Jumat, 18 Januari 2013

ATURAN BERDZIKIR


Orang yang melakukan dzikir harus mematuhi aturan-aturan yang
ditentukan. Pertama, tidak boleh syirik dalam dzikir. Para ulama menyatakan,
seseorang yang melakukan dzikir dengan masih mengandung unsur-unsur syirik,
misalnya masih ada niat-niat lain selain untuk Allah, maka itu akan memutuskan
hubungannya kepada Allah dan menghalangi terbukanya hijab hati; sesuai dengan
besar kecilnya syirik yang dikandungnya.
Karena itu, setiap guru thoriqot harus memerintahkan para muridnya
untuk bersungguh-sungguh dan benar dalam melakukan dzikir. Berdzikir dengan
lisan (bukan hanya --dalam-- hati). Setelah mantap, kemudian melakukan dzikir
dengan lisan dan hati secara bersama-sama. Hal ini harus terus menerus dilakukan
sampai seseorang mencapai tingkatan tertentu, dan seluruh anggota badannya bisa
merasakan ikut berdzikir.
Kedua, mengkosongkan perut. Artinya, orang yang melakukan dzikir,
sedikit demi sedikit harus mengurangi makannya. Juga mengurangi perkataan-
perkataan yang tidak perlu, mengurangi tidur dan menghindarkan diri dari
pergaulan masyarakat yang tidak benar. Ini penting, dan seseorang yang
mematangkan tauhidnya memang harus berbuat demikian. Sebab, tanpa kelakuan
itu semua, nur tauhidnya akan redup, kemudian mati. Dan kenyataannya, para
guru thoriqot banyak yang tidak mampu membimbing murid-muridnya, ketika
mereka merusak (tidak melakukan sesuai) aturan-aturan tersebut.
Ketiga, melakukan dzikir dengan suara keras. Ini untuk orang-orang
pemula. Dengan suara keras, maka dorongan-dorongan hati, lamunan-lamunan
dan lain-lain akan mudah dihilangkan. Sebaliknya, bila mereka melakukan dzikir
secara pelan, dzikirnya akan mudah hilang, mudah terlena dan tidak bisa khusyuk.
Keempat, harus didasarkan pada niat atau kehendak yang kuat.
Maksudnya, orang yang melakukan dzikir harus mempunyai niat, kehendak dan
harapan yang kuat untuk berhasil dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para
ulama menyatakan, "Seorang murid harus melakukan dzikir dengan didasari hati
dan kehendak yang kuat, sehingga tidak ada tempat sedikitpun dalam hati dan
bagian tubuhnya, kecuali semua ikut bergetar; berdzikir kepada Allah".
Para ulama menyamakan kuatnya dzikir ini dengan batu). Yaitu,
bagaimanapun kuat dan kerasnya batu, ia akan bisa terpecahkan dengan
kekuatan. Begitu pula dengan keras dan rusaknya hati; akan lunak dan
tertundukkan oleh dzikir, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kemauan
yang kuat.
Kelima, dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Hal ini dikarenakan,
dzikir yang dilakukan secara berjamaah lebih kuat pengaruhnya, dan lebih cepat
membuka hijab.
Al-Ghozali, pengarang kitab Ihya Ulumiddin, juga menyatakan hal itu. Ia
menyamakan dzikir yang dilakukan secara berjamaah dengan adzan yang


Page 38 of 38

disampaikan secara bersama-sama. Yaitu, bahwa adzan yang dilakukan secara
bebarengan (jamaah) adalah lebih kuat, lebih keras dan lebih jauh jangkauannya.
Adapun soal tempat melakukan dzikir, para ulama menyatakan, bahwa
yang terbaik adalah di masjid, di mushalla, atau ditempat-tempat lain yang biasa
digunakan untuk dzikir. Mana yang lebih baik, dzikir dengan lafat "Lailaha illallah"
saja, atau dengan lafat "Lailaha illallah Muhammad Rasulullah?". Yang lebih baik,
bagi pemula, adalah cukup lafat "Lailaha Ilallah"; tanpa ada kata tambahan. Bila
sudah mapan dan bagus, terserah.
Keenam, dilakukan dengan penuh kesopanan dan takdzim. Yaitu, bahwa
seseorang yang akan melakukan dzikir harus menghadirkan Keagungan Ilahy
terlebih dahulu dalam hatinya. Mengonsentrasikan diri dan hatinya untuk
menghadap Hadlirat Ilahy.
Abu Bakar Al-Kannani menyatakan, diantara salah satu syarat dzikir
adalah bahwa orang yang melaksanakannya harus menghadirkan keagungan Ilahy
dalam hatinya. Menyiapkan dan memantapkan hati dalam menghadap Hadlirat
Ilahy. Tanpa itu, ia tidak akan bisa mencapai kedudukan-kedudukan yang tinggi
di sisi Tuhan.
Salah satu adab dan kesopanan dalam berdzikir adalah bahwa seseorang
yang melakukan dzikir harus terlebih dahulu; (1) Bertaubat, membaca istighfar.
Minta ampun atas segala dosa dan kekurangan yang pernah dilakukan. (2)
Memperbanyak syukur dengan membaca al-Hamdulillah. Mengagungkan Tuhan.
(3) Tidak langsung minum begitu selesai dzikir. (4) Tidak menyibukkan diri dalam
urusan-urusan keduniaan, kecuali pada hal-hal yang bisa membantu
memperlancar perjalanannya menuju Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar