Kembalinya TQN ke Tanah Leluhur
Provinsi Kalimantan Barat adalah daerah kelahiran ulama besar awal abad ke-19, Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi. Nama al-Sambasi dinisbatkan kepada tempat kelahirannya yaitu Sambas, saat ini merupakan salah satu kabupaten di provinsi itu.Kabupaten ini terletak di ujung barat pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia Timur. Kabupaten Sambas berdiri di atas bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas.
Semula Sambas adalah sebuah kerajaan Hindu. Pengaruh Islam datang dari Kesultanan Brunei Darussalam. Sampai akhirnya pada paruh pertama abad ke-17 berdirilah Kesultanan Sambas Islam di bawah pimpinan Raden Sulaiman, putra sulung Sultan Tengah yang merupakan salah seorang pangeran dari Kesultanan Brunei.
Sejak itu, Islam mulai mengakar dan mewarnai budaya masyarakat Sambas. Seiring dengan itu, semangat keilmuan dan keagamaan semakin meningkat. Di paruh kedua abad ke-19 dibangunlah Masjid Agung Sambas dan institusi-institusi pendidikan keagamaan. Pada suasana masyarakat dan keagamaan seperti inilah Syekh Ahmad Khatib dilahirkan pada 1803 M.
Syekh Ahmad Khatib dilahirkan di Kampung Dagang, Sambas, dari ayah bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Sejak kecil beliau sudah menunjukkan bakat keagamaan yang tinggi, sehingga oleh orangtuanya beliau dikirim ke Makkah untuk melanjutkan studi agama. Berkat keunggulan intelektual dan ruhaninya, beliau diangkat menjadi imam di Masjidil Haram. Beliau tak pernah kembali ke Sambas hingga akhir hayatnya. Beliau wafat di Makkah pada 1872.
Syekh Ahmad Khatib masuk di jajaran ulama nusantara yang kiprahnya cemerlang di Timur Tengah. Namun kisah hidup dan karyanya tidak banyak terekam sejarah. Satu karya monumentalnya adalah kitab Fath al-‘Ārifîn yang merupakan kompilasi ceramah-ceramahnya terkait Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Yang terkenang hingga kini di hati jutaan umat Islam nusantara adalah, beliau pendiri Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Thariqah yang didirikannya itu kini menjadi anutan jutaan umat Islam di Indonesia, bahkan hingga seantero dunia Islam Asia Tenggara.
Menurut penelitian Martin van Bruinessen, sebagai seorang mursyid beliau memiliki banyak murid terutama orang-orang nusantara yang berhaji sekaligus belajar ke Makkah. Di antara mereka ada yang beliau angkat sebagai khalifah (wakil) yang diberikan wewenang untuk menyebarkan ajaran-ajaran tasawufnya ke daerah masing-masing. Di antaranya adalah Syekh Abdul Karim dari Banten, Syekh Thalhah dari Cirebon dan Syekh Hasbullah bi Muhammad dari Madura, Syekh Muhammad Isma’il bin Abdul Rahim dari Bali, Syekh Yasin dari Kedah (Malaysia), dan Syekh Muhammad Ma’ruf bin Abdul Khatib dari Palembang.
Di antara nama-nama itu, tiga yang pertama adalah yang silsilah pengajarannya masih bersambung hingga hari ini dan menyebar ke seantero nusantara. Syekh Yasin sendiri yang kemudian tinggal di Mempawah, Kalimantan Barat, jejak pengajarannya tidak banyak diketahui. TQN justru mengakar di Jawa melalui silsilah pengajaran Syekh Abdul Karim, Syekh Thalhah dan Syekh Ahmad Hasbullah.
Hingga satu setengah abad lebih sejak wafatnya Syekh Ahmad Khatib, TQN tak kunjung banyak dikenal masyarakat Sambas. Namun kini,thariqah ini sudah dikenal luas tokoh dan masyarakat Sambas, terutama TQN Suryalaya di bawah bimbingan mursyid Abah Anom (Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin). Abah Anom adalah murid dan penerus jubah kemursyidan Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang merupakan murid terbaik Syekh Thalhah dari Cirebon.
Pelan tapi pasti, TQN semakin di kenal luas di tanah kelahiran Syekh Ahmad Khatib. Bahkan sejak tahun 1990-an Yayasan Serba Bhakti (YSB), organisasi dakwah TQN Suryalaya, telah mendirikan cabangnya di Kalimantan Barat. Wakil talqin pun diangkat, yaitu KH.Muhammad Nur bin H.Abd.Fatah dan KH.Nur Muhammad Soharto. Keduanya berwenang memberikan talqin (baiat) serta membina para ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di Kalbar.
Di permulaan 2014 ini, melalui wasilah KH.Wahfiudin Sakam, wakil talqin dari Jakarta, puluhan tokoh agama dan ratusan Muslim Sambas bertalqin menjadi murid Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi melalui silsilah muridnya Syekh Thalhah, Syekh Abdullah Murabak dan akhirnya Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’Arifin.
Dari tanggal 19 hingga 27 Januari lalu, KH.Wahfiudin dan tim berkeliling tiga kota, Singkawang, Sambas dan Pontianak dalam program Safari Dakwah demi mengokohkan menara TQN di tanah leluhur pendirinya. (CCP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar