Kamis, 06 Februari 2014

Kaum Sufi dan Masa Depan Peringatan Maulid Nabi SAW di Barat

Kaum Sufi dan Masa Depan Peringatan Maulid Nabi SAW di Barat

MAULID NABI DI BARAT
Hari ini, umat Islam di dunia merayakan Maulid Nabi SAW. Tidak kecuali di negara-negara Barat. Namun di Barat, peringatan Maulid Nabi SAW merupakan sebuah fenomena baru.  Fenomena ini akan terus ada, menguat bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi perayaan nasional di Barat.  Ini dimungkinkan jika lima poin penting  tetap ada seperti yang diungkapan oleh Prof. Sulayman S. Nyang, Ph.D , profesor dan Kepala Departemen Studi-Studi Afrika di Universitas Howard, Washington, D.C , yang dilansir oleh www.islamicsupremecouncil.org.  Apa saja lima poin penting tersebut?
Pertama, masa depan Peringatan Maulid Nabi SAW di Barat akan sangat bergantung pada masa depan sufi. Mengingat pola yang muncul dari konversi ( atau reversi ) tasawuf di sini . Selama sufisme sekitar , para pakar sufi dan organisasinya terus ada di negara-negara Barat, mereka akan terus merayakan Maulid Nabi SAW.
Kedua, dapat  dikatakan bahwa globalisasi dari pengalaman Islam di Barat dan di luar akan memaksa kelompok-kelompok Muslim yang lebih ortodoks ( seperti Salafian , Maududian dan kelompok Wahhabian ) untuk  tidak menolak praktek-praktek tasawuf (juga  peringatan Maulid Nabi SAW).  Dikarenakan tindakan mereka merupakan kepentingan pribadi  yang justru mereka akan mengalami internalisasi yang lebih besar dari nilai filsafat  Amerika Serikat, yaitu :  hidup – dan – biarkan – hidup . Jika Katolik dan Protestan dari berbagai warna dan warna tersebut akhirnya melampaui pertengkaran kecil mereka di Eropa setelah mendarat di tanah Amerika, sangat mungkin bahwa Muslim di Amerika akhirnya akan sampai pada modus vivendi tersebut.
Ketiga, transplantasi dari tradisi Maulidan  Nabi SAW ke lanskap keagamaan Amerika bisa menimbulkan bentuk-bentuk baru puisi Muslim dalam bahasa Inggris . Sepanjang yang saya tahu ,  belum muncul  satu badan yang signifikan untuk menangani musik qasidah dalam bahasa Inggris . Saya sadar bahwa puisi dari penyair Muslim seperti Abdul Hayy Moore dari Philadelphia  bisa menjadi bagian dari pertumbuhan puisi dan musik qasidah dalam bahasa Inggris yang  ditulis dalam rangka menghormati dan merayakan Maulid Nabi SAW . Namun untuk mengatakan ini , kita tidak boleh berasumsi bahwa semangat Muslim Amerika tentu akan mengikuti pola perayaan Dunia Lama (memakai bahasa Arab dan budaya Arab). Hal ini sangat mungkin bahwa bentuk-bentuk seni lainnya akan berkembang di kalangan Muslim Amerika yang berorientasi Sufi . Ini juga akan tergantung pada: Apakah taqlid ( imitasi ) yang lama akan lebih diutamakan daripada inovasi?
Keempat, ketika merenungkan masa depan perayaan Maulid di Barat,  kita jangan sampai melupakan ketika sekularisme telah berhasil mengubah bentuk-bentuk praktik keagamaan di Barat . Atas nama modernitas dan kepraktisan , baik Katolik dan Protestan mengakomodasi kekuatan perubahan di Barat. Akankah hal ini terjadi di dunia sufi sehingga seperti yang saya sebut di tempat lain  dunia sufi atau sufisme Islam menjadi ” sufi popcorn ? ” Ini adalah untuk mengatakan , ortodoksi bagaimanapun tetap berperan untuk memvalidasi klaim Islam Sufi, jangan sampai tradisi sufi menjadi  New Age yang dangkal dalam konten . Kecenderungan ini harus dilawan oleh semua Sufi karena kalau tidak ” Aku kan sudah bilang ” peringatan dari ortodoksi dunia lama (Salafian , Maududian dan kelompok Wahhabian) tidak hanya datang menghantui mereka , kaum sufi,  tetapi akan terus bergema di cakrawala-cakrawala perdebatan doktrinal kaum Muslim .
Kelima, tidak kurang pentingnya, orang bisa berpendapat bahwa Peringatan Maulid  Nabi SAW akan menjadi menarik ketika menjadi  jembatan moral dan sosial yang menghubungkan banyak kelompok Muslim yang beragam,  yang mungkin berbeda dari segi doktrin, tapi menyatu ketika  mengadakan lomba untuk menghormati dan merayakan ulang tahun Nabi  SAW . ***

Dzikir Obat Semua Masalah (Lanjutan)

Dzikir Obat Semua Masalah (Lanjutan)

Cannabis_sativa_radix_topviewTahap dzikir berikutnya adalah dzikir sebagai kontemplasi (murâqabah) atau kesadaran ilahiah. Jika pada makna pertama, dzikir itu masih berupa pelafadzan (talaffudz) di lisan maupun dalam qalbu, untuk memperoleh rasa (dzauq) akan keberadaan Allah, kedekatan, kebersamaan hingga kebersatuan kita dengan Dzat-Nya.
Pada makna kedua ini, dzikir telah melebur sedemikian rupa dalam diri, lahir maupun batin, dan menjadi kesadaran intelektual akan keberadaan, kehadiran dan peran Allah dalam semua hal ihwal kehidupan. Kesadaran intelektual ini terpancar dari kesadaran ruhani/spiritual akan Allah swt. Target dzikir ini adalah untuk memahami sebab, makna, tujuan dan hikmah dari setiap hal-ihwal kehidupan ini, termasuk setiap persoalan yang tengah melilit. Dari sini, akan menjadi terang hakikat setiap persoalan, serta siapa diri kita di hadapan Allah swt. Maka qalbu pun akan menjadi tenang.
اَلَابِذِكْرِاللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah qalbu akan menjadi tenang” (QS. Ar-Ra’du:28)
Untuk mengamalkan dzikir ini, selain qalbu, kita pun melibatkan akal/pikiran. Menurut Imam al-Ghazali dalam Al-Hikmah fî Makhluqâtillâh, upaya tafakkur (berpikir/merenung) untuk menggali rahasia dan hikmah kehidupan alam semesta ini demi mengenal keagungan Allah, ialah di antara jalan untuk mengokohkan keyakinan dan meraih derajat muttaqîn.
Perpaduan dzikir talaffudz dan murâqabah ini akan menggiring kita pada kesadaran penuh, bahwa kita itu bukan siapa-siapa, sekedar ciptaan Allah, yang diberi kemampuan sekedarnya untuk menghamba kepada-Nya, (Adz-Dzāriyāt:56). Menghamba tidak hanya dalam bentuk ketaatan menjalankan ibadah ritual, tapi juga memasrahkan dan menggantungkan seluruh hidup kepada-Nya. Tak ada satu kedipan mata pun yang luput dari kehendak, perencanaan dan pengaturan Allah.
Semua persoalan dan musibah itu dari Allah, berjalan di atas pengaturan Allah, dan solusinya pun adalah dari-Nya. Tugas kita selaku makhluk dan hamba hanya menjalaninya saja dengan penuh kerelaan dan keyakinan, serta berusaha menyelesaikan semampunya. Imam Al-Ghazali menasehati dalam Ayyuhā al-Walad, kita harus optimis dan berusaha sekuat kemampuan menghadapi setiap persoalan. Karena ini menjadi syarat turunnya rahmat Allah swt. Secara lahir kita memutar otak membanting tulang, secara batin kita berpasrah diri kepada-Nya.
Dzikir sebagai kesadaran juga berarti, setiap kata, sikap dan tindakan kita, menjadi ekspresi penghambaan kita kepada-Nya (diniatkan ibadah). Tak ada ruang dalam benak, tak ada jeda dalam sesaatpun, kata, sikap atau tindakan kita untuk selain Allah.
Juga berarti senantiasa sadar bahwa, hidup ini tiada lain adalah perjalanan ruhani yang panjang menuju hadirat Allah. Dunia ini hanyalah satu dan sekian alam yang harus dilewati  dalam perjalanan tersebut. Semua yang kita miliki, nikmati, rasakan saat ini di sini hanya sekedar bekal perjalanan yang akan habis atau ditinggalkan.
Demikianlah, penyebutan nama Allah dalam qalbu dan lisan harus dapat membuahkan kesadaran ilahiah semacam ini. Agar dzikir bisa menjadi penawar getirnya kehidupan. Tapi ini memang bukan perkara mudah. Maka setidaknya kita perlu melakukan dua hal: pertama, mau mencari/belajar tentang hakekat dan hikmah-hikmah kehidupan; kedua, berguru kepada orang shaleh yang memiliki kemampuan irsyâd (membimbing) serta patuh kepadanya.
Seorang guru-mursyid akan membimbing kita dalam mengamalkan dzikir, menggali hikmah-hikmahnya, dan mendayagunakan kekuatannya untuk mendekat kepada Allah. Ketika sudah dekat dengan Allah, apa lagi yang dirisaukan? Seorang guru-mursyid, Imam Al-Ghazali mengibaratkan, layaknya seorang petani. Dia merawat, menyirami dan menjaga ladangnya dari hama agar bisa memanen hasil yang baik.
Oleh.Cecep Zakarias El Bilad

Dzikir Obat Semua Masalah

Dzikir Obat Semua Masalah

Cannabis_sativa_radix_topviewSetiap penyakit ada obatnya. Setiap masalah ada jalan keluarnya. Kalau begitu, jika secara bersamaan kita diserang banyak penyakit, akan ada banyak obat yang harus kita konsumsi. Akhirnya, mengkonsumsi banyak obat itu sendiri menjadi masalah tersendiri buat kita.
Lalu, adakah satu obat untuk semua penyakit, adakah satu jalan keluar untuk semua jenis persoalan? Ya, ada. Sebagaimana adanya satu persoalan yang dapat menyebabkan munculnya banyak persoalan lain. Misalka
n, banjir. Satu persoalan ini biasanya dapat melahirkan persoalan-persoalan seperti lumpuhnya lalulintas, lumpuhnya perekonomian, gangguan kesehatan dan lain sebagainya.
Jika dirunut sampai titik yang paling jauh, sampailah pada pertanyaan: apa satu penyebab dari seluruh persoalan umat manusia dari zaman Adam a.s hingga Hari Kiamat kelak? Jawaban pertanyaan ini akan menjadi petunjuk untuk menjawab pertanyaan pertama di atas. Ternyata, jawabannya sudah diberikan oleh Rasulullah saw melalui sabdanya:
حُبُّ الدُّنْياَ  رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ
Cinta dunia adalah pangkal dari semua kesalahan” (HR.Al-Baihaqî)
Jika diterapkan pada konteks sehari-hari, jawaban Nabi ini akan berbunyi misalnya: sebab cinta berlebihan pada jabatan dan kekuasaan, banyak pejabat lalai pada tugas dan janji-janjinya; saking cintanya pada uang dan popularitas, banyak artis Muslim yang rela berpenampilan/berakting seronok, meski tahu itu melanggar agama dan merusak etika masyarakat; saking cintanya pada kesuksesan dunawi, tak sedikit orang bekerja sehari-semalam dengan meninggalkan banyak kewajiban dan sunnah-sunnah agama; saking cintanya pada harta dan kekayaan, banyak orang rela melakukan segala cara tanpa peduli halal-haram atau dampak buruknya bagi orang lain ; dan seterusnya.
Saat seorang pria mabuk cinta pada gadis, misalnya, seluruh ruang hatinya akan terisi oleh sang gadis pujaan hati. Begitu pula dengan ingatannya. Maka, saat seseorang cinta berat pada dunia, ruang hati dan pikirannya akan penuh dengan: harta, jabatan, popularitas, seks, makanan, pakaian dan pernak-pernik duniawi lainnya. Dia melupakan yang lain di luar kehidupan dunia, seperti Alam Kubur, Akherat. Dia pun jauh dari mencintai dan mengingat pencipta semua alam itu, yaitu Allah SWT.
Mahabbah
Jika cinta dunia menjadi akar semua malapetaka bagi manusia, maka itulah yang harus dicerabut untuk mengakhiri semua malapetaka itu. Tapi cinta adalah fitrah manusia. Cinta tak akan hilang hingga akhir hayat. Maka yang bisa dilakukan adalah mengalihkannya, dari cinta kepada hal-hal duniawi menuju cinta kepada Allah. Saat cinta kepada Allah ini tumbuh pesat dalam qalbu, perhatian pikiran dan ingatan pun akan berbalik dari hal-hal duniawi kepada hal-hal ukhrawi seperti kematian, surga, neraka dan Allah sendiri.
Akhirnya, mengosongkan hati dari selain Allah adalah jalan keluar dari seluruh persoalan hidup. Bahkan itu menjadi kunci bahagia kelak di Akhirat. Imam Al-Ghazali berkata dalam Mukhtashar Ihyā ‘Ulūmuddīn:
اعلم اَنّ اَسْعَدَ الْخَلْق فِي الْأَخِرَة أَقْوَاهُم حُبًّا لِله تعالى
Ketahuilah, betapa makhluk yang paling bahagia kelak di Akhirat adalah yang paling besar cintanya kepada Allah ta’âlâ.”
Jika ini dilakukan secara kolektif oleh para pemimpin dan figur publik, secara teoretis banyak persoalan bangsa akan terurai. Tapi bagaimana, sementara kita masih hidup di alam dunia ini?
  Nah, cara yang paling efektif untuk “mencerabut” akar-akar cinta dunia dalam hati adalah dengan terapi dzikrûllah. Cinta dunia adalah salah satu  jenis kotoran hati. Jika dibiarkan terus-menerus, dinding hati akan tertutupi dan menjadi keras. Membiasakan dzikir, dengan lisan maupun hati, pelan tapi pasti akan membersihkan hati dan menanamkan cinta sejati kepada Sang Pencipta, Allah swt. Rasûlullâh saw bersabda:
أَنَّ لِكُلّ شَيْءٍ صَقَاَلةً وأنّ صَقالةَ القلوب ذَكْرُ الله
Setiap sesuatu pasti memiliki alat pembersih, dan pembersih qolbu adalah dzikrullah” (Hadits shahih marfu’).
Secara harfiah, kata dzikir diserap dari Bahasa Arab adz-zikr (ingatan atau keadaan/proses mengingat). Tapi para praktiknya, dzikir memiliki dua makna yang keduanya harus diamalkan.
Pertama, dzikir berarti menyebut nama Allah atau kalimat-kalimat tertentu yang merujuk kepada Allah, baik dengan lisan maupun qalbu. Dzikir ini diperintahkan Allah dalam banyak firman-Nya maupun hadits Nabi saw.
Allah swt berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
اَنَا مَعَ عَبْدِى إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ شَفَتَاه
Aku bersama hamba-Ku selama dia mengingat-Ku dan menggerakkan kedua bibirnya (menyebut nama-Ku)” (HR. Imam Ahmad).
Rasulullâh saw bersabda:
اَحَبُّ الْأَعْمَالِ اِلَى اللهِ اَنْ تَمُوْتَ وَ لِسَانُكَ رَطْبٌ مِنْ ذِكْرِ اللهِ
Aktifitas yang paling Allah cintai adalah diam, sementara lisan sibuk dengan dzikrullâh” (HR.Al-Baihaqi)
Banyak sekali ragam kalimat dzikir yang diajarkan Nabi saw, meliputi tahlil, tasbih, tahmid, takbir dan lain sebagainya. Diajarkan pula faedah-faeda serta saat-saat utama untuk melafalkannya. Contohnya:
Barang siapa mengucapkan سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ sehari seratus kali, niscaya akan dihapus dosa-dosanya meskipun sebanyak buih lautan” (HR.Muslim).
Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari semalam lebih dari tujuh puluh kali” (HR.Bukhori).
Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan membalasnya dengan sepuluh kali shalawat” (HR. Muslim dan Nasai).
Namun dari sekian macam yang ditawarkan Nabi saw, yang paling utama adalah dzikir nafî’-itsbât (لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ). Nabi saw bersabda:
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Zikir yang paling utama ialah kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (HR.Tirmidzi).
Beliau juga bersabda, “Perbaharuilah iman kalian.” Para sahabat bertanya,“Bagaimana caranya Ya Rasul?” Beliau menjawab, “perbanyaklah membaca لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ” (HR.Ahmad).
Beliau tidak merinci berapa jumlah kalimat tauhid ini diucapkan dalam sehari, hanya memerintahkan untuk memperbanyaknya. Atas dasar ini, Tarekat Qādiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Suryalaya menjadikan dzikir لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ sebagai dzikir harian untuk diamalkan sebanyak-banyaknya. Minimal setiap selesai shalat dibaca 165 kali dengan suara mantap dan penghayatan qalbu.
Satu lagi dzikir terbaik Nabi mengajarkan:
خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ
Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi…” (HR.Ahmad).
Dalam TQN Suryalaya hadits ini dipraktekkan dalam bentuk amalan dzikir khafî, yakni dzikir yang diamalkan dalam qalbu secara terus-menerus tanpa henti.
Bersambung
Oleh.Cecep Zakarias El Bilad

Puasa di Kitab Sirrul Asrar, Rasaning Rasa

Puasa di Kitab Sirrul Asrar, Rasaning Rasa

buku sirrulBa`da shalat Jum`at (2/08/2013), di Ruang Ibadah Jakarta Islamic Centre (JIC), Koja, Jakarta Utara, dilakukan acara pengenal buku Sirrul Asrar, Rasaning Rasa hasil terjemahan KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab dari kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q,s. Bagi para penggemar kitab-kitab tasawuf, kitab Sirr al-Asrar Syekh Abdul Qadir al-Jailani q.s., seorang sufi terkemuka ini bukanlah hal yang asing. Sirr Al-Asrar artinya Rahasia dari Segala Rahasia, sebuah judul kitab yang sangat menarik perhatian siapapun yang mendengarnya. Terlebih ditulis oleh ulama terkemuka yang memiliki otoritas dalam menjelaskan persoalan-persoalan ruhaniyah  dan membahas fiqih dengan pendekatan sufistik. Dalam dua hal ini sangat-sangat sedikit ulama yang menguasainya dan beliau juga memiliki kemulian dalam maqam ruhaniyah yang tinggi.
Sirr Al-Asrar menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, sebagian isinya tentang fiqih ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, berdasarkan sudut pandang sufistik. Di dalamnya, terdapat 24 pasal yang didasarkan pada 24 huruf dalam kalimat syahadat dan 24 jam dalam sehari semalam.  Penjelasan fiqih dengan pendekatan sufistik inilah yang menjadi salah satu daya tarik buku ini. Contohnya terkait dengan puasa.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. menjelaskan di dalam kitab ini bahwa puasa terbagi ke dalam dua bagian, yaitu puasa syariat dan puasa tarekat. Puasa  syariat adalah menahan diri dari makanan, minuman, dan bersetubuh. Sedangkan puasa tarekat adalah menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan dilarang juga menjauhi sifat-sifat tercela, seperti ujub dan sebagainya lahir dan batin, siang maupun malam. Bila melakukan hal-hal tersebut tadi, maka batalah puasa tarekatnya. Puasa syariat dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa Tarekat dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat.  Maka, puasa syariat mempunyai waktu tertentu, puasa tarekat seumur hidup. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s.  berpendapat demikian bukannya tanpa dalil nash, salah satu dalilnya hadits yang Rasulullah SAW bersabda,”Banyak orang yang berpuasa hasilnya hanyalah lapar dan dahaga.” Juga ada ungkapan,”Banyak yang berpuasa, tapi berbuka. Banyak yang berbuka, tapi berpuasa.” Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ungkapan ini ialah orang yang perutnya tidak berpuasa, tapi ia menjaga anggota tubuhnya untuk berbuat jahat, terlarang dan menyakiti orang lain.
Begitu pula hadits yang  Rasulullah SAW  bersabda,”Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan. Pertama, ketika berbuka dan kedua ketika melihat Allah.” Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. menyatakan bahwa pengertian hadits ini menurut syariat adalah kebahagiaan yang pertama ketika berbuka dengan memakan makanan di waktu maghrib. Kedua, ketika melihat bulan di malam Idul Fithri yang menandakan  selesainya pelaksanaan puasa Ramadhan. Sedangkan pengertian menurut tarekat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk surga menikmati kenikmatan surga dan kedua rukyat atau melihat Allah SWT pada hari kiamat dengan rasa secara nyata.
Maka, menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s., puasa tarekat atau hakekat adalah menjaga qalbu dari selain Allah SWT dan menjaga rasa agar tidak mencintai selain Allah SWT. Di dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman:”Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya.Sir, rahasia itu dari nur Allah, maka orang yang di tingkat ini tidak akan cenderung kepada selain Allah SWT. Tidak ada yang dicintai, diingini, dan dicari selain Allah SWT di dunia maupun di akhirat. Bila qalbu terjatuh pada mencintai selain Allah, maka batalah puasa tarekatnya dan ia harus melakukan qadha dengan kembali mencintai Allah SWT dan menemui-Nya di dunia dan akhirat, seperti bunyi firman Allah SWT:”Puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.”
itu baru pasal tentang puasa. Ada 23 pasal lagi yang isinya dapat mencerahkan dan melengkapi pengetahuan dan pemahaman kita yang mungkin selama berpuasa selama ini terlalu terpaku pada prosedur formal dalam beragama (syariat, fiqih) dan mengabaikan aspek-aspek esoterik, ruhaniyah dalam beragama (ihsan, marifat) yang jelas ditekankan melalui hadits-hadits di atas.
Buku Sirrul Asrar, Rasaning Rasa diterjemahkan oleh KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab yang akrab dipanggil dengan Uwa Imam atau Ajengan Zezen. Banyak terjemahan kitab Sirr Al-Asrar yang beredar di tengah umat, namun terjemahannya merupakan salah satu terjemahan bahasa Indonesia terbaik dari kitab Sirr Al-Asrar yang edisi revisinya baru saja dilaunching di pondok pesantren yang didirikan dan dipimpinnya, Pondok Pesantren Azzainiyyah, Sukabumi, Jawa Barat, dan dihadiri oleh Menteri Agama RI, Suryadarma Ali, pada tanggal 18 Juni 2013.
KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab  adalah ulama kelahiran Sukabumi, 17 Februari 1955. Walau ia lahir dan tinggal di Sukabumi, ia adalah putra Betawi. Orangtuanya adalah orang Betawi yang tinggal di  wilayah Tanah Abang (Tenabang), Jakarta Pusat. Ia sendiri sering mengatakan bahwa dirinya keturunan Betawi. Selain memimpin pondok, ia juga menjabat sebagai Ketua MUI Kabupaten Sukabumi dan aktif di berbagai organisasi, dari NU  sampai Pramuka. Dalam menterjemahkan kitab Sirr Al-Asrar, ia mendapat restu dari guru mursyidnya di Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya, Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin q.s. atau yang akrab disapa dengan Abah Anom, restu yang dapat kita baca dari sambutan Abah Anom di dalam buku terjemahannya tersebut, sehingga ia dengan semangat menterjemahkannya dengan terjemahan yang berkualitas dan menerbitkannya dengan tampilan fisik yang bagus, menarik dan indah  seperti yang kita dapat baca  dan lihat sekarang ini. ***

Pengikut Tarekat di Pentas Nasional : Dahlan Iskan

Pengikut Tarekat di Pentas Nasional : Dahlan Iskan

Dahlan IskanSiapa yang tak kenal dengan Dahlan Iskan? Menteri BUMN ini sering menjadi sorotan media massa karena keberaniannya dalam berkata, bertindak dan bersikap yang membuat gerah pihak-pihak tertentu namun disukai masyarakat karena ia dikenal dekat dengan rakyat kecil, santun dan murah senyum. Begitu popular dirinya, dalam berbagai survey mengenai calon presiden RI untuk pemilu tahun 2014 mendatang namanya selalu masuk nominasi. Namun bagaimana kelengkapan riwayat hidup dari sosok CEO Surat Kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network yang bermarkas di Surabaya ini? Dan amalan apa yang ia lakukan sehingga dapat menjadi sosok yang sukses dan berani seperti sekarang ini?. Dikarenakan Dahlan Iskan adalah seorang pengikut tarekat yang berkibar di pentas nasional, Redaksi akan mengulasnya untuk Anda sekalian yang datanya berasal dari berbagai sumber. Semoga kisahnya dapat menjadi inspirasi bagi kita, para pengikut tarekat.
Riwayat Hidup
Dahlan Iskan lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Tanggal lahirnya ia karang sendiri agar mudah diingat karena orang tuanya tidak ingat tanggal berapa ia dilahirkan. Masa kecilnya ia lalu dengan kondisi serba kekurangan karena ia tinggal di desa dan orang tuanya hanya seorang buruh tani dan tukang kayu..
Dahlan Iskan memang sudah terbiasa bekerja keras sejak ia masih kecil. Itu dibuktikannya saat masih duduk di bangku sekolah. Ia sering bekerja nguli nyeset atau menyabut daun tebu yang menguning di kebun tebu dekat rumahnya. Itu semua dikerjakannya untuk membantu keluarganya yang miskin. Kelaparan merupakan hal yang sudah biasa dirasakan olehnya. Tak jarang perutnya diikat oleh sarung agar rasa lapar yang dirasakannya hilang.
Dahlan kecil mengawali pendidikan sekolah dasarnya di Sekolah Rakyat. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, Dahlan berniat untuk melanjutkan sekolahnya di SMP Magetan. Namun keinginannya tidak disetujui oleh Bapaknya. Akhirnya, atas keinginan Bapaknya ia meneruskan pendidikan Tsanawiyah di Pesantren Sabilil Muttaqien. Pada saat masih duduk di bangku Tsanawiyah, Dahlan harus rela kehilangan Ibunya, Lisna, yang wafat pada tanggal 21 Maret 1963.
Sewaktu remaja, Dahlan juga sudah memiliki prestasi yang membanggakan. Itu dibuktikannya dengan menjadi santri dengan predikat nilai terbaik ketika masih duduk di kelas dua Tsanawiyah. Selain itu, ia juga menjadi kapten tim voli Tsanawiyah Pesantren Sabilil Muttaqien saat menjuarai kejuaraan bola voli se-Kabupaten Magetan. Lulus dari Tsanawiyah, Dahlan melanjutkan pendidikan Aliyah di Pesantren Sabilil Muttaqien.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda(Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar.
Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.
Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi local JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Dikarenakan pernah mengalami sakit pada bagian hati yang parah, ia pernah menulis buku berjudul Ganti Hati pada tahun 2008. Buku ini berisi tentang penglaman Dahlan Iskan dalam melakukan operasi cangkok hati di Cina.
Sejak awal 2009, Dahlan adalah sebagai Komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC) membangun Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL). SKKL ini menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong. Dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi.
Dahlan Iskan dan Tarekat Syattariyah
Namun yang menarik jika ditanya mengapa dalam beberapa kasus ia begitu berani bahkan masuk kategori nekad, ia menjawab bahwa semua itu dilandasi keikhlasan. Keikhlasan ini ia tempa melalui amalan tarekat yang ia jalankan, yaitu Tarekat Syattariyah yang pengikutnya termasuk minoritas di Indonesia dibandingkan tarekat-tarekat lainnya. Ia sangat akrab dengan Tarekat Syattariyah karena ayahnya, keluarga dan leluhurnya juga pengikut tarekat ini. Dikarenakan ketekunannya dalam mengamalkan amalan tarekatnya, atas izin Allah, pada saat ia terkena musibah dalam kecelakaan tunggal mobil listrik mobil listrik Tucuxi (sekelas Ferrari) di Desa Ngerong Magetan, Jawa Timur, Sabtu, 5 Januari 2013, ia selamat dalam kecelakaan itu tanpa lecet sekalipun dan tanpa mengabaikan unsur medis ia menyatakan bahwa hal ini dikarenakan amalan Tarekat Syattariyah ada pada setiap nafasnya. Subhanallah!
Lalu, apa itu Tarekat Syattariyah dan bagaimana amalannya? Tarekat Syattariyah pertama kali muncul di India pada abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang memopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah Asy-Syattar. Awalnya, tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Utsmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Seperti tarekat lainnya, amalan ulama Tarekat Syattariyah adalah dzikir. Pelaksanaan dzikir bagi penganut tarekat Syattariyah dibagi menjadi tiga tataran, yaitu: mubtadi (tingkat permulaan), mutawasitah (tingkat menengah), dan muntahi (tingkat terakhir). Tataran ini dapat dicapai oleh seseorang yang mampu mengumpulkan dua makrifat, yaitu ma’rifat tanziyyah dan ma’rifat tasybiyyah. Ma’rifat tanziyyah adalah ‘suatu iktikad bahwa Allah tidak dapat diserupakan dengan sesuatu apapun’. Pada makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi batiniah/hakikatnya. Sedangkan ma’rifat tasybiyyah adalah ‘mengetahui dan mengiktikadkan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar’, dalam makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi lahiriahnya.
Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendalikan tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:
1) Dzikir Thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
2) Dzikir Nafi Itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3) Dzikir Itsbat Faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4) Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
5) Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Illahi.
6) Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Illahi.
7) Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-Mukminun ayat 17: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”. ***

Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti

Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti

Sykeh Tosun Bayrak Khalwatiyya JerrahiyyaProfesor Seni yang Menjadi Sufi
Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti  adalah seorang penulis, penerjemah dan Sufi. Ia menjabat sebagai pejabat pemerintah di Ankara, Konsul Kehormatan Turki di Maroko dan merupakan Sheikh dari Tarkekat Jerrahi-Halveti di Amerika.
Ia belajar Ilmu Biologi di Robert College, Istanbul. Belajar  Seni, Arsitektur, dan Sejarah Seni di Studios Bernard Leger dan Andre Lhote di Paris. Belajar Arsitektur di University of California, Berkeley dan belajar Sejarah Seni di Courtauld Institute of Art, London . Ia menerima gelar Master Fine Arts dari Rutgers University.
Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti  seorang pensiunan profesor seni dan sejarah seni dari Fairleigh Dickinson University, New Jersey, ia telah dikenal  luas di Amerika Serikat. Ia pensiun dari dunia seni di tahun 1970 dan mengabdikan hidupnya pada studi dan pengajaran Islam dan tasawuf.
” Saya dan istri saya adalah seniman, dan kami merasa sangat dikuasai oleh ego kami. Seni, pameran seni, dan konsekuensi menjadi diterima dan sukses adalah makanan yang luar biasa untuk ego Anda, yang merupakan musuh Sufi. Jerami terakhir adalah ketika kami pergi ke Roma untuk mengunjungi seorang teman, pematung. Kemudian ada seorang gadis muda yang sangat cantik diperkenalkan kepada saya oleh teman itu. Gadis itu begitu memuja saya.
Dia berkata, “Oh, saya kenal anda. Saya suka seni.”
Dia benar-benar memuji saya, dan saya merasakan ego tiba-tiba bangkit dan berkata, “Aha! Gadis cantik  ini memberitahu Anda bahwa Anda adalah seorang seniman besar.”
Kemudian  aku berkata, “Oh, Tuhan! Itu saja. Semuanya sudah berakhir.”
Aku memukul ego di kepala dan memutuskan aku sudah selesai dengan itu semua.”
Pada tahun 1970 Syekh Tosun Bayrak bertemu Syekh Muzaffer Ozak al-Jerrahi Ashki yang menjadi gurunya. Bayrak sekarang adalah Sheikh dalam silsilah Helveti-Jerrahi. Ia telah menjadi pembimbing rohani dari Tarekat  Helvati-Jerrahi di Amerika sejak tahun 1977.
“ Pelayanan (kepada Allah) harus sejak lahir sampai saat Anda memberikan nafas terakhir Anda, tetapi Anda harus mencari tahu dengan cara apa. Itulah yang paling penting. Kita harus mencari tahu dengan cara apa kita seharusnya melayani, “ demikian ungkapnya.
Syekh Tosun Bayrak telah menerjemahkan  puluhan buku tentang spiritualitas Islam, tapi dia sangat dikenal karena usahanya pada karya-karya sufi Ibnu Arabi. Diantara karya klasik tasawuf yang ia terjemahkan adalah Rahasia dari Rahasia (Sirrul Asrar, Teks Islam Society, 1992), Inspirasi (Threshold Books), The Book of Chivalry Sufi (Tradisi batin, 1991), Suhrawardi: The Shape of Light (Fons Vitae, 1998), Nama dan Named: Atribut Ilahi Allah (Fons Vitae, 2000), dan Jalan Muhammad (World Kebijaksanaan, 2005).
Sumber : Wikipedia

Abdul Karim Al-Jili, Syekh Sufi yang Cemerlang

Abdul Karim Al-Jili, Syekh Sufi yang Cemerlang

Kita sering mend354713144engar istilah Insan Kamil atau Insan Paripurna. Dalam Bahasa Inggris disebut the Perfect Man (Manusia Sempurna). Istilah ini popular karena menjadi sebuah judul kitab al-Insân al-Kâmil karya Syekh Abdul Karim al-Jili.  Tapi sebenarnya, menurut para ahli, konsep Insan Kamil pertama kali dikenalkan oleh Syaikhul Akbar Ibnu ‘Arabi ((1165-1240), sufi besar penggagas doktrin wahdatul wujud.
Siapakah Syekh Abdul Karim al-Jili? Di kalangan para sufi, nama ini tidak asing lagi. Beliau lahir pada 1365 di Baghdad, Irak. Namun orangtuanya bermigrasi ke Yaman untuk mencari perlindungan. Karena saat itu Baghdad tengah dilanda krisis politik dan keamanan akibat invasi tentara Mongol.
Menurut pengakuannya, beliau masih memiliki garis keturunan kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani (1077–1166 M). Nama lengkapnya Abd al-Karim ibn Ibrahim ibn Abd al-Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili. Pertemuan nasabnya dengan Syekh Abdul Qadir adalah pada salah satu cucu perempuan beliau. Nama al-Jili sendiri menurut para ahli dinisbatkan pada nama desa ‘Jil’ di distrik Baghdad, yang penduduknya mayoritas adalah imigran dari Jilan/Kilan, Persia.
Dalam perjalanannya mencari ilmu, beliau pernah singgah di India, Mekkah, Persia dan Kairo. Beliau memiliki banyak guru. Yang paling utama adalah Syekh Isma’il bin Ibrahim al-Jabati. Melalui beliaulah Syekh Al-Jili mengenal dan mendalami dunia tasawuf.
Syekh Al-Jili tergolong ulama sufi yang produktif. Beliau menulis lebih dari dua puluh karya. Yang paling terkenal adalah kitab dua jilid al-Insân al-Kâmil.  Berikut beberapa yang bisa disebutkan:
  1. ‘Aqidah al-Akabir al-Muqtabasahmin Ahzab wa Shalawa
  2. Arba’un Mautinan
  3. Bahr al-Hudus wa al-Qidam wa Mauj al-Wujud  wa  al-’Adam
  4. Al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir wa al-Awail
  5. Al-Kahf wa al-Raqim al-Kasyif ‘an Asrar bi Ism Allah al-Rahman al-Rahim
  6. Maratib al-Wujud wa Haqiqat al-Kull Maujud
  7. Al-Isfar ‘an al-Risalah al-Anwar fi ma Yatajalla li Ahl al-Zikr min Asrar li al-Syeikh al-Akbar
  8. Al-Marqum fi Sirr al-Tawhid al-Majhul wa al-Ma’lum
  9. Haqiqah al-Haqaiq
  10. Gunyah Arbab al-Sama’ fi Kasyf al-Ghina’ ‘an Wajh al-Istma’
Sebagian kitab-kitab ini masih berupa manuskrip. Sebagian lainnnya belum ditemukan. Namun dari beberapa judul itu, bisa dilihat Syekh Al-Jili tergolong sufi filosof seperti halnya Ibnu ‘Arabi. Sejarah  juga mencatat, Syekh Al-Jabati, guru utama Syekh Al-Jili, terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud Ibnu ‘Arabi.
Terlepas dari catatan tentang kehidupannya yang tidak banyak diketahui, Syekh Al-Jili berkontribusi besar dalam perkembangan pemikiran sufi di dunia termasuk di nusantara. Menurut penilaian Yunasril Ali, professor bidang tasawuf dari UIN Syarif Hidayatullah, pengaruh pemikiran Syekh Al-Jili di nusantara terlihat jika meneliti kitab-kitab karya ulama-ulama sufi generasi awal, seperti Zînat al-Wâhidîn dan Asrâr al-‘Ārifîn karya Syekh Hamzah Fansuri, Anwâ al-Daqâiq fî Kasyf al-Haqâiq karya Syekh Syamsuddin al-Sumatrani, Jawâhir al-‘Ulûm fî Kasyf al-Ma’lûm karya Syekh Nuruddin al-Raniri, dan masih banyak lagi. Di Jawa, pengaruh ini terasa dari pemikiran Raden Ngabehi Ronggowarsito dan Mangkunegara IV.

Sumber:
Ahmadi Isa, Al-Jili, http://ahmadiisa.blogspot.com/2011/12/al-jili.html
Yunasril Ali, Al-Insan al Kamir karya Abd al Karim Al Jili, makalah pada Seminar Nasional Filsafat Islam dan Tasawuf, PMIAI UPM-ICAS Jakarta, Jumat 3 Januari 2014