir. (4) Tidak menyibukkan diri dalam
urusan-urusan keduniaan, kecuali pada hal-hal yang bisa membantu
memperlancar perjalanannya menuju Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar