Kamis, 06 Februari 2014

Puasa di Kitab Sirrul Asrar, Rasaning Rasa

Puasa di Kitab Sirrul Asrar, Rasaning Rasa

buku sirrulBa`da shalat Jum`at (2/08/2013), di Ruang Ibadah Jakarta Islamic Centre (JIC), Koja, Jakarta Utara, dilakukan acara pengenal buku Sirrul Asrar, Rasaning Rasa hasil terjemahan KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab dari kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q,s. Bagi para penggemar kitab-kitab tasawuf, kitab Sirr al-Asrar Syekh Abdul Qadir al-Jailani q.s., seorang sufi terkemuka ini bukanlah hal yang asing. Sirr Al-Asrar artinya Rahasia dari Segala Rahasia, sebuah judul kitab yang sangat menarik perhatian siapapun yang mendengarnya. Terlebih ditulis oleh ulama terkemuka yang memiliki otoritas dalam menjelaskan persoalan-persoalan ruhaniyah  dan membahas fiqih dengan pendekatan sufistik. Dalam dua hal ini sangat-sangat sedikit ulama yang menguasainya dan beliau juga memiliki kemulian dalam maqam ruhaniyah yang tinggi.
Sirr Al-Asrar menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, sebagian isinya tentang fiqih ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, berdasarkan sudut pandang sufistik. Di dalamnya, terdapat 24 pasal yang didasarkan pada 24 huruf dalam kalimat syahadat dan 24 jam dalam sehari semalam.  Penjelasan fiqih dengan pendekatan sufistik inilah yang menjadi salah satu daya tarik buku ini. Contohnya terkait dengan puasa.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. menjelaskan di dalam kitab ini bahwa puasa terbagi ke dalam dua bagian, yaitu puasa syariat dan puasa tarekat. Puasa  syariat adalah menahan diri dari makanan, minuman, dan bersetubuh. Sedangkan puasa tarekat adalah menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan dilarang juga menjauhi sifat-sifat tercela, seperti ujub dan sebagainya lahir dan batin, siang maupun malam. Bila melakukan hal-hal tersebut tadi, maka batalah puasa tarekatnya. Puasa syariat dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa Tarekat dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat.  Maka, puasa syariat mempunyai waktu tertentu, puasa tarekat seumur hidup. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s.  berpendapat demikian bukannya tanpa dalil nash, salah satu dalilnya hadits yang Rasulullah SAW bersabda,”Banyak orang yang berpuasa hasilnya hanyalah lapar dan dahaga.” Juga ada ungkapan,”Banyak yang berpuasa, tapi berbuka. Banyak yang berbuka, tapi berpuasa.” Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ungkapan ini ialah orang yang perutnya tidak berpuasa, tapi ia menjaga anggota tubuhnya untuk berbuat jahat, terlarang dan menyakiti orang lain.
Begitu pula hadits yang  Rasulullah SAW  bersabda,”Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan. Pertama, ketika berbuka dan kedua ketika melihat Allah.” Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. menyatakan bahwa pengertian hadits ini menurut syariat adalah kebahagiaan yang pertama ketika berbuka dengan memakan makanan di waktu maghrib. Kedua, ketika melihat bulan di malam Idul Fithri yang menandakan  selesainya pelaksanaan puasa Ramadhan. Sedangkan pengertian menurut tarekat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk surga menikmati kenikmatan surga dan kedua rukyat atau melihat Allah SWT pada hari kiamat dengan rasa secara nyata.
Maka, menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani q.s., puasa tarekat atau hakekat adalah menjaga qalbu dari selain Allah SWT dan menjaga rasa agar tidak mencintai selain Allah SWT. Di dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman:”Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya.Sir, rahasia itu dari nur Allah, maka orang yang di tingkat ini tidak akan cenderung kepada selain Allah SWT. Tidak ada yang dicintai, diingini, dan dicari selain Allah SWT di dunia maupun di akhirat. Bila qalbu terjatuh pada mencintai selain Allah, maka batalah puasa tarekatnya dan ia harus melakukan qadha dengan kembali mencintai Allah SWT dan menemui-Nya di dunia dan akhirat, seperti bunyi firman Allah SWT:”Puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.”
itu baru pasal tentang puasa. Ada 23 pasal lagi yang isinya dapat mencerahkan dan melengkapi pengetahuan dan pemahaman kita yang mungkin selama berpuasa selama ini terlalu terpaku pada prosedur formal dalam beragama (syariat, fiqih) dan mengabaikan aspek-aspek esoterik, ruhaniyah dalam beragama (ihsan, marifat) yang jelas ditekankan melalui hadits-hadits di atas.
Buku Sirrul Asrar, Rasaning Rasa diterjemahkan oleh KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab yang akrab dipanggil dengan Uwa Imam atau Ajengan Zezen. Banyak terjemahan kitab Sirr Al-Asrar yang beredar di tengah umat, namun terjemahannya merupakan salah satu terjemahan bahasa Indonesia terbaik dari kitab Sirr Al-Asrar yang edisi revisinya baru saja dilaunching di pondok pesantren yang didirikan dan dipimpinnya, Pondok Pesantren Azzainiyyah, Sukabumi, Jawa Barat, dan dihadiri oleh Menteri Agama RI, Suryadarma Ali, pada tanggal 18 Juni 2013.
KH. Zezen Zainal Abidin Bazul Asyhab  adalah ulama kelahiran Sukabumi, 17 Februari 1955. Walau ia lahir dan tinggal di Sukabumi, ia adalah putra Betawi. Orangtuanya adalah orang Betawi yang tinggal di  wilayah Tanah Abang (Tenabang), Jakarta Pusat. Ia sendiri sering mengatakan bahwa dirinya keturunan Betawi. Selain memimpin pondok, ia juga menjabat sebagai Ketua MUI Kabupaten Sukabumi dan aktif di berbagai organisasi, dari NU  sampai Pramuka. Dalam menterjemahkan kitab Sirr Al-Asrar, ia mendapat restu dari guru mursyidnya di Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya, Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin q.s. atau yang akrab disapa dengan Abah Anom, restu yang dapat kita baca dari sambutan Abah Anom di dalam buku terjemahannya tersebut, sehingga ia dengan semangat menterjemahkannya dengan terjemahan yang berkualitas dan menerbitkannya dengan tampilan fisik yang bagus, menarik dan indah  seperti yang kita dapat baca  dan lihat sekarang ini. ***

Pengikut Tarekat di Pentas Nasional : Dahlan Iskan

Pengikut Tarekat di Pentas Nasional : Dahlan Iskan

Dahlan IskanSiapa yang tak kenal dengan Dahlan Iskan? Menteri BUMN ini sering menjadi sorotan media massa karena keberaniannya dalam berkata, bertindak dan bersikap yang membuat gerah pihak-pihak tertentu namun disukai masyarakat karena ia dikenal dekat dengan rakyat kecil, santun dan murah senyum. Begitu popular dirinya, dalam berbagai survey mengenai calon presiden RI untuk pemilu tahun 2014 mendatang namanya selalu masuk nominasi. Namun bagaimana kelengkapan riwayat hidup dari sosok CEO Surat Kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network yang bermarkas di Surabaya ini? Dan amalan apa yang ia lakukan sehingga dapat menjadi sosok yang sukses dan berani seperti sekarang ini?. Dikarenakan Dahlan Iskan adalah seorang pengikut tarekat yang berkibar di pentas nasional, Redaksi akan mengulasnya untuk Anda sekalian yang datanya berasal dari berbagai sumber. Semoga kisahnya dapat menjadi inspirasi bagi kita, para pengikut tarekat.
Riwayat Hidup
Dahlan Iskan lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Tanggal lahirnya ia karang sendiri agar mudah diingat karena orang tuanya tidak ingat tanggal berapa ia dilahirkan. Masa kecilnya ia lalu dengan kondisi serba kekurangan karena ia tinggal di desa dan orang tuanya hanya seorang buruh tani dan tukang kayu..
Dahlan Iskan memang sudah terbiasa bekerja keras sejak ia masih kecil. Itu dibuktikannya saat masih duduk di bangku sekolah. Ia sering bekerja nguli nyeset atau menyabut daun tebu yang menguning di kebun tebu dekat rumahnya. Itu semua dikerjakannya untuk membantu keluarganya yang miskin. Kelaparan merupakan hal yang sudah biasa dirasakan olehnya. Tak jarang perutnya diikat oleh sarung agar rasa lapar yang dirasakannya hilang.
Dahlan kecil mengawali pendidikan sekolah dasarnya di Sekolah Rakyat. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, Dahlan berniat untuk melanjutkan sekolahnya di SMP Magetan. Namun keinginannya tidak disetujui oleh Bapaknya. Akhirnya, atas keinginan Bapaknya ia meneruskan pendidikan Tsanawiyah di Pesantren Sabilil Muttaqien. Pada saat masih duduk di bangku Tsanawiyah, Dahlan harus rela kehilangan Ibunya, Lisna, yang wafat pada tanggal 21 Maret 1963.
Sewaktu remaja, Dahlan juga sudah memiliki prestasi yang membanggakan. Itu dibuktikannya dengan menjadi santri dengan predikat nilai terbaik ketika masih duduk di kelas dua Tsanawiyah. Selain itu, ia juga menjadi kapten tim voli Tsanawiyah Pesantren Sabilil Muttaqien saat menjuarai kejuaraan bola voli se-Kabupaten Magetan. Lulus dari Tsanawiyah, Dahlan melanjutkan pendidikan Aliyah di Pesantren Sabilil Muttaqien.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda(Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar.
Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.
Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi local JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Dikarenakan pernah mengalami sakit pada bagian hati yang parah, ia pernah menulis buku berjudul Ganti Hati pada tahun 2008. Buku ini berisi tentang penglaman Dahlan Iskan dalam melakukan operasi cangkok hati di Cina.
Sejak awal 2009, Dahlan adalah sebagai Komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC) membangun Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL). SKKL ini menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong. Dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi.
Dahlan Iskan dan Tarekat Syattariyah
Namun yang menarik jika ditanya mengapa dalam beberapa kasus ia begitu berani bahkan masuk kategori nekad, ia menjawab bahwa semua itu dilandasi keikhlasan. Keikhlasan ini ia tempa melalui amalan tarekat yang ia jalankan, yaitu Tarekat Syattariyah yang pengikutnya termasuk minoritas di Indonesia dibandingkan tarekat-tarekat lainnya. Ia sangat akrab dengan Tarekat Syattariyah karena ayahnya, keluarga dan leluhurnya juga pengikut tarekat ini. Dikarenakan ketekunannya dalam mengamalkan amalan tarekatnya, atas izin Allah, pada saat ia terkena musibah dalam kecelakaan tunggal mobil listrik mobil listrik Tucuxi (sekelas Ferrari) di Desa Ngerong Magetan, Jawa Timur, Sabtu, 5 Januari 2013, ia selamat dalam kecelakaan itu tanpa lecet sekalipun dan tanpa mengabaikan unsur medis ia menyatakan bahwa hal ini dikarenakan amalan Tarekat Syattariyah ada pada setiap nafasnya. Subhanallah!
Lalu, apa itu Tarekat Syattariyah dan bagaimana amalannya? Tarekat Syattariyah pertama kali muncul di India pada abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang memopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah Asy-Syattar. Awalnya, tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Utsmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Seperti tarekat lainnya, amalan ulama Tarekat Syattariyah adalah dzikir. Pelaksanaan dzikir bagi penganut tarekat Syattariyah dibagi menjadi tiga tataran, yaitu: mubtadi (tingkat permulaan), mutawasitah (tingkat menengah), dan muntahi (tingkat terakhir). Tataran ini dapat dicapai oleh seseorang yang mampu mengumpulkan dua makrifat, yaitu ma’rifat tanziyyah dan ma’rifat tasybiyyah. Ma’rifat tanziyyah adalah ‘suatu iktikad bahwa Allah tidak dapat diserupakan dengan sesuatu apapun’. Pada makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi batiniah/hakikatnya. Sedangkan ma’rifat tasybiyyah adalah ‘mengetahui dan mengiktikadkan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar’, dalam makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi lahiriahnya.
Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendalikan tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:
1) Dzikir Thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
2) Dzikir Nafi Itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3) Dzikir Itsbat Faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4) Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
5) Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Illahi.
6) Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Illahi.
7) Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-Mukminun ayat 17: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”. ***

Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti

Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti

Sykeh Tosun Bayrak Khalwatiyya JerrahiyyaProfesor Seni yang Menjadi Sufi
Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti  adalah seorang penulis, penerjemah dan Sufi. Ia menjabat sebagai pejabat pemerintah di Ankara, Konsul Kehormatan Turki di Maroko dan merupakan Sheikh dari Tarkekat Jerrahi-Halveti di Amerika.
Ia belajar Ilmu Biologi di Robert College, Istanbul. Belajar  Seni, Arsitektur, dan Sejarah Seni di Studios Bernard Leger dan Andre Lhote di Paris. Belajar Arsitektur di University of California, Berkeley dan belajar Sejarah Seni di Courtauld Institute of Art, London . Ia menerima gelar Master Fine Arts dari Rutgers University.
Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti  seorang pensiunan profesor seni dan sejarah seni dari Fairleigh Dickinson University, New Jersey, ia telah dikenal  luas di Amerika Serikat. Ia pensiun dari dunia seni di tahun 1970 dan mengabdikan hidupnya pada studi dan pengajaran Islam dan tasawuf.
” Saya dan istri saya adalah seniman, dan kami merasa sangat dikuasai oleh ego kami. Seni, pameran seni, dan konsekuensi menjadi diterima dan sukses adalah makanan yang luar biasa untuk ego Anda, yang merupakan musuh Sufi. Jerami terakhir adalah ketika kami pergi ke Roma untuk mengunjungi seorang teman, pematung. Kemudian ada seorang gadis muda yang sangat cantik diperkenalkan kepada saya oleh teman itu. Gadis itu begitu memuja saya.
Dia berkata, “Oh, saya kenal anda. Saya suka seni.”
Dia benar-benar memuji saya, dan saya merasakan ego tiba-tiba bangkit dan berkata, “Aha! Gadis cantik  ini memberitahu Anda bahwa Anda adalah seorang seniman besar.”
Kemudian  aku berkata, “Oh, Tuhan! Itu saja. Semuanya sudah berakhir.”
Aku memukul ego di kepala dan memutuskan aku sudah selesai dengan itu semua.”
Pada tahun 1970 Syekh Tosun Bayrak bertemu Syekh Muzaffer Ozak al-Jerrahi Ashki yang menjadi gurunya. Bayrak sekarang adalah Sheikh dalam silsilah Helveti-Jerrahi. Ia telah menjadi pembimbing rohani dari Tarekat  Helvati-Jerrahi di Amerika sejak tahun 1977.
“ Pelayanan (kepada Allah) harus sejak lahir sampai saat Anda memberikan nafas terakhir Anda, tetapi Anda harus mencari tahu dengan cara apa. Itulah yang paling penting. Kita harus mencari tahu dengan cara apa kita seharusnya melayani, “ demikian ungkapnya.
Syekh Tosun Bayrak telah menerjemahkan  puluhan buku tentang spiritualitas Islam, tapi dia sangat dikenal karena usahanya pada karya-karya sufi Ibnu Arabi. Diantara karya klasik tasawuf yang ia terjemahkan adalah Rahasia dari Rahasia (Sirrul Asrar, Teks Islam Society, 1992), Inspirasi (Threshold Books), The Book of Chivalry Sufi (Tradisi batin, 1991), Suhrawardi: The Shape of Light (Fons Vitae, 1998), Nama dan Named: Atribut Ilahi Allah (Fons Vitae, 2000), dan Jalan Muhammad (World Kebijaksanaan, 2005).
Sumber : Wikipedia

Abdul Karim Al-Jili, Syekh Sufi yang Cemerlang

Abdul Karim Al-Jili, Syekh Sufi yang Cemerlang

Kita sering mend354713144engar istilah Insan Kamil atau Insan Paripurna. Dalam Bahasa Inggris disebut the Perfect Man (Manusia Sempurna). Istilah ini popular karena menjadi sebuah judul kitab al-Insân al-Kâmil karya Syekh Abdul Karim al-Jili.  Tapi sebenarnya, menurut para ahli, konsep Insan Kamil pertama kali dikenalkan oleh Syaikhul Akbar Ibnu ‘Arabi ((1165-1240), sufi besar penggagas doktrin wahdatul wujud.
Siapakah Syekh Abdul Karim al-Jili? Di kalangan para sufi, nama ini tidak asing lagi. Beliau lahir pada 1365 di Baghdad, Irak. Namun orangtuanya bermigrasi ke Yaman untuk mencari perlindungan. Karena saat itu Baghdad tengah dilanda krisis politik dan keamanan akibat invasi tentara Mongol.
Menurut pengakuannya, beliau masih memiliki garis keturunan kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani (1077–1166 M). Nama lengkapnya Abd al-Karim ibn Ibrahim ibn Abd al-Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili. Pertemuan nasabnya dengan Syekh Abdul Qadir adalah pada salah satu cucu perempuan beliau. Nama al-Jili sendiri menurut para ahli dinisbatkan pada nama desa ‘Jil’ di distrik Baghdad, yang penduduknya mayoritas adalah imigran dari Jilan/Kilan, Persia.
Dalam perjalanannya mencari ilmu, beliau pernah singgah di India, Mekkah, Persia dan Kairo. Beliau memiliki banyak guru. Yang paling utama adalah Syekh Isma’il bin Ibrahim al-Jabati. Melalui beliaulah Syekh Al-Jili mengenal dan mendalami dunia tasawuf.
Syekh Al-Jili tergolong ulama sufi yang produktif. Beliau menulis lebih dari dua puluh karya. Yang paling terkenal adalah kitab dua jilid al-Insân al-Kâmil.  Berikut beberapa yang bisa disebutkan:
  1. ‘Aqidah al-Akabir al-Muqtabasahmin Ahzab wa Shalawa
  2. Arba’un Mautinan
  3. Bahr al-Hudus wa al-Qidam wa Mauj al-Wujud  wa  al-’Adam
  4. Al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir wa al-Awail
  5. Al-Kahf wa al-Raqim al-Kasyif ‘an Asrar bi Ism Allah al-Rahman al-Rahim
  6. Maratib al-Wujud wa Haqiqat al-Kull Maujud
  7. Al-Isfar ‘an al-Risalah al-Anwar fi ma Yatajalla li Ahl al-Zikr min Asrar li al-Syeikh al-Akbar
  8. Al-Marqum fi Sirr al-Tawhid al-Majhul wa al-Ma’lum
  9. Haqiqah al-Haqaiq
  10. Gunyah Arbab al-Sama’ fi Kasyf al-Ghina’ ‘an Wajh al-Istma’
Sebagian kitab-kitab ini masih berupa manuskrip. Sebagian lainnnya belum ditemukan. Namun dari beberapa judul itu, bisa dilihat Syekh Al-Jili tergolong sufi filosof seperti halnya Ibnu ‘Arabi. Sejarah  juga mencatat, Syekh Al-Jabati, guru utama Syekh Al-Jili, terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud Ibnu ‘Arabi.
Terlepas dari catatan tentang kehidupannya yang tidak banyak diketahui, Syekh Al-Jili berkontribusi besar dalam perkembangan pemikiran sufi di dunia termasuk di nusantara. Menurut penilaian Yunasril Ali, professor bidang tasawuf dari UIN Syarif Hidayatullah, pengaruh pemikiran Syekh Al-Jili di nusantara terlihat jika meneliti kitab-kitab karya ulama-ulama sufi generasi awal, seperti Zînat al-Wâhidîn dan Asrâr al-‘Ārifîn karya Syekh Hamzah Fansuri, Anwâ al-Daqâiq fî Kasyf al-Haqâiq karya Syekh Syamsuddin al-Sumatrani, Jawâhir al-‘Ulûm fî Kasyf al-Ma’lûm karya Syekh Nuruddin al-Raniri, dan masih banyak lagi. Di Jawa, pengaruh ini terasa dari pemikiran Raden Ngabehi Ronggowarsito dan Mangkunegara IV.

Sumber:
Ahmadi Isa, Al-Jili, http://ahmadiisa.blogspot.com/2011/12/al-jili.html
Yunasril Ali, Al-Insan al Kamir karya Abd al Karim Al Jili, makalah pada Seminar Nasional Filsafat Islam dan Tasawuf, PMIAI UPM-ICAS Jakarta, Jumat 3 Januari 2014

Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji dan Karyanya yang Fenomenal

Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji dan Karyanya yang Fenomenal

kitab albarjanzy
“Al-’Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji adalah MUFTI ASY-SYAFI`IYYAH di Kota Madinah al-Munawwarah. Banyak perbedaan tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliau meninggal pada tahun 1177 H. Imam az-Zubaidi dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash” menulis bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.
Karya beliau yang paling fenomenal adalah Kitab Maulid Al-Barjanzy sebuah kitab yang sering dibaca oleh umat muslim (terutama di Indonesia), apalagi saat bulan Rabiul Awal tiba — bulan dimana Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan–.
Kitab karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan paling tersebar ke pelosok negeri ‘Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak kalangan ‘Arab dan ‘Ajam (luar Arab) yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah lahir baginda Rasulullah Muhammad SAW, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan baginda.
Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barjanziyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah “I’qdul Jawhar fi mawlid anNabiyyil Azhar”. yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1714 M). Beliau menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy kemudian belajar ilmu naqliyah (quran Dan Haditz) dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudian belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi.
Ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan Ulama besar.
Kitab “Mawlid al-Barzanji” ini telah disyarahkan oleh al-’Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji” yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.
Di samping itu, kitab Mawlid Sidi Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari dengan kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji”. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217H (1802M) dan wafat pada tahun 1299H (1882M).
Selain itu ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi “Mawlid al-Barzanji” dan karangannya itu dinamakannya “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, telah juga menulis syarah bagi “Mawlid al-Barzanji” tersebut yang dinamakannya “al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”. Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah.
Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhau-il Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far al-Barzanji dalam kitabnya “ar-Raudhul A’thar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far”.
Kembali kepada Syekh Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut.
Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan bahawa satu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi s.a.w. dahulu. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebahagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:-
سقى الفروق بالعباس قدما * و نحن بجعفر غيثا سقينا
فذاك و سيلة لهم و هذا * وسيلتنا إمام العارفينا
Dahulu al-Faruuq dengan al-’Abbas beristisqa` memohon hujan
Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa` memohon hujan
Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan
Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘aarifin
Syekh Ja’far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi Muhammad s.a.w.
Karyanya membuat umat mengingat, merindui dan mencintai Baginda Rasulullah Muhammad s.a.w. Setiap kali karangannya dibaca, pasti sholawat dan salam dilantunkan untuk baginda Rasulullah Muhammad s.a.w. Juga umat tidak lupa mendoakan Sayyid Ja’far yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia keturunan Adnan.
*** han090114 (dari berbagai sumber)

In Memoriam, KH. Abdul Rosyid Effendi, BA.

In Memoriam, KH. Abdul Rosyid Effendi, BA.

IMG00313-20100421-1350Wakil Talqin TQN Suryalaya
Oleh :  Handri Ramadian
Tulisan ini diterbitkan dalam rangka mengenang jasa-jasa Kiyai Haji Abdul Rosyid Effendi, BA. Beliau adalah seorang khodam Waly Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) yang diangkat dan dikukuhkan menjadi wakil talqin pada 16 Oktober 1994. Medan dakwah beliau terpusat di DKI Jakarta dan sekitarnya, namun beliau juga sering mengunjungi ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di luar DKI Jakarta, bahkan sampai ke Birmingham, Inggris.
Kiyai Haji  Abdul Rosyid Effendi,BA., lahir di Cijeruk, Bogor 12 Nopember 1939. Putra Bapak Haji Marzuki ini hidup dalam lingkungan keluarga yang religious. Uwaknya adalah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Cibalung di Kampung Lengis, Cijeruk-Bogor.
Sementara ayahnya merantau ke Jakarta, Effendi kecil dirawat oleh ibunya di Cijeruk. Pada usia lima tahun ibunda tercintanya wafat. Lalu ia dirawat oleh uwaknya di lingkungan pesantren. Selain mengenyam pendidikan umum di bangku SD dan SMP, Effendi kecil menimba ilmu agama pada uwaknya di Pesantren. Tidak heran, selama pendidikan dasar ini ia mampu menguasai berbagai disiplin ilmu Islam, seperti fiqih, tauhid, ilmu alat (nahwu & sharaf) dan lain-lain.
Selepas pendidikan SMP, ia merantau ke Jakarta, menemui keluarga ayahnya di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur. Lalu ia masuk SMA Wedatama Jakarta. Selama hidup di Jakarta, ia tidak mau berpangku tangan. Sambil sekolah ia berusaha keras mencari uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari dengan menjadi agen koran dan majalah.
Tamat dari SMA, beliau mengajukan lamaran ke Badan Pusat Intelijen (BPI) yang iklan lowongan kerjanya ada di salah satu surat kabar yang ia jual. Keuntungan berpihak padanya, ia diterima bekerja di lingkungan Badan Pusat Intelijen pada tahun 1960. Karirnya diawali di bagian kendaraan. Tugas sehari-harinya mengurusi surat-surat kendaraan.
Pasca peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 BPI bermertafosis dengan nama-nama yang berbeda. Pada 1968 menjadi  Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) yang dirintis oleh Letjen Yoga Soegama dan memimpinnya sejak November 1968-Maret 1969. Letjen Yoga sempat meninggalkan jabatan Kepala Bakin sehubungan dengan tugas di PBB. Lalu pada 1974-1989 Letjen Yoga kembali menjabat Kepala BAKIN.
Sambil bekerja di BAKIN, Effendi muda mengembangkan bakat dakwahnya. Pamannya yang pengurus masjid di kawasan Prumpung turut andil dalam mengembangkan bakat Effendi. Pelan-pelan Effendi menjadi penceramah di majlis-majlis ta’lim.  Demikian pula di kantor tempat ia mencari nafkah. Effendi aktif bergerak dalam bidang kerohaniahan sehingga ia dipercaya duduk dalam kepengurusan Pengajian BAKIN.
Melihat bakat dakwah yang besar dalam diri Effendi, salah satu pimpinan BAKIN, Bapak Hadi Saiful Anwar yang saat itu menjabat Direktur Keuangan mendukung penuh kegiatan Effendi. Beliau pula lah yang mempercayakan kegiatan dakwah masjid BAKIN untuk dipegang oleh Effendi. Dari kegiatan dakwahnya di Masjid BAKIN akhirnya semakin meluas. Pelan-pelan beliau mulai dakwah di lingkungan keluarga dan tetangga karyawan dan pejabat BAKIN.
Selain itu Efendi membentuk grup tahlil yang anggotanya terdiri dari karyawan-karyawan BAKIN. Grup itu dibentuk dalam rangka menyediakan bantuan personel tahlilan kepada keluarga karyawan dari tingkat sopir hingga jenderal yang tertimpa musibah kematian.
Tahun 1962, Effendi menikah dengan gadis pilihannya yang cantik, Ida Saodah. Mereka hidup dalam mahligai rumah tangga yang sakinah. Dari hasil pernikahan mereka, lahirlah tiga putra dan tiga putri, yaitu Herlina Susanti, Abdul Syafei (wafat usia 3 tahun), Nurita Hasanah, Abdul Hakim AlHady,  Abdul Rozak Taufiq  dan Dian Nur’aini.
Dukungan keluarga terhadap kegiatan dakwah sama besarnya, Umi Ida Saodah menyarankan suami tercintanya untuk kuliah di bidang dakwah. Atas saran istrinya, Effendi kemudian kuliah di Fakultas Dakwah Universitas Islam Asy-Syafi’iyah, hingga memperoleh gelar sarjana muda (BA).
Tahun 1978 keluarga kecil Kiayi Muda Effendi dan Umi Ida Saodah pindah dari Prumpung ke Komplek Perumahan Karyawan BAKIN di Pasar Minggu. Tiga tahun kemudian keluarga tersebut diberikan kemampuan membeli sebuah rumah tidak jauh dari Komplek BAKIN. Rumah itulah yang hingga kini menjadi pusat kegiatan dakwahnya.
Tahun 1979, Kiyai Effendi yang masih aktif di BAKIN mendapat kepercayaan dari Kepala BAKIN untuk memantau perkembangan belajar salah satu putranya yang sedang mondok di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya. Berkah tugas inilah, kemudian Kiyai Effendi dipertemukan oleh Allah SWT dengan salah seorang wali-Nya, yakni Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin atau yang lebih dikenal dengan Abah Anom. Pada tahun itu juga Kiyai Effendi diberi talqin dzikir Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah oleh Abah Anom.
Hari-hari Kiayi Effendi sejak saat itu mulai diselimuti oleh rasa bahagia tiada terkira. Lisan dan qalbunya  perlahan-lahan mulai mendawamkan ingatan kepada Allah SWT. Bimbingan Waly Mursyid begitu terasa dan sangat intensif. Kiayi Effendi tidak ingin kebahagiaan yang dirasakannya hanya dinikmati sendiri. Perlahan beliau mulai berdakwah thariqah di lingkungan keluarga, warga dan kantornya. Rombongan demi rombongan ia antar ke Pondok Pesantren Suryalaya untuk belajar dzikir dari Abah Anom.
Berkah khidmah Kiayi Effendi kepada Abah Anom, perhatian Abah Anom kepada beliau sangat besar. Setiap berkunjung ke Ponpes Suryalaya selalu Abah Anom mengajak makan di ruang makan pribadinya, bahkan langsung memberikan makanan-makanan yang tersaji untuk Kiayi Effendi dan istrinya.  Kedekatan ini mengundang pertanyaan besar dari murid-murid senior Abah Anom. Pasti ada sesuatu di balik itu.
Pernah suatu waktu Kiayi Efendi berkunjung kepada Abah Anom di hari Jum’at. Saat itu beliau belum mendapatkan khirqah sebagai wakil talqin. Tiba-tiba Abah Anom memberikan ghamis berwarna biru kepada Kiyai Efendi. Sambil mengenakan ghamis itu, Abah Anom berkata, “Kiyai, hari ini jadi khatib, ya di Masjid!”
16 Oktober 1994, KH. Abdul Rasyid Effendi, BA bersama 14 orang muballigh lainnya diangkat dan dikukuhkan menjadi Wakil Talqin TQN Suyalalaya. Diantara yang diangkat menjadi Wakil Talqin seangkatan dengan beliau adalah KH. Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab dari Sukabumi, Prof. DR. Juhaya S. Praja dari Bandung, KH. Arif Ichwani dari Bandung, Syekh Abdul Latif Deli dari Medan, KH. Ahmad Jahri Anwar dari Pekalongan, Drs. H.M. Thoha Abdurrahman dari Yogyakarta dan lain-lain.
Sejak hari bersejarah itu, tugas berat mulai menggelayut di pundak Kiayi Effendi. Kewajiban membantu Waly Mursyid memberikan pembinaan kepada ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di DKI Jakarta telah menantang. Ini sesuatu yang surprise  bagi Kiayi Effendi dan keluarga. Tidak ada pemberitahuan pendahuluan sebelumnya. Semua terkejut. Bahkan orang-orang dekat Kiayi Effendi di BAKIN, seperti Jenderal Yoga Soegama dan Pak Hadi Saiful Anwar kaget campur haru, tidak menyangka Kiayi Effendi diberi amanah yang begitu besar. Demikian juga keluarga, mereka semua tidak ada yang tahu. Sehingga anak dan menantu tertuanya, Ibu Hj. Herlina Susanty dan H. Muhammad Usman baru menyusul keesokan subuh ke Ponpes Suryalaya setelah mendengar berita pengangkatan tersebut.
Di balik itu semua, ternyata ada cerita menarik. Sebelum pengangkatan terjadi, Aki Anta, murid senior Abah Anom menghadap kepada Abah Anom dan berkata,
“Abah, tadi malam saya mimpi, Abah Sepuh menuntun Pak Effendi”.
Lalu Abah Anom menjawab, “Miheulaan wae, Maneh!” (artinya, Mendahului terus, Kamu tuh!).
Lalu Aki Anta berkata lagi, “Iih, Abah! Ieu mah, laporan!” (artinya: Iih, Abah! Ini hanya laporan!).
Mungkin inilah, isyarat sebelum pengangkatan beliau menjadi wakil talqin.
DKI Jakarta sebelumnya telah memiliki wakil talqin, yakni KH. Abdul Syukur dari Condet. Hubungan Kiyai Efendi dengan KH. Abdul Syukur sangat dekat. Setiap kali pengajian manaqib IMG00311-20100421-1349di rumah Kiayi Effendi, KH. Abdul Syukur selalu datang dan memberikan talqin dzikir kepada jamaah baru. Namun beliau wafat pada tahun 1992.
Langkah-langkah pembinaan yang Kiayi Effendi lakukan adalah mengembangkan tempat-tempat manaqib di DKI Jakarta dan sekitarnya, dan mengirimkan ustadz-ustadz untuk memimpin dzikir khatam dan manaqib. Diantara para ustadz yang dibina oleh beliau adalah, Ust. Ma’ruf Ainur Rofiq, Ust. Yusuf, Ust. Rosyidi, Ust. Sirajudin dan H. Udin Syarifudin dan lain-lain.
Beliau juga membangkitkan program inabah dari rumah ke rumah. Korban-korban penyalahgunaan Narkoba dan zat addictif lainnya tidak ditampung dalam satu lokasi, melainkan mereka tetap tinggal di rumah masing-masing. Pihak Kiayi Effendi lah yang bergerak aktif mengirimkan ustadz-ustadz untuk memberikan terapi spiritual kepada para korban tersebut.
Kiayi Effendi dikenal dermawan oleh para koleganya. Terutama para wakil talqin. Setiap kali para wakil talqin mengadakan pertemuan di Ponpes Suryalaya, selalu saja ada bingkisan yang diberikan kepada mereka, walaupun tidak besar nilainya. Seperti, ballpoint, kaos dan lainnya.
Di mata para ikhwan TQN Jakarta, Kiayi Effendi adalah figur pemimpin yang berhasil. Semenjak beliau menjadi wakil talqin jumlah tempat manaqib tersebar di seluruh pelosok DKI Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi.
Di mata keluarga, Kiayi Effendi adalah figur yang sangat pendiam dan murah hati. Tidak banyak kata keluar dari lisan beliau. Seringkali beliau memberikan contoh perbuatan daripada kata-kata. Pendidikan agama terhadap anak-anaknya sangat keras dan ketat. Jiwa pemurahnya tercermin dari sikap menerima siapa saja yang datang kepadanya dan menampung mereka yang sedang mendapatkan kesusahan hidup untuk tinggal beberapa hari di rumahnya. Hingga mereka merasa tenang kembali dan siap menghadapi kenyataan yang telah Allah SWT berikan.
Umi Hj. Ida Saodah mengenang, “Kebahagiaan yang sangat besar yang saya rasakan semasa beliau menjadi khodam Abah Anom adalah saat setiap kali saya diajak mengunjungi Pangersa Abah Anom. Saya bisa dekat sekali dengan Pangersa Abah Anom. Setiap kali mendapatkan riyadhoh dari Abah, tentunya ada saja cobaan atau ujian yang datang menghampiri. Tatkala saya melaporkannya kepada Abah kondisi ujian tersebut, yang paling saya ingat adalah kata-kata beliau: ‘Jangan menghitung-hitung musibah, tetapi nikmat dari Allah yang lebih banyak.’ (Pangersa Abah berkata dalam bahasa Sunda : ‘Ulah ngitungan musibah, nikmat-Na Nu loba ka urang’)”
Saat-saat Menjelang Wafat
Beberapa hari menjelang wafatnya, Kiayi Effendi sempat membawa rombongan dari Bank Indonesia ke Ponpes Suryalaya. Saat bersilaturahim kepada Pangersa Abah Anom, biasanya jamaah yang bersilaturahim kepada Abah Anom, sambil bersalaman langsung meletakkan amplop kepada Abah di atas sorban yang menutupi sebagian tubuhnya, sebagai wujud rasa terimakasih murid kepada mursyidnya. Begitu juga Umi Ida dan Kiayi Effendi.
Ketika Umi Ida bersalaman dan memberikan amplop, Abah berprilaku biasa saja. Selanjutnya ketika Kiai Effendi bersalaman, amplop yang diberikan dipegang erat oleh Abah Anom dengan jari telunjuk dan ibu jari. Assitennya berusaha melepaskan pegangan erat ini hingga berulang kali, namun tak mampu juga terlepas. Akhirnya Umi Yoyoh (Istri Abah Anom) berujar, “Abah, amplopnya masukkan saja ke saku” baru pegangannya dilepaskan. Entah, ini isyarat apa.
Setelah pamit, Umi Ida merasakan perasaan lain. Kiayi Effendi terlihat sangat lelah saat perjalanan kembali ke Jakarta. Sepertinya ini adalah perjalanan jauh terakhir. Apa maksud Pangersa Abah memegang erat amplop tersebut. “Jangan-jangan itu adalah amplop terakhir Kiayi Effendi kepada Abah,” itulah getar perasaan yang timbul dalam batin Umi Ida.
Keesokan malamnya, malam Jum’at, ada manaqib di rumah putri keduanya, Mbak Nurita. Kiayi Effendi tetap hadir seperti biasa, namun belioau tidak kuasa bertugast. Dan menyerahkan prosesi manaqib kepada ustadz-ustadz yang hadir.
Hari Sabtu Shubuh, Kiayi Effendi terlihat sesak napas. Umi Ida sudah bersiap untuk melakukan shalat berjamaah dan menunggu Kiayi Effendi, namun tunggu punya tunggu beliau tak juga masuk untuk Shalat Shubuh. Saat Umi Ida menghampirinya ke ruang tengah, dijumpainya kondisi Kiayi Effendi sedang tersengal-sengal. Seketika itu juga Umi Ida memanggil anak dan menantunya, meminta pertolongan.
Dengan segera Kiyai Effendi dibawa ke RS Triadipa. Vonis dokter harus dirawat.Sehubungan dengan kondisi ruang inap yang tidak layak, perawatan kemudian dipindahkan ke RS Islam Cempaka Putih. Selama satu minggu beliau mendapatkan perawatan intensif dan diawasi oleh dokter ahli penyakit internis. Ternyata peralatan di RS Islam Cempaka Putih juga tidak memungkinkan untuk tindakan lanjutan atas penyakit Kiayi Effendi, lalu pihak RS berkonsultasi dengan salah seorang Profesor yang biasa menangani penyakit jenis tersebut. Akhirnya Kiayi Effendi dipindahkan ke RS Persahabatan Rawamangun.
Di RS Persahabatan, Kiyai Effendi langsung dimasukkan ke Ruang ICU untuk selanjutnya menunggu tindakan operasi. Dari kediaman beliau salah seorang anaknya berusaha berkomunikasi dengan Pangersa Abah Anom melalui salah satu asistennya. Anak beliau memohon untuk didoakan oleh Pangersa Abah, bahwa Kiayi Effendi akan dioperasi. Jawaban dari Pangersa Abah, “Gak usah, pulang saja!”
Mendapat jawaban tersebut, ia langsung menghubungi keluarga yang ada di RS. Di RS semua keluarga bingung atas informasi tersebut, sedangkan semuanya sudah dipersiapkan dan tinggal ambil tindakan. Peralatan semua sudah dibayar dengan harga yang tidak murah. Dalam kondisi bingung itu, tiba-tiba dari ruang operasi ada suara ketukan dari tim medis, isyarat agar salah seorang keluarga masuk ke ruang operasi.
Di hadapan anaknya, Kiayi Effendi berkata, “Barusan Abah hadir! Aku tidak usah dioperasi!”
Begitulah, pada akhir hayatnya, Kiayi Effendi banyak disibakkan karamah Waly Mursyid. Dan beliau batal diambil tindakan operasi. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada 18 Mei 2005, didampingi dua wakil talqin, KH. Nur Anom Mubarok dan KH. Wahfiudin, diiringi lantunan Sholawat Bani Hasyim.
Selama persemayaman di kediamannya, tidak henti-hentinya orang-orang berbondong-bondong datang melayat dan memberikan penghormatan terakhir. Hampir seluruh ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di Jakarta datang silih berganti berdzikir tahlil dan khataman serta melakukan shalat Jenazah. Terakhir beliau disholatkan di masjid tidak jauh dari kediamannya. Seluruh ruangan sholat penuh sesak. Masya Allah, begitu mulianya beliau di benak ikhwan-akhwat TQN Jakarta dan warga masyarakat umum.Jenazah beliau kemudian dibawa ke kawasan Cijeruk-Bogor, untuk dimakamkan di samping pusara ibunda tercintanya.
Panah sang Busur itu kini telah kembali, dijemput oleh para malaikat Allah. Bersiap menghadapi kenikmatan-kenikmatan selanjutnya di kehidupan alam ‘Uluwi.
(Hasil wawancara dengan Umi Hj. Ida Saodah pada 21 April 2010 jam 14.00 – 15.30 WIB)

Rabu, 05 Februari 2014

Fenomena


1. Masalah Bukti OTENTIK

Saya Analogikan ada seoarang yang datang bertamu dan disuguhi air, sebelum diminum Si Tamu tersebut bertanya kepada Tuan Rumah : "Maaf apa boleh saya tahu, ini gelas ada struk pembeliannya apa  tidak  ?" (Struk; Bukti otentik pembelian gelas). Apa kira-kira yang ada di benak Tuan rumah ketika Si Tamu tersebut menanyakan hal seperti itu ?

Mungkin bisa jadi dibenak si Tuan Rumah tersebut berkata; " dasar Sableng, tidak tahu sopan santun, kurang Adab dan lebih parahnya lagi bisa dikatakan orang gila atau kurang waras ".

Begitu juga dengan kita, apakah pantas menanyakan sebuah bukti otentik kepada Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs dan penerusnya Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra, padahal sudah jelas-jelas dan nyata dan tidak samar lagi. Sekiranya mereka melek, sesungguhnya bukti otentik kemursyidan itu sudah jelas dan terang dengan adanya pemberian nama "SIRNARASA" yang berada Di dusun Cisirri, beliau adalah "Syekh M. Abdul Gaos Saefulloh Maslul R.A" seorang "Mujaddid", 
Salah satu bukti bahwa beliau adalah penerus kemursyidan Tqn Suryalaya yang ke 38 dapat kita saksikan dan lihat dengan kepala telanjang adalah beliau selalu mempertahankan sunah-sunah Guru Agung dan menyempurnakannya sampai kemasjid-masjid ibu kota bahkan sampai ke palestina dan tempat yang belum diijak oleh manusia kecuali oleh pangersa Abah Anom, beliau diperintahkan untuk mendatangi dan beliau menginjak tapak (napak tilas) bekas Abah Anom, mustahil kita bisa mengenal sepenuhnya siapa guru kita "Abah Anom" kalau bukan dari beliau (Abah Gaos).

40 tahun tidak bergeser sedikitpun walaupun badai menerjang dari atas bawah kanan dan kiri tetap khidmat dan istiqomah hingga kini, berdiri kokoh menembus bumi, tidak tidur, beliau penyelamat dunia (Rohmatan Lil alamin) apabila tidak seperti itu dan tidak ada satupun dimuka bumi ini maka semua akan berdosa.

"Saefulloh Maslul" Panglima Cholid bin Walid 15 abad pada zaman Rosululloh SAW yang lalu kini telah dihidupkan kembali oleh Guru kita "Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin QS" untuk menghadapi 100 tahun kedepan, "ada saksinya" yang masih hidup. Seorang yang sudah teruji kesetiaan hidmatnya , seorang figur yg sangat kita hormati bersama, seorang pengamal TQN terpanjang pada masanya, Seorang yang sudah terbukti kesucian qalbunya, yaitu Pangersa Akeh, kita tunggu keberanian beliau.

Patut kita syukuri seorang Abah Gaos Ra sudah membuka mata hati kita dengan sejarah dan peradaban. Inilah Panglima Cholid bin Walid versi Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs. Saat ini bumi terus berguncang "gemas" melihat perilaku-perilaku munafik seseorang dan pura-pura tidak tau, dengan dalih mengklaim tidak ada bukti otentik. 

Akan tetapi semakin ditutup-tutupi maka semakin banyak bala dan bencana di muka bumi ini. Sunah Rosul akan selalu berulang, setebal apapun upaya menutup bumi ini dengan beton kedengkian, tunas akan tetap menembus permukaan bumi seperti rembesan air. Pohon itu tumbuh tidak dibarat dan di timur tapi ujung-ujung di Cisirri. "Terbit di Suryalaya terbenam di Sirnarasa".



Pangersa Abah Gaos pernah berkata di hadapan beberpa ikhwan di bekasi ba'da sholat ashar sebelum manakib dibulan Rojab. Sabda Beliau" Nanti akan saya suruh malaikat dan jin berkumpul di Suryalaya untuk mendengarkan apa yang akan saya sampaikan pada tanggal 11 Sya'ban1433 H ". Coba kita simak ini adalah mankobah 39-40.Manusia ada gurunya, malaikat ada gurunya, jin ada gurunya dan aku guru semuanya. Kalau bukan seorang Wali Mursyid tidak akan mungkin berani berkata seperti diatas.


Inilah dia seorang maestro pada zamannya yang sudah dicetak oleh Guru Agung, ibarat Molding atau alat pencetak pasti ngeplak/klop dengan cetakannya. silahkan para ikhwan dan Akhwat perhatikan  dari segi amaliah beliau itu sangat ngeplak/klop banget sama Pangersa Abah Anom Qs. Pangersa Abah Gaos sangat produktif menulis kitab-kitab padahal beliau manusia super sibuk dan beliau juga tidak pernah tidur malam kalau bukan seorang Wali pasti sulit rasanya.

 

2. Jangan bergeser semilipun dari kloter 37

Jangan bergeser semilipun dari kloter 37 maksudnya "Jangan bergeser pada sunahnya",  Abah sudah memberikan panduannya ada di "SUNANUL MARDIYAH", barangsiapa yang mengingkari ini "MURTAD" Jangan pindah kloter ; pindah berarti berhenti, dan meneruskan bukan berarti pindah.

YSB PP. Suryalaya saja meminta Syaikh. M. Abdul Gaos Saefulloh Maslul agar memberikan penjelasan tentang Sunanul Mardiyah, coba anda tanya ke kampus LATIFAH MUBAROKIYYAH, cari makalah tentang "KIAT MENELADANI MURSYID", makanya guru kita Abah Anom pernah bersabda : "Mun aya nanaon mah (permasalahan yang berkenaan dengan "THORIQOH" tanya saja "AOS", kata Abah Ilmu Abah ada di badannya Abah Gaos, sudah Manunggal....Roso hatinya ?
 
Itu kata-kata yang harus diolah dan di artikan lagi tidak seadanya begitu, kalau langsung disantap dikhawatirkan terdapat bibit penyakit yang berbahaya. Makanan yang bentuknya masih bahan baku seperti daging ayam tanpa di proses maka akan terasa bau amis dan dipastikan tidak enak bila dimakan, begitu juga sebaliknya jika kita mendengar ucapan seorang Guru yang tidak bisa kita pahami dan dicerna jangan langsung memvonis.



3. Ada juga ikhwan dan Akhwat yang berkata kita harus sabar menunggu pelimpahan kemursyidan

Sabar itu bukan menunggu, kalau sabar adalah menunggu, tidak bakal ada yang bekerja. Semua orang bakal menunggu datangnya uang. Semua orang bakal menunggu datangnya ridho Alloh tanpa harus beribadah, semua hal  itu kan harus dicari? 

Menunggu juga bukan sekedar menunggu tetapi harus memproses apa yang dikehendaki supaya menjadi hasil yang sesuai dengan maksud kalimat itu. Ada waktunya pelimpahan kemursyidan dari Abah Anom qs, bukan berarti kita menunggu waktunya datang, ingat bukan waktu yang mengatur kita tetapi kita yang harus bisa mengatur waktu tersebut.  Wali muryid itu bagaikan bunga yang harum semerbak wanginya ada yang sudah mencium bau wanginya bunga dengan kuat ada yang samar-samar ada pula yang belum mencium sama sekali. Jadi tergantung hidung hatinya masing-masing insan yang mengalaminya.

Dari penyebab inilah tanpa disadari kita ini sedang terkena penyakit phobia adalah sejenis suatu penyakit takut kehilangan sesuatu. Dan lebih parahnya lagi banyak dihinggapi para pengamal thoriqoh ? Mereka takut jika beralih mencintai ke Mursyid penerusnya dikhawatirkan akan mengenyampingkan Guru Terdahulunya.

mungkin mereka berangkapan dengan adanya Abah Gaos sebagai penerus ke Mursyidan Tuan Syaikh Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin Qs mereka  takut kehilangan PP. Suryalaya. Padahal Tuan Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra bersabda : " Suryalaya tetap di Suryalaya ". Sebenarnya Suryalaya tetep di Suryalaya tidak kemana-mana, Jangan khawatir dan bimbang yang bertugas sekarang sudah Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs lengkapi dengan pedang-Nya "SAEFULLOH MASLUL',. 


Bagi saya ikut Beliau ( Abah Gaos ) sama juga ikut Abah Anom Qs dan saya tidak melihat Abah Gaos yang saya lihat beliau adalah Abah Anom Qs. Semua dari Guru, bersama Guru untuk Guru. Abah Gaos memuji Guru karena didiri Abah Gaos ada Guru.. "Puji Qodiim liqodim ". Rasa Abah Gaos Ra hilang tengelam didalam rasa Abah Anom Qs, makanya beliau kapan pun dan di manapun selalu Abah Anom Qs yang beliau sebut-sebutKita ini belum bisa seperti itu makannya Guru Agung Pangersaa Abah Anom Qs bersabda :..IKUTI AOS (405) ini jelas dan terang dan tidak samar lagi alias blak-blakan. Seorang salik berkata : "Jika kau pusatkan perhatianmu pada sahabatmu, Engkau akan mulai mencintai-Nya dan beroleh tanggapan dari-Nya".

Mungkin dengan Motivasi dari seorang mario teguh tentang hidup kita bisa memperoleh suatu gambaran sekaligus obat dari penyakit phobia yang sedang melanda keluarga Besar Tqn Suryalaya :


Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru.

Dan selanjunya pula Ia berkata :
  
Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu.

Kalau sudah jelas pada hari ini, segera sujud syukur atas karunia yang Alloh Limpahkan kepada kita. aamiin


4. Apakah kita sudah siap menjadi pengembala nafsu-nafsu diri sendiri? 

Ketika sang mursyid mendidik "bocah angon". Pangersa Abah Anom Qs berkata,"hai jalu cuci kandang domba, terus angon dombanya". Kucuci kandang domba sampai bersih,walaupun baunya sangat menyengat sekali. Tapi pekerjaan ini kulakukan juga, tidak terasa air mata pun bercucuran, dan hatiku berkata, " wahai robbul'alamin, ampuni dosa diri ini yang hina dan kotor, kotoran domba ini walaupun bau tapi bermanpaat untuk alam, tapi diriku ini yang penuh dengan kotoran dan bau serta banyak dosa tidak bermanfaat untuk diri sendiri apalagi untuk orang lain, malahan menambah kerusakan didunia ini."

Astaghfirullohal 'adzim, astaghfirullohal 'adzim..., aku tersungkur menangis tak kuat menahan sedih. Lalu aku kembalakan domba-domba itu, agar tidak sembarangan memakan atau merusak lahan orang lain. Didalam hati aku bertanya? "Domba milik orang saja aku tuntun supaya jangan makan punya orang. Tapi kenapa diri ini tidak mampu menuntun domba-domba nafsu diri sendiri supaya tidak memakan barang-barang yang diharamkan. Meleleh lagi air mataku membasahi pipi yang mulai keriput sambil melanjutkan pengembalaanku.

Apakah kita sudah siap menjadi pengembala nafsu-nafsu diri sendiri? mari kita renungkan sabda Syaikh abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra: " Jangan tergoda oleh nikmatnya kasur yang empuk...tapi latihlah matamu untuk prihatin (melek malam) ". Sabda Guru Agung Pangersa Abah Qs kepada Syaikh Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra : " Jangan naik ring kalau tidak kuat dijotos "

5. Keutamaan mencari Syaikh yang baru, jika yang lama telah meninggal 
اليقين، التصديق الجازم من وظائفالمرشد الكامل بعثه الله تعالى فى زمانه ليعلم الناس امر جازما بلاريب ولاشك ليهديهم الى صراط اهل اليقين الذين انعم الله عليهم من النبيين والصدقين والشهداء والصالحين 
keyakinan merupakan kebenaran yang menunjukan dari amaliah mursyid yang sempurna, dan Alloh telah mengutus pada jamannya supaya manusia mengetahuai perintah yang telah ditentukan dengan ketidak raguan karena mursyid menunjukan kepada jalan ahli yakin, yang Alloh telah memberikan kepada mereka kenikmatan dari nabi,sodikin, syuhada dan sholihin
Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rani dalam Al-Anwaarul Qudsiyyah [ Kitab ini diterjemahkan oleh Ustadz Haji Ali bin Haji Mohammad seorang Wakil Talqin TQN Suryalaya dari Singapore dan diterbitkan oleh PT. Mudawwamah Warohmah Pondok Pesantren Suryalaya ]. Beliau menjelaskan bahwa; “Mencari Syekh Mursyid yang baru jika yang lama meninggal dunia”  Abah Anom pun memberikan sambutan yang hangat. Menurut kami itu adalah “akhir pendidikan dari seorang mursyid

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam kitabnya Sirrul Asrar, kitab ini diterjemahkan oleh KH. Zezen Zaenal Abidin Zayadi Bazul Asyhab (Wakil Talqin TQN Suryalaya). Dalam kitab tersebut pada Fasal 22 ( hal-hal ketika tidur dan mengantuk ), Beliau menyampaikan; Di saat Nabi hidup di dunia manusia tidak memerlukan bimbingan orang lain, tetapi setelah beliau berpindah ke alam akhirat, maka ruh putuslah sifat keterkaitan dan beliau berada pada maqam Tajarrud Murni.  

Nabi saw. bersabda :

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْ ِامَامَ زَماَنِهِ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيّةً

“ Siapa yang mati sedang ia tidak mengenal imam zamannya maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah ”.

Hadis di atas telah disepakati kesahihannya, baik oleh Ahlusunnah wal Jama’ah maupun Syi’ah dapat anda jumpai dalam banyak kitab-kitab mu’tabarah para ulama Ahlusunnah.


Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) dalam karya teragungnya kitab Miftahus Shudur yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. KH. Aboebakar Atjeh, dan diterbitkan oleh PT. Mudawwamah Warohmah, menyampaikan:Demikian dari zaman ke zaman, pindah berpindah sampai kepada ahli-ahli hikmat dan wali-wali Allah dalam segala zaman, semua memperoleh bekas pandangan yang penuh hikmah dan penuh musyahadah, semua berasal dari Junjungan kita Nabi Muhammad SAW sampai kepada sahabatnya dalam segala perbedaan zaman, semua satu corak, semua satu hal keadaan, dan dengan demikian berjalanlah bekas-bekas pandangan ini daripada guru kepada murid-murid sampai akhir masa, karena sandaran atau isnad sama dengan isnad hukum dan silsilah sama dengan pelaksanaan guru-guru ilmu ketuhanan itu merupakan pancaran cahaya, merupakan seluruh hikmat daripada lautan Muhammad dan pandangan rahasia malaikat yang suci pandangan kenyataan Tuhan, yang merupakan tangga murid-murid, jenjang orang-orang salik, yang ingin mendaki ke tingkat alam malaikat, ke alam jabarut, ke alam lahut, sambung menyambung dengan arwah dari syekh-syekh yang masih hidup kepada Rasulullah SAW dan kepada ke Hadirat Allah SWT. Peningkatan silsilah ini menghamburkan berbagai rahasia tajaliyat dan berkat yang ditunjukan dengan tawajjuh kepada-Nya, dengan niat yang bulat dan kehendak yang satu tunggal untuk menyampaikannya. Maka guru-guru atau Syekh itulah yang merupakan Thoreqat atau jalan kepada Allah, petunjuk liku-liku daripada jalan itu. Mereka merupakan pintu terakhir yang akan membawa muridnya masuk menempuh jalan mencapai Tuhan ”.
 

6. Mengapa harus bermusyid kepada syaikh yang masih hidup ?

Karena isnad (menghubungkan mata rantai pemberi ijazah) adalah menghubungkan mata rantai pemerintahan, sedangkan silsilah merupakan tempat jendela keinginan luhur para syaikh untuk dekat Rabb, tempat mengalir berbagai limpahan karunia Allah, tempat mengalir hikmah dari lautan Muhammadiyyah, tempat melihat (berbagai rahasia suci) malaikat, tempat penampakan kekuasaan Ilahiyah, tangga para murid, dan lift para salik menuju alam Malakat, Jabarut, dan Lahut, dan sambung menyambung yang harmoni antara ruh para Syaikh yang sudah meninggal dengan syaikh yang masih hidup untuk sampai kepada Rasulullah SAW kemudian kepada hadirat Allah SWT.

Para Syaikh yang sudah meninggal ini turut “mengucurkan” berbagai rahasia kepada para syaikh yang masih hidup, juga tajalli dan keberkahan. Para syaikh ini menghadap kepada Allah dengan niat yang bulat dan keyakinan yang kokoh bahwa maksud mereka akan tercapai.

Jadi, para syaikh ini sesungguhnya thariqat (jalan) menuju Allah SWT, sekaligus penunjuk jalan menuju Allah, serta pintu masuk menuju Allah.

Syaikh Mursyid yang masih hidup tugasnya adalah mengantar para salik, dan Syaikh Mursyid yang telah meninggal tugasnya adalah menjemput para salik. Karena ada sinergi yang harmoni antara ruh syaikh yang masih hidup dan ruh para syaikh yang sudah meninggal.


KEYAKINnanmu kepada Syekh Mursyidmu akan hancur jika kau tak pernah memperbaiki hubungan batinmu dengannya.
 
((( dikutip dari kitab Miftahusshudur Juz 1 Fasal 4, hal 74-76. Buah karya Tuan Syaikh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin QS, diterjemahkan oleh Drs. Anding Mujahidin, M.Ag, dengan Editor K.H. Noor Anom Mubarok, BA )))
 
 7. Ciri Thoriqoh yang Mu'tabroh 

Ciri utama thoriqot yang Mu'tabarok yaitu ada regenerasi kemursyidan. Mursyid penerus diangkat oleh Mursyid sebelumnya ketika masih hidup. Pengangkatan tidak harus pakai surat menyurat dan caranya terserah Mursyid sebelumnya. Dan ingat jumlah Wali itu hrs tetap 124000 karena kalau 1 saja berkurang niscaya tidak ada satu tetes air pun di bumi ini," kata Ajengan Zezen B.A. 

Ini Artinya sebelum Pangersa Abah wafat pasti Beliau sudah mempersiapkan penerusnya. Omong kosong kalau ada yang mengatakan mencintai Pangersa Abah Anom tapi tidak mengakui hasil karya beliau yang telah mencetak seorang murid sebagai penerus beliau. Cinta semu namanya ? Penerus Abah belum tentu dari keluarga Ahlul Bait. Lihat sejarah dari Syekh Sambas ke Syekh Tolhah kenapa tidak ke ahlul bait Syekh Sambas. Begitu juga sebaliknya dari Syekh Tolhah ke Abah Sepuh ( Syaikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad Ra ). Tentunya yang ditunjuk sebagai penerus itu pasti murid TERBAIK dari yang paling baik.

Makanya kalau manakiban di Suryalaya ikuti juga acara MHTM di Nurul Ulum biar ga tulalit. Jadi kita berthoriqoh tidak ikut ikutan melainkan ada dilengkapi dengan ilmunya juga. Dan kalau ke Suryalaya tujuannya harus satu ke Pangersa Abah saja jangan nemplok ke sana ke mari cari tambahan riadhoh. Supaya dalam menanggapi masa gonjang ganjing ini kita tidak subjektif. Sungguh sebelumnya pun saya berfikir penerus Abah Anom Qs pastinya dari keluarga Abah ( anak Abah ), tapi alhamdulillah Alloh menuntun saya ke arah yang saya yakin kebenaranya. Alhamdulillah kami masih ikut 37 dan mengikuti 38 dengan kata lain ikut kepada yang ikut. Tidak ada paksaan didalam kata ikut:

SILAHKAN...Ikut Abah Anom melalui hawa nafsunya, silahkan!
Ikut Abah Anom melalui maklumat, silahkan!
Ikut Abah Anom melalui wakil talqin, silahkan!
Ikut Abah Anom melalui penerusnya (Abah Gaos), silahkan!

Suka-suka saja yach....?

Tapi kalau saya akan mengikuti Abah Anom Qs melalui penerusnya ( Abah Gaos ) sesuai dengan isyarah sabda Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs: IKUTI AOS...Insya Alloh selamat dunia dan akhirat, aamiin
Sebetulnya wasiat terakhir ABAH ANOM : "wa'tashimu bi hablillah " membuktikan kebenaran KEMURSYIDAN beliau sebagai Wali Aqthob Kamil Mukammil...

Beliau tahu apa yang akan terjadi setelah Beliau wafat, dan itu terbukti, seperti Rasulillah saw mengkhawaitirkan umatnya setelah wafatnya...Kembalilah kepada WasiatNya.