Sabtu, 27 November 2021

KISAH RASULULLAH SAW MEMBELAH BULAN

KISAH NABI MUHAMMAD SAW, MEMBELAH BULAN.

Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, dia penyembah berhala yang fanatik dan menentang serta membenci agama yang didakwahkan Rasulullah Saw.

Suatu hari Abu Jahal menyurati Raja Habib bin Malik perihal Rasulullah Saw. Surat itu membuatnya penasaran dan ingin bertemu dengan Rasulullah Saw, dan membalas surat itu Ia akan berkunjung ke Mekah.

Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Ia dengan 10.000 orang ke Mekah. Sampai di Desa Abtah, dekat Mekah, ia mengirim utusan untuk memberitahu Abu Jahal bahwa Dia telah tiba di perbatasan Mekah.

Maka disambutlah Raja Habib oleh Abu Jahal dan pembesar Quraisy. "Seperti apa sih Muhammad itu......?"
Tanya Raja Habib setelah bertemu dengan Abu Jahal.
"Sebaiknya Tuan tanyakan kepada Bani Haasyim," jawab Abu Jahal.

Lalu Raja Habib menanyakan kepada Bani Hasyim.
"Di masa kecilnya, Muhammad adalah anak yang bisa di percaya, jujur, dan baik budi. Tapi, sejak berusia 40 tahun, Ia mulai menyebarkan agama baru, menghina dan menyepelekan tuhan-tuhan kami.

Ia menyebarkan agama yang bertentangan dengan agama warisan nenek moyang kami," jawab salah seorang keluarga Bani Hasyim.
Raja Habib memerintahkan untuk menjemput Rasulullah Saw, dan menyuruh untuk memaksa bila Ia tidak mau datang.

Dengan menggunakan jubah merah dan sorban hitam, Rasulullah Saw datang bersama Abu Bakar As Siddiq ra, dan Khadijah ra.
Sepanjang jalan Khadijah Ra, menangis karena khawatir akan keselamatan suaminya, demikian pula Abu Bakar ra.
"Kalian jangan takut, kita serahkan semua urusan kepada Allah ﷻ " Kata Rasulullah Saw.

Sampai di Desa Abthah, Rasulullah Saw di sambut dengan ramah dan dipersilahkan duduk di kursi yang terbuat dari emas.
Ketika Rasulullah Saw duduk di kursi tersebut, memancarlah cahaya kemilau dari wajahnya yang berwibawa, sehingga yang menyaksikannya tertegun dan kagum Maka berkata Raja Habib:
"Wahai Muhammad setiap Nabi memiliki mukjizat, mukjizat apa yang Engkau miliki.................?"

Dengan tenang Rasulullah Saw balik bertanya:
"Mukjizat apa yang Tuan kehendaki................?"
Raja Habib bin Malik Menjawab:
"Aku menghendaki matahari yang tengah bersinar engkau tenggelamkan, kemudian munculkanlah bulan.
Lalu turunkanlah bulan ke tanganmu, belah menjadi dua bagian, dan masukkan masing-masing ke lengan bajumu sebelah kiri dan kanan.

Kemudian keluarkan lagi dan satukan lagi. Lalu suruhlah bulan mengakui engkau adalah Rasul. Setelah itu kembalikan bulan itu ke tempatnya semula. Jika engkau dapat melakukannya, aku akan beriman kepadamu dan mengakui kenabianmu,"....
Mendengar itu Abu Jahal sangat gembira, pasti Rasulullah Saw tidak dapat melakukannya.

Dengan tegas dan yakin Rasulullah Saw menjawab: "Aku penuhi permintaan Tuan."
Kemudian Rasulullah Saw berjalan ke arah Gunung Abi Qubaisy dan shalat dua rakaat.
Usai shalat, Beliau Saw berdoa dengan menengadahkan tangan tinggi-tinggi, agar permintaan Raja Habib terpenuhi.
Seketika itu juga tanpa diketahui oleh siapapun juga turunlah 12.000 malaikat.

Maka berkatalah malaikat:
"Wahai Rasulullah, Allah menyampaikan salam kepadamu.
Allah berfirman: 'Wahai kekasih-Ku, janganlah engkau takut dan ragu. Sesungguhnya Aku senantiasa bersamamu. Aku telah menetapkan keputusan-Ku sejak Zaman Azali.'
Tentang permintaan Habib bin Malik, pergilah engkau kepadanya untuk membuktikan kerasulanmu. Sesungguhnya Allah yang menjalankan matahari dan bulan serta mengganti siang dengan malam.

Habib bin Malik mempunyai seorang putri cacat, tidak punya kaki dan tangan serta buta. Allah ﷻ telah menyembuhkan anak itu, sehingga ia bisa berjalan, meraba dan melihat."
Lalu bergegaslah Rasulullah Saw turun menjumpai orang kafir, sementara bias cahaya kenabian yang memantul dari wajahnya semakin bersinar.

Waktu itu matahari telah beranjak senja, matahari hampir tenggelam, sehingga suasananya remang-remang
Tak lama kemudian Rasulullah Saw berdoa agar bulan segera terbit.
Maka terbitlah bulan dengan sinar yang benderang.

ILUSTRASI Terbelahnya Bulan Lalu dengan dua jari Rasulullah Saw mengisyaratkan agar bulan itu turun ke pada nya
Tiba-tiba suasana jadi amat menegangkan ketika terdengar suara gemuruh yang dahsyat.
Segumpal awan mengiringi turunnya bulan ke tangan Rasulullah Saw.

Segera setelah itu Beliau rosulalloh membelahnya menjadi dua bagian, lalu Beliau masukkan ke lengan baju kanan dan kiri.
Tidak lama kemudian, Beliau rosulalloh mengeluarkan potongan bulan itu dan menyatukannya kembali.

Dengan sangat takjub orang-orang menyaksikan Rasulullah Saw menggengam bulan yang bersinar dengan indah dan cemerlang.
Bersamaan dengan itu bulan mengeluarkan suara:
"Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh."

Menyaksikan keajaiban itu, pikiran dan perasaan semua yang hadir terguncang.
Sungguh, ini bukan mimpi, melainkan sebuah kejadian yang nyata............!
Sebuah mukjizat luar biasa hebat yang disaksikan sendiri oleh Raja Habib bin Malik.

Ia menyadari, itu tak mungkin terjadi pada manusia biasa, meski ia lihai dalam ilmu sihir sekalipun.....!
Namun, hati Raja Habib masih beku.
Maka ia pun berkata, "Aku masih mempunyai syarat lagi untuk mengujimu."

Belum lagi Raja Habib sempat melanjutkan ucapannya, Rasulullah memotong pembicaraan,
"Engkau mempunyai putri yang cacat, bukan...............?
Sekarang, Allah ﷻ telah menyembuhkannya dan menjadikannya seorang putri yang sempurna."

Raja Habib pun terkejut karena tidak ada siapapun yang tahu penyakit anaknya itu yaitu lumpuh dan matanya buta kecuali orang-orang istana dan mereka yang dekat dengannya saja.
Mendengar itu, betapa gembiranya hati Raja Habib.
Spontan ia pun berdiri dan berseru,
"Hai penduduk Mekah.........!

Kalian yang telah beriman jangan kembali kafir, karena tidak ada lagi yang perlu diragukan.
Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi: tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu baginya;
dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Utusan dan hamba-Nya...!"

Melihat semua itu Abu Jahal jengkel dan marah, dengan emosi berkata kepada Raja Habib:
"Wahai...! Raja Habib engkau beriman kepada tukang sihir ini, hanya karena menyaksikan kehebatan sihirnya...............?"
Namun Raja Habib tidak menghiraukannya dan berkemas untuk pulang.

Sampai di pintu gerbang istana, putrinya yang sudah sempurna, menyambutnya sambil mengucapkan dua kalimat sahadat.
Tentu saja Raja Habib terkejut.
"Wahai putriku, darimana kamu mengetahui ucapan itu............
?
Siapa yang mengajarimu.............?"
"Aku bermimpi didatangi seorang lelaki tampan rupawan yang memberi tahu ayah telah memeluk Islam.
Dia juga berkata, jika aku menjadi muslimah, anggota tubuhku akan lengkap. Tentu saja aku mau, kemudian aku mengucapkan dua kalimat sahadat," jawab sang putri.
Maka seketika itu juga Raja Habib pun bersujudlah sebagai tanda syukur kepada Allah ﷻ.
Alangkah baiknya jika coment anda adalah bersholawat kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Salam 
Semoga kita semua senantiasa selalu diakui sebagai umatnya dan pantas mendapatkan berkah dan syafaat nya Aamiin ya Robbal Aalaamiin
Majlis Hubburrosul Saw

Kamis, 04 Februari 2021

Tingkatan para wali ‎الله

Inilah pangkat para wali ALLOH: 

1. Qutub Atau Ghauts (1 abad 1 orang)

2. Aimmah (1 abad 2 orang )

3. Autad (1 abad 4 orang di 4 penjuru mata angin)

4. Abdal (1 abad 7 orang tidak akan bertambah dan berkurang apabila ada wali Abdal yang wafat Alloh menggantikannya dengan mengangkat wali Abdal yang lain (Abdal = Pengganti). Wali Abdal juga ada yang waliyah-nya)

5. Nuqoba’ (Naqib ) (1 abad 12 orang diwakilkan Alloh masing-masing pada tiap-tiap bulan)

6. Nujaba’ (1 abad 8 Orang)

7. Hawariyyun (1 abad 1 orang) wali Hawariyyun diberi kelebihan oleh Alloh dalam hal keberanian, pedang (jihad) di dalam menegakkan agama Islam di muka bumi.

8. Rojabiyyun (1 abad 40 orang yang tidak akan bertambah dan berkurang. Apabila ada salah satu wali Rojabiyyun yang meninggal Alloh kembali mengangkat wali Rojabiyyun yang lain. Dan Alloh mengangkatnya khusus pada bulan Rajab dari Awal bulan sampai akhir bulan. Oleh karena itu dinamakan Rojabiyyun.

9. Khotam (penutup wali) (1 alam dunia hanya 1 orang) yaitu Nabi Isa A.S ketika ia diturunkan kembali ke dunia menjelang kiamat. Kala itulah Allah mengangkatnya kelak menjadi wali khotam (Penutup). Tidak ada wali setelahnya.

10. Qolbu Adam A.S (1 abad 300 orang)

11. Qolbu Nuh A.S (1 abad 40 orang)

12. Qolbu Ibrohim A.S (1 abad 7 orang)

13. Qolbu Jibril A.S (1 abad 5 orang)

14. Qolbu Mikail A.S (1 abad 3 orang tidak kurang dan tidak lebih, Alloh selalu mengangkat wali lainnya apabila ada salah satu dari wali Qolbu Mika'il yang wafat)

15. Qolbu Isrofil A.S (1 abad 1 orang)

16. Rijalul ‘Alamul Anfas (1 abad 313 orang )

17. Rijalul Ghoib (1 abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang. Tiap-tiap wali Rijalul Ghoib ada yang wafat, seketika juga Allah mengangkat wali Rijalul Ghoib yang lain. Wali Rijalul Ghoib merupakan wali yang disembunyikan oleh Alloh dari penglihatan makhluk-makhluk bumi dan langit. Tiap-tiap wali Rijalul Ghoib tidak dapat mengetahui wali Rijalul Ghoib yang lainnya. Ada wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan jin mukmin. Semua wali Rijalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari rizqi alam nyata ini. Mereka mengambil atau menggunakan rizqi dari alam ghaib.

18. Adz-Dzohirun (1 abad 18 orang)

19. Rijalul Quwwatul Ilahiyyah (1 abad 8 orang)

20. Khomsatur Rizal (1 abad 5 orang)

21. Rijalul Hanan ( 1 abad 15 orang)

22. Rijalul Haybati Wal Jalal ( 1 abad 4 orang)

23. Rijalul Fath (1 abad 24 orang) Allah mewakilkannya di tiap Sa’ah (Jam) wali Rijalul Fath tersebar di seluruh dunia. 2 orang di Yaman, 6 orang di negara Barat dan 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua jihat (arah mata angin)

23. Rijalul Ma’arijil ‘Ula (1 abad 7 orang)

24. Rizalut Tahtil Asfal (1 abad 21 orang)

25. Rizalul Imdad (1 abad 3 orang)

26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun (1 abad 3 orang). Pangkat ini menyerupai pangkatnya wali Abdal.

Minggu, 25 September 2016

Prahara Asyuro

PRAHARA ASYURA:
KISAH TERBUNUHNYA HUSSEIN CUCU RASULULLAH SAW
Fajar mulai tampak di ufuk, pertanda subuh akan segera datang untuk mengusir kegelapan malam. Perkemahan hamba-hamba Allah mulai disibukkan oleh datangnya pagi…
Fajar perlahan-lahan menghamparkan dirinya di padang Karbala dan menyajikan warna perak di sungai Furat. Inilah saatnya untuk melaksanakan penghambaan kepada sang Maha Pencipta. Imam Husein AS dan para pengikutnya yang setia berdiri menghadap kiblat menunjukkan kepatuhan kepada Tuhan dengan melaksanakan perintah shalat. Usai shalat, beliau berdiri untuk menyampaikan beberapa patah kata di hadapan para sahabatnya. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah, beliau berkata, “Tuhan berkehendak untuk memerintahkan jihad kepada kita. Sudah menjadi ketentuan-Nya bahwa kita semua akan gugur sebagai syahid. Karenanya, bersabarlah menyongsong jihad melawan kekafiran ini.”
Pagi itu, Imam Husein AS mengatur barisan pasukannya yang berjumlah 77 orang. Pasukan sekecil itu diaturnya sedemikian rapi hingga menyerupai sebuah lasykar besar. Zuhair bin Qain mendapatkan tugas di bagian kanan, sedangkan Habib bin Madhahir ditempatkan di kiri. Bendera perang beliau serahkan kepada Abbas, adiknya. Sedangkan Imam Husien sendiri berada di tengah barisan pasukan bersama sanak keluarganya.
Sebagai langkah awal pertahanan, pasukan suci itu membakar kayu-kayu yang ada di balik parit yang memisahkan mereka dengan pasukan musuh. Dengan cara itu mereka membuat sebuah kubu pertahanan yang kuat, sehingga tidak lagi disibukkan untuk menjaga perkemahan.
Tak lama kemudian, pasukan musuh mulai bergerak maju. Umar bin Saad dengan pasukannya yang berjumlah 30 ribu orang menempatkan Umar bin Hajjaj di bagian kanan dan Syimr bin Dzil Jausyan di bagian kiri. Komandan pasukan Ibnu Ziyad itu memerintahkan Azrah bin Qais untuk memimpin pasukan berkuda. Pasukan pejalan kaki dipimpin oleh Syabats bin Rab`i. Sedangkan bendera perang pasukan dipegang oleh Zubaib, budak Umar bin Saad. Serangan ke arah kamp Imam Husein AS dilancarkan. Pasukan Ibnu Ziyad yang berencana menyerang dari belakang terpaksa mengurungkan niat karena berhadapan dengan api yang disulut oleh sahabat-sahabat Imam Husien. Dengan kesal dan kemarahan memuncak, Syimr menyeringai, “Hai Husein, rupanya kau tidak sabar untuk merasakan neraka sehingga buru-buru menyalakannya di dunia.”
“Siapa dia,” tanya Imam. “Aku rasa dia adalah Syimr bin Dzil Jausyan” lanjut beliau. “Ya, dia adalah Syimr,” jawab para sahabat Imam Husien. “Hei Syimr, engkau lebih layak masuk ke neraka dari pada aku.”
Muslim bin Ausajah maju dan meminta izin dari Imam Husein untuk membidikkan anak panahnya ke arah Syimr. Imam melarang dan mengatakan, “Aku tidak ingin menjadi pihak yang memulai.”
Imam Husein memandang ke arah pasukan Bani Umayyah, lalu mengangkat tangannya ke atas dan berdoa, “Ya Allah, Husein-Mu selalu bertawakkal dan menyerahkan diri kepadaMu. Engkaulah harapanku saat menghadapi kesulitan. Aku menyerahkan segalanya kepadaMu. Ya Allah betapa banyak masalah yang Engkau selesaikan setelah aku menyerahkannya kepadaMu. Betapa banyak kesulitan yang meluluhkan orang perkasa sekalipun menjadi mudah bagiku saat aku mengajukannya ke hadiratMu. Ya Allah, sekarang inipun aku menyerahkan diriku dan segala urusanku kepadaMu.
Setelah itu, Imam Husein AS meminta kudanya yang bernama Dzul Janah dan melesat ke arah barisan pasukan Kufah. Persis di hadapan mereka beliau berhenti dan mengatakan: “Wahai kalian semua! Jangan terburu-buru dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pikirkan sejenak dan dengarkanlah kata-kata dan nasehatku. Sebab kalian berhak untuk mendengarnya dariku. Jika kalian mau mendengar dan memikirkannya, jalan kebahagiaan akan terbentang di hadapan kalian. Jika tidak lakukanlah apa yang kalian maukan dan selesaikanlah urusan ini secepatnya. Ketahuilah bahwa Allah adalah Tuanku. Dialah yang menurunkan kitab suci dan melindungi hamba-hambaNya.”
Suara tangis histeris mengiringi kata-kata Imam Husein, sehingga beliau meminta adiknya, Abul Fadhl Abbas untuk mendiamkan mereka dan berkata: “Abbas, suruh mereka berhenti sebab masih banyak musibah yang akan mereka alami dan masih banyak kesempatan untuk menguras air mata.”
Setelah suara tangisan reda, beliau meneruskan: “Maha suci Allah yang telah menjadikan dunia sebagai tempat kefanaan dan menjadikan umat manusia sebagai penonton perubahan yang terjadi di dalamnya. Karenanya, siapa saja yang melihat dunia bagai sesuatu yang agung berarti dia telah menipu dirinya sendiri. Barang siapa yang terjebak di dalam tipudaya dunia, hanya kesengsaraanlah yang dia dapatkan. Karenanya, jangan biarkan dunia menipu kalian! Sebab dunia akan mengandaskan seluruh harapan dan angan-angan pecintanya. Mengapa kalian cenderung mengikuti orang-orang yang hanya akan menjerumuskan kalian ke dalam murka dan amarah Allah? Betapa Allah maha baik dan bijaksana dan betapa buruknya kalian sebagai hamba-Nya. Wahai kalian yang mengakui ketuhanan-Nya dan mengaku beriman kepada Nabi-Nya. Untuk apa kalian mesti memerangi keluarga Rasul? Sungguh syaitan telah merasuki jiwa dan pikiran kalian. Semoga Allah mengandaskan seluruh angan-angan kalian. Wahai warga Kufah, pikirkan benar-benar siapakah diriku? Bukankah aku anak putri Nabi? Bukankah aku putra washi Rasul? Bukankah aku putra orang yang pertama memeluk agama Islam? Bukankah Hamzah, penghulu para syuhada adalah paman ayahku? Bukankah Ja'far Thayyar, pamanku? Lupakah kalian akan sabda Nabi tentang diriku dan saudaraku? Lupakah kalian akan sabda Nabi bahwa Hasan dan Husein adalah penghulu pemuda surga? Apakah kalian mengira aku berdusta? Aku bersumpah bahwa aku tidak pernah mengotori lidah ini dengan kata-kata dusta. Jika kalian tidak percaya tanyakan kepada Jabir bin Abdillah Al-Anshari, Abu Said Al-Khudri, Sahl bin Sa'd As-Saidi, Zaid bin Arqam atau Anas bin Malik. Mereka akan memberitahu kalian akan kebenaran kata-kataku. Semoga sabda Nabi mengenai kami bisa mencegah kalian dari niat menzalimi kami.”
Tiba-tiba Syimr bin Dzil Jausyan memotong kata-kata beliau dengan berseru: “Hei Husein! Aku pasti akan ragu menyembah Tuhan jika aku tahu kebenaran kata-katamu”
Celoteh Syimr dijawab oleh Habib bin Madhahir: “Hei Syimr! Demi Allah, selama ini engkau beribadah dengan keraguan yang menguasai jiwa dan pikiranmu. Aku tahu benar bahwa engkau tidak akan memahami apa yang dikatakan oleh tuanku, Husein. Sebab Allah telah membuat hatimu sekeras batu.”
Imam melanjutkan: “Jika kalian masih ragu, apakah kalian meragukan bahwa aku adalah anak dari putri Nabi kalian? Demi Allah kalian tidak akan menemukan cucu Nabi di dunia ini selain diriku. Celaka kalian! Apakah aku telah membunuh salah seorang dari kalian, sehingga kalian datang untuk menuntut balas dariku? Apakah aku telah merampas harta kalian sehingga kalian menghunus pedang terhadapku?”
Semua diam membisu, tak terkecuali Syimr.
Imam Husein AS lantas memanggil beberapa orang dari barisan musuh: “Wahai Syabats bin Rab`i, Hajjar bin Abjad, Qais bin Asy'ats, Zaid bin Haritsah! Bukankah kalian yang menulis surat kepadaku untuk datang dengan mengatakan bahwa buah-buah telah masak dan siap dipetik, dan seluruh warga Kufah akan menjadi bala tentaraku? Apakah kalian sudah lupa kepada janji dan sumpah setia kalian?”
Semuanya membantah pernah menulis surat itu kepada Al-Husein. Beliau menjawab: “Demi Allah kalian telah menulis surat itu.”
Qais bin Asy'ats menyergah: “Kami tidak tahu apa yang kau maksudkan. Jalan terbaik bagimu adalah menyerah dan menerima kekuasaan Bani Umayyah. Mereka pasti akan memberimu hadiah sebanyak yang kau inginkan. Mereka tidak akan mencelakakanmu.”
(Al-Husein): “Hei Qais! Apakah engkau mengira bahwa Bani Hasyim akan menuntut darah orang selain Muslim bin Aqil darimu? Demi Allah aku tidak akan mengulurkan tangan kepada para tuanmu. Aku juga tidak akan pernah takut menghadapi peperangan. Karena aku hanya berlindung kepada Allah, Tuhanku.”
Imam Husein AS turun dari punggung kuda dan memberikan tali kekangnya kepada Uqbah bin Salman. Kata-kata dan nasehat Imam dibalas dengan lemparan tombak oleh pasukan Kufah.
Tak lama kemudian, seorang bernama Abdullah bin Hauzah At-Tamimi dengan suara lantang berseru: “Hei kelompok Khawarij, adakah Husein di antara kalian?”
Para sahabat Imam menjawab: “Ya, Husein di sini. Apa maumu?”
Ibn Hauzah kembali berseru: “Hai Husein! berbahagailah karena sebentar lagi engkau akan masuk neraka.”
Imam menjawab: “Aku akan segera bertemu dengan Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Siapakah engkau?”
Abdullah menjawab: “Aku adalah anak Hauzah At-Tamimi.”
Imam Husein lantas mengangkat tangannya dan berdoa: “Ya Allah kirimlah ia ke neraka.”
Mendengar doa Imam Husein, Abdullah marah dan serta merta menghentakkan kudanya menuju beliau. Mendadak kuda yang dinaikinya terbentur batu dan jatuh sehingga membuat penunggangnya terpental ke tanah dengan kaki yang masih terikat di tubuh kuda. Kuda itu bangkit dan berlari kesana-kemari menyeret penunggangnya. Tak ayal, tubuh dan kepala Abdullah At-Tamimi berkali-kali membentur bebatuan sahara Karbala. Abdullah tewas secara mengenaskan dan Allah telah mengirimnya ke neraka. Mas'ud bin Wail Al-Hadhrami yang berada di barisan depan pasukan berkuda pimpinan Umar bin Sa'ad menyaksikan kejadian itu dari dekat. Tanpa banyak berpikir, dia mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan pasukan Kufah. Dalam hati dia berkata: “Demi Allah aku tidak akan pernah memerangi keluarga Nabi. Sebab mereka memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi di sisi Allah.”
Zuhair bin Al-Qain mendatangi Imam Husein dan meminta izin untuk berbicara dengan pasukan Kufah. Imam mengizinkan. Sahabat setia Imam Husein itu segera bangkit dan berdiri menghadap pasukan musuh. Dengan suara lantang, Zuhair berseru: “Wahai warga Kufah! Takutlah kalian akan azab Allah. Aku berdiri di sini untuk menyampaikan nasehat kepada kalian, sebab kalian memiliki hak untuk mendengarkannya dariku. Sampai saat ini, kita masih terikat dalam persaudaraan seagama. Tali ikatan ini tetap ada selama pedang belum memisahkannya. Tetapi ketika pedang sudah berbicara, kita akan terpisah menjadi dua kelompok yang berbeda. Ketahuilah bahwa Allah telah menjadikan keluarga Rasul-Nya sebagai ujian bagi kalian, bagaimana kalian memperlakukan mereka. Allah telah melarang kalian untuk tunduk dan patuh kepada kaum durjana seperti Yazid dan Ubadillah bin Ziyad. Dia pulalah yang memerintahkan kalian untuk membela anak cucu Rasulullah. Jika tidak, tak lama lagi kaum durjana itu akan mencungkil mata kalian, memotong kaki dan tangan kalian serta menggantung tubuh kalian di batang korma.”
Nasehat Zuhair dibalas dengan makian. Pasukan Kufah tetap bersikeras untuk tidak meninggalkan medan perang sebelum berhasil membantai Imam Husein dan para sahabatnya atau membawa mereka dengan tangan terbelenggu kepada Ibnu Ziyad.
Zuhair kembali angkat suara: “Demi Allah, anak-anak Fathimah lebih baik untuk dicintai dan dibela daripada anak Sumaiyyah. Jika enggan membela Husein, sebaiknya kalian tinggalkan medan ini.”
Tiba-tiba sebuah anak panah yang dibidikkan oleh Syimr bin Dzil Jausyan melesat ke arah Zuhair. “Diam kau,” hardik Syimr. “Kata-katamu membuat kami lelah.”
Kepada Syimr, Zuhair bin Al-Qain berkata: “Hei Syimr! aku tidak berbicara denganmu. Sebab kau tak lebih dari seekor binatang. Demi Allah, aku menduga bahwa engkau tidak memahami satu ayatpun dari Al-Qur'an. Tunggulah kehinaanmu di hari kiamat kelak.”
Lagi-lagi Syimr berujar: “Sebentar lagi Tuhan akan membunuhmu bersama tuanmu itu.”
Zuhair menjawab: “Engkau menakut-nakutiku dengan kematian? Demi Allah kematian bersama Husein lebih menyenangkan dari hidup bersama kalian.” Zuhair kembali mengarahkan pembicaraannya kepada pasukan Kufah: “Wahai hamba-hamba Allah, sadarlah, jangan sampai orang ini menjauhkan kalian dari agama Allah! Demi Tuhan, syafaat keluarga Muhammad tidak akan didapatkan oleh mereka yang membunuh anak cucu Rasul dan membantai para pembela mereka.”
Salah seorang sahabat Imam Husein berkata kepada Zuhair: “Wahai Zuhair, sungguh engkau bagaikan seorang Mu'min berada di keluarga Fir'aun dengan memberikan nasehatmu kepada mereka. Semoga Allah membalasmu dengan balasan yang baik.”
Burair bin Khudhair adalah seorang berusia lanjut yang dikenal zuhud, ahli ibadah, qari' terkenal di kota Kufah dan sangat dihormati oleh kabilah Bani Hamdan. Burair meminta izin Imam Husein untuk berbicara dengan pasukan Kufah yang sudah gelap mata. Setelah mendapat restu dari cucu Nabi itu, Burair mengatakan: “Wahai penduduk Kufah, Allah telah mengutus Muhammad untuk menunjukkan agama yang lurus. Beliau telah memberikan petunjuk dan mengajak umat kepada jalan Allah. Risalahnya bagaikan pelita yang menerangi kegelapan. Ketahuilah bahwa mereka yang kini berada di hadapan kalian adalah anak cucu sang Nabi. Karenanya, dengan alasan apakah kalian menghalang mereka mengambil air sungai Furat?”
Pasukan Kufah menjawab: “Hei Burair! singkat saja, kami bersumpah untuk membuat Husein kehausan dan merasakan dahaga yang tidak akan pernah dialami oleh orang selain dia.”
Burair kembali mengingatkan mereka: “Risalah dan pesan kenabian ada di tengah-tengah kalian yaitu keluarganya. Karena itu, pikirkan bagaimana kalian mesti bersikap terhadap mereka.”
Pasukan Ibnu Ziyad menjawab: “Yang kami inginkan adalah Husein mau tunduk kepada perintah gubernur Kufah Ubaidillah bin Ziyad.”
“Celaka kalian,” sergah Burair. “Lupakah kalian bahwa kalian telah menulis surat kepada junjunganku Husein dan menyatakan sumpah setia untuk berkorban demi beliau? Saat ini setelah Husein bersedia menjawab panggilan itu dan datang bersama sahabat-sahabatnya untuk memenuhi ajakan kalian, kalian malah menjual mereka kepada Ibnu Ziyad! Alangkah buruknya perlakuan kalian terhadap anak cucu Rasulullah. Semoga Allah membuat kalian kehausan di hari pembalasan nanti.”
Terdengar celoteh dari barisan musuh: “Hei Burair, kami tidak mengerti apa yang kau katakan.” Burair menjawab: “Puji syukur kepada Tuhan yang telah menunjukkan kepadaku siapakah kalian sebenarnya. Ya Allah, aku berlepas tangan dari perbuatan mereka. Tuhanku, balaslah kejahatan yang dilakukan oleh kelompok ini dengan kehinaan saat mereka menghadap-Mu dan jatuhkanlah laknat dan kemurkaan-Mu atas mereka.”
Setelah Burair berhenti berbicara puluhan anak panah menerjah ke arahnya. Burair kembali ke posisinya semula di barisan Imam Husein AS.
Imam Husein meminta kudanya. Setelah duduk di atas punggung kuda, beliau kembali menghadap pasukan Kufah. Sambil meletakkan sebuah naskah Al-Qur'an di atas kepalanya Imam Husein berkata: “Wahai penduduk Kufah, antara kita ada kitab suci Tuhan dan sunnah kakekku Rasulullah. Tahukah kalian bahwa pakaian yang melekat di tubuhku ini adalah pakaian Nabi? Tahukah kalian bahwa pedang dan perisai yang aku bawa adalah milik kakekku, Rasululah?”
Pasukan musuh membenarkan kata-kata Imam Husein. Menyaksikan itu beliau bertanya: “Kalau begitu, apa alasan kalian memerangiku?”
“Ketaatan kepada gubernur Ubaidillah bin Ziyad,” jawab mereka.
Mendengar jawaban itu, Imam berkata, “Celaka kalian yang telah berbaiat kepada orang seperti dia dan mengacungkan pedang ke arah kami. Celaka kalian yang memilih untuk menjadi pembela musuh-musuh Allah yang tidak akan berlaku adil terhadap kalian. Mengapa kalian justeru memerangi keluarga Rasul di saat pedang kaum durjana menguasai kalian dan untuk selanjutnya orang-orang zalim itu akan mengotori dunia dengan kezaliman mereka. Celakalah kalian yang telah mencampakkan kitabullah dan mengubah-ubah kandungannya. Mengapa kalian patuh kepada para pengikut syaitan, pendosa, durjana dan pelanggar ajaran Rasul? Mengapa kalian justeru mengikuti mereka serta meninggalkan dan tidak membela kami, keluarga Rasul? Demi Allah, bukan kali ini saja kalian melanggar sumpah setia. Kehidupan kalian sarat dengan pengkhianatan yang telah menyatu dengan kepribadian kalian. Ketahuilah bahwa Ibnu Ziyad telah memberiku dua pilihan. Kehinaan atau pembantaian. Kami tidak akan pernah memilih kehinaan. Sebab Allah, kaum mukiminin dan semua orang bijak tidak akan merelakanku memilih kehinaan. Mereka tidak akan menerima alasanku mengikuti orang-orang durjana itu. Kini aku bersama sanak keluarga dan sahabat-sahabatku yang berjumlah kecil ini bangkit untuk berjuang di jalan Allah dan siap untuk meneguk cawan syahadah. Wahai penduduk Kufah, ketahuilah bahwa setelah ini kalian tidak akan hidup lama. Inilah yang diberitahukan oleh ayahku dari kakekku Rasulullah. Wahai warga Kufah! pikirkanlah untuk selanjutnya selesaikan segera urusan ini. Ketahuilah bahwa Husein hanya berharap kepada Allah yang Maha Besar, sebab tak ada satupun makhluk yang hidup, kecuali seluruh urusan dan kehidupannya ada di tangan Allah. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.”
Kemudian Imam Husein membawakan bait-bait syair Farwat bin Masik Al-Muradi, salah seorang sahabat Nabi:
“Wahai kalian semua, jika kami menang itu sudah tradisi. Namun jika kami hancur ketahuilah bahwa kami tidak akan kalah. Jika kami berhasil membunuh, kemenangan ada pada kami, dan jika kami terbunuh kami tetap menang. Kami bukanlah pengecut dan berhati lemah. Kami adalah jawara dan pemberani. Jika kami terbunuh berarti itulah saat kesyahidan dan pengorbanan kami. Ketika kematian tidak menjemput suatu kaum, berarti ketika itu ia sedang merenggut kaum yang lain.”
“Inilah hari yang ditentukan bagi kami dan para pembela kami. Jika para tokoh dunia kekal kamipun pasti akan kekal, sebab kami adalah pemuka umat manusia. Jika para pemimpin meninggalkan dunia ini menuju ke alam keabadian, kamipun juga akan berjalan menuju ke sana.”
Imam Husein mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah, jangan kau siramkan hujan rahmat-Mu kepada kaum ini. Buatlah mereka hidup di bawah kekuasaan para durjana. Dudukkanlah budak dari Bani Tsaqif itu untuk menguasai mereka dan memberi mereka rasa kehinaan. Engkau tahu bahwa Husein selalu berserah diri dan bertawakkal kepadaMu. Engkaulah tempat kami semua kembali.”
Imam mengarahkan pembicaraannya kepada komandan pasukan musuh, Umar bin Saad: “Hei Umar! Apa engkau mengira dengan membunuhku engkau akan diangkat menjadi gubernur Rey dan Gurgan? Demi Allah engkau tidak akan mendapatkan impian itu. Kini lakukan apa maumu. Tapi ingat, bahwa setelah kematianku, engkau tidak akan mengalami saat bahagia sama sekali. Aku menyaksikan anak-anak kecil di Kufah yang bermain-main dan melempari kepalamu.”
Umar bin Saad naik pitam.
Hurr bin Yazid Ar-Riyahi berdiri di sisi Umar bin Sa'ad dan mendengarkan kata-kata Imam Husein dengan seksama. Dia melirik ke arah Ibnu Saad dan berkata: “Hei Ibnu Saad! Apakah engkau memang berniat membantai Husein?”
“Ya,” jawab Umar. “Demi Allah aku akan menggempur kelompok itu, setidaknya aku bisa memenggal kepala dan memotong tangan Husein.”
Hurr bertanya lagi: “Apakah engkau sudah memikirkan apa yang dikatakan Husein tadi?”
Ibnu saad menjawab: “Ya. Jika aku bisa, tentu aku akan menerima kata-katanya. Tapi Ubaidullah bin Ziyad menekankan untuk menghabisinya. Aku tidak punya pilihan lain.”
Hurr memalingkan pandangan ke arah orang-orang di sekitarnya. Pandangannya tertumpu kepada Qurrah bin Qais yang berada di sampingnya. Kepadanya Hurr berkata, “Hei Qurrah, sudahkah engkau memberi minum kudamu?” “Belum,” jawabnya.
Hurr berkata lagi, “Apakah engkau tidak mau memberinya minum?”
Kata-kata Hurr dicermati oleh Qurrah. Ia bisa menangkap maksud Hurr. Qurrah menduga bahwa Hurr berniat memisahkan diri dari barisan pimpinan Umar bin Saad tanpa harus diketahui orang lain.
Secepat kilat Hurr melesat ke arah perkemahan Imam Husein. Di tengah jalan ia dihadang oleh Muhajir bin Aus. Muhajir berseru memanggil Hurr, “Hei Hurr, apakah engkau berniat menyerang Husein sekarang?”
Muhajir yang menyaksikan tubuh Hurr yang menggigil dan wajahnya yang pucat pasi bertanya, “Hurr, Ada apa denganmu? Mengapa badanmu gemeter seperti ini. Padahal jika ada yang bertanya kepadaku siapakah jawara Kufah aku pasti akan menyebutkan namamu?”
Hurr menjawab: “Muhajir, aku berada di persimpangan jalan, jalan ke surga dan jalan ke neraka, dan aku harus memilih salah satunya. Demi Allah aku hanya menginginkan surga meski harus dibakar hidup-hidup.” Selepas mengucapkan kata-kata itu, Hurr melesat ke arah perkemahan Imam Husien AS dengan kepala tertunduk malu.
Dengan airmata yang membasahi pipinya, Hurr berseru, “Ya Allah, aku datang untuk menebus semua kesalahanku dan bertaubat kepada-Mu. Terimalah taubatku ini. Akulah yang telah melukai hati sanak kelurga Rasul.” Kepada Imam Husein AS, Hurr mengatakan, “Aku menyesali semua kesalahanku. Apakah taubatku bisa diterima? Ya Allah aku bertaubat kepada-Mu.”
Imam menjawab, “Ya, Allah menerima taubatmu.” Hurr berkata lagi, “Saat meninggalkan Kufah, aku mendengar suara yang memberiku kabar gembira akan surga. Dan kini aku berkata sendiri dalam hati, celaka aku yang telah diberi kabar gembira tentang surga tapi berniat memerangi cucu Rasulullah.”
Imam kembali berkata, “Engkau beruntung. Semoga Allah membalas kebaikanmu.” Hurr meminta izin untuk pergi ke medan dan berbicara dengan pasukan Kufah. Imam Husein mengizinkan. Hurr maju ke arah pasukan Ibnu Saad dan dengan suara lantang mengatakan, “Celaka kalian wahai penduduk Kufah! Kalianlah yang telah memanggil cucu Rasul untuk datang kepada kalian. Kalian mengaku bersedia mengorbankan jiwa untuknya. Tapi kini di saat beliau datang memenuhi panggilan kalian, kalian malah menyambutnya dengan pedang terhunus. Kalian memperlakukannya bagai tawanan perang dan menutup air untuk beliau dan keluarganya. Betapa buruknya kalian yang memperlakukan cucu Nabi sedemikian keji. Semoga Tuhan tidak menghilangkan dahaga kalian.”
Tiba-tiba sekelompok penunggang kuda keluar dari barisan pasukan Kufah dan menyerang Hurr. Hurr mundur dan menggabungkan diri dengan barisan Imam Husein AS, sebab beliau melarang sahabat-sahabatnya untuk memulai pertempuran.
Syimr maju ke arah barisan Imam Husein dan berseru, “Di mana anak-anak saudariku? Di mana Abbas dan adik-adiknya?” Mereka menolak untuk memenuhi panggilan Syimr. Kepada mereka Imam Husein berkata, “Penuhi panggilannya, meski dia seorang fasik.” “Hei Syimr, apa maumu?”
“Kalian adalah anak-anak saudara perempuanku. Aku akan memberi kalian keselamatan. Jangan binasakan diri sendiri. Tunduklah kepada Yazid.”
Abbas yang dikenal dengan Abul Fadhl dan saudara seayah Imam Husein menjawab, “Semoga Allah melaknatmu dan melaknat keselamatan yang kau janjikan itu. Semudah itukah engkau memberi kami keselamatan sedangkan jiwa Husein, putra Rasulullah tidak selamat? Kau menginginkan kami meninggalkannya dan tunduk kepada orang-orang terkutuk itu? Betapa kotornya pikiranmu!”
Drama padang Karbala memasuki babak baru. Umar bin Sa'ad maju mendekat ke arah perkemahan Imam Husein AS. Perlahan-lahan, dia meletakkan anak panah di busurnya dan membidikkannya ke arah pasukan suci itu. Anak panah melesat ke sasaran. Umar bin Saad berseru, “Wahai penduduk Kufah, saksikanlah bahwa aku adalah orang pertama yang membidikkan panah ke pasukan Husein. Sampaikan hal ini kepada gubernur Kufah, Ubaidillah bin Ziyad!”
Menyusul aksi Ibnu Sa'ad, pasukan Kufah menghujani kamp Imam Husein dengan anak panah. Tak ada sahabat Imam Husein yang selamat dari serangan itu. Imam dengan mantap menyuruh mereka untuk bergegas menyambut kesyahidan dan berkata, “Bangkitlah wahai para pembela agama Allah. Songsonglah syahadah yang telah menjadi bagian kita. Anak-anak panah ini adalah pesan yang mereka kirim.”
Para sahabat Imam Husein segera bangkit menyerang pasukan musuh. Pertempuran tak dapat dielakkan lagi. Ratusan pedang dan tombak menari-nari di medan medan laga. Beberapa saat kemudian bentrokan berhenti. Debu-debu yang bertaburan mulai kembali ke posisi semula. Tampak lima puluh orang sahabat Imam Husein jatuh bergelimang darah.
Yasar budak Ziyad dan Salim budak Ubaidillah bin Yazid datang ke medan laga dan menantang Habib bin Madhahir dan Burair bin Hudhair untuk duel. Imam tidak mengizinkan kedua sahabatnya itu untuk maju memenuhi tantangan tersebut. Dari dalam barisan pasukan Imam, Abdullah bin Umair Al-Kalbi yang dikenal pemberani, dan jawara di medan laga serta memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap datang menghadap Imam Husein dan meminta izin untuk berduel. Imam mengizinkan dan berkata, “Dia adalah prajurit yang mahir di medan laga.”
Melihat sahabat Imam itu, Yasar dan Salim bertanya, “Siapa kau?” Dengan melantunkan beberapa bait syair, Abdullah mengenalkan dirinya. Yasar dan Salim menyahut, “Kami tidak mengenalmu. Biarkan Zuhair, Habib atau Burair yang datang untuk berduel dengan kami.”
“Apakah kalian takut berhadapan denganku?” Kata-kata Abdullah membakar emosi mereka berdua. Salim menyerang. Duel antara Abdullah dan Salim berlangsung seru. Yasar secara diam-diam menyerang Abdullah dari belakang. Para sahabat Imam Husein berseru, “Hati-hati, Abdullah!” Salim memutar pedangnya dan mengayunkannya ke arah sahabat Imam itu. Abdullah menangkisnya dengan tangan kiri. Tak ayal pedang Salim memisahkan jar-jari tangan Abdullah dari badannya. Pukulan Salim dibalas dengan pukulan pedang. Salim terjerembab bermandikan darah. Abdullah kembali ke kemah Imam Husein. Kedatangan Abdullah disambut oleh istrinya yang lantas mendorongnya untuk kembali ke medan laga. “Abdullah, kembalilah ke medan dan korbankanlah dirimu untuk manusia suci dan anak Rasul ini. Demi Allah tak akan kubiarkan engkau gugur sendirian. Aku akan bersamamu menyongsong syahadah,” ujar sang istri. “Bukankah beberapa saat lalu, engkau mencegahku untuk berkorban demi Husein? Mengapa kini engkau juga ingin terjun ke medan tempur?” tanya Abdullah. Sang istri menjawab, “Jangan kau salahkan diriku. Baru saja aku mendengar Imam Husein mengatakan sesuatu?” “Apa yang beliau katakan?” tanya Abdullah. “Beberapa saat tadi aku mendengar Husein berkata, “Ah, betapa sedikitnya orang yang mau membelaku.”
Kepada Imam Husein, Abdullah berkata, “Ya Abu Abdillah, perintahkanlah istriku supaya kembali ke kemah.” Imam memerintahkan istri Abdullah untuk kembali dan mengatakan, “Allah membalas jasa baik kalian yang telah membela keluarga Nabi-Nya. Ummu Wahb, kembalilah ke kemah, sebab Allah tidak memerintahkan wanita untuk berperang.”
Sekonyong-konyong, Umar bin Khalid As-Saidawi bersama budaknya yang bernama Sa'ad, Jabir bin Haris dan Majma' bin Abdillah Al-Haizi secara serentak maju menyerang pasukan Kufah dan mengobrak-abrik barisan mereka. Tebasan pedang mereka menjungkalkan banyak prajurit musuh. Akhirnya pasukan Ibnu Saad mengepung mereka sehingga praktis sahabat-sahabat Imam Husein itu terpisah dari pasukan induk. Menyaksikan itu, Imam memerintahkan saudaranya yang bernama Abbas untuk pergi membantu dan menyelematkan mereka dari kepungan pasukan Kufah. Bagai singa kelaparan, Abbas menyerang dan mengobrak-abrik pasukan musuh untuk menyelamatkan keempat sahabat Imam Husein. Para jawara yang terluka itu kembali menyerang. Puluhan orang menggelepar-gelepar di tanah terkena tebasan pedang mereka. Akhirnya, keempat sahabat Imam Husein itu meneguk cawan syahadah, Inna lillah wa inna ilahi rajiun.
Imam Husein memegang janggutnya dan berkata, “Demi Allah, aku tidak akan tunduk kepada kemauan kaum durjana ini, sampai aku menemui Tuhanku dengan tubuh berlumur darah.”
Kemudian dengan suara lantang Imam Husein berseru: “Tidak adakah orang yang sudi membela keluarga Rasul?” Kata-kata imam itu disusul oleh ledakan tangis histeris para wanita dari dalam kemah.
Dari dalam pasukan musuh, Sa'ad bin Harits dan saudaranya Abul Hatuf sadar setelah mendengar seruan Imam Husein itu. Tanpa berpikir panjang, mereka berdua berbalik menyerang pasukan Umar bin Sa'ad. Sebelum gugur syahid, mereka berhasil membunuh beberapa orang prajurit Kufah.
Jumlah pasukan Imam Husein semakin berkurang dengan gugurnya beberapa orang dari kelurga Nabi. Akhirnya pertempuran berganti menjadi duel satu lawan satu. Banyak prajurit Kufah yang terbunuh. Umar bin Hajjaj berseru, “Wahai penduduk Kufah, tahukah kalian dengan siapa kalian berduel? Mereka adalah para jawara yang tak mungkin dikalahkan. Hujani mereka dengan batu, karena cara itulah yang paling tepat untuk menghabisi mereka.” Tak lama setelah itu, Umar bin Hajaj bersama pasukannya menyerang barisan Imam Husein. Meski berjumlah sedikit, pasukan Imam Husein tegar bertahan menghadapi mereka. Banyak pasukan musuh yang tewas di tangan jawara-jawara pembela keluarga Nabi. Pasukan Kufah mundur. Sahabat-sahabat Imam menghujani mereka dengan anak panah. Tak berapa lama, Umar bin Hajjaj bersama Abdullah Bajali kembali menyerang. Bentrokan kembali meletus. Setelah pasukan musuh kembali menarik diri, tampak Muslim bin Ausajah, salah seorang sahabat setia Imam Husein, terkapar di tanah dengan tubuh berlumur darah. Muslim bin Ausajah adalah seorang yang dikenal pemberani di kota Kufah. Dialah yang menjadi wakil Muslim bin Aqil di Kufah untuk mengumpulkan dana, membeli persenjataan, dan mengambil baiat untuk Imam Husein. Dialah yang di malam Asyura ketika Imam Husein menyuruh para sahabat untuk pergi meninggalkannya, dengan mantap bangkit dan berkata, “Wahai putra Rasulullah, untuk apa kami harus pergi meninggalkanmu? Jika itu kami lakukan apa jawaban kami di hadapan Allah nanti? Demi Allah, aku akan tancapkan tombakku di dada musuh-musuhmu. Selagi pedang ada di tanganku, aku akan memukulkannya di tubuh pasukan musuh. Jika aku tidak memiliki senjata aku akan berperang dengan batu. Demi Allah kami tidak akan meninggalkanmu. Biarkan Tuhan menyaksikan pengorbanan dan pembelaan kami kepada kehormatan Nabi. Demi Allah untuk membelamu, aku siap dibunuh lalu dihidupkan kembali. Setelah itu di bunuh dan dibakar dan abu pembakaran tubuhku ditaburkan. kemudian aku dihidupkan. Begitu seterusnya sampai tujuh puluh kali. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sampai nyawaku terlepas dari badan ini. Bukankah aku cuma akan mati sekali untuk kemudian pergi ke alam keabadian?
Muslim kini kini tergeletak di tanah. Imam Husein bersama Habib bin Madhahir mendatanginya.Imam mendoakannya. Habib bin Madhahir yang juga sahabat karib Muslim berkata kepadanya, “Sulit bagiku menyaksikan keadaanmu seperti ini. Bergembiralah, karena sebentar lagi engkau akan pergi ke surga.” Dengan suara lirih yang nyaris tak terdengar, Muslim berkata, “Allah juga telah menyediakan surga untukmu.”
“Muslim,” kata Habib. “Jika aku masih bisa hidup lama setelahmu, aku siap menerima wasiatmu. Tapi aku tahu bahwa tak lama lagi akupun akan menyusulmu.” Muslim menunjuk kepada Imam Husein dan mengatakan, “Habib sahabatku, wasiatku satu-satunya adalah jangan sampai engkau meninggalkan Husein.” Setelah mengucapkan kata-kata ini, muslim menutup mata untuk selamanya, inna lillahi wa inna ilahi rajiun. Saat itulah Imam Husien AS membacakan ayat Al-Qur'an
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَي نَحْبَهُ فَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَلُوْا تَبْدِيْلاً
Pasukan Kufah bersorak gembira karena berhasil membunuh Muslim bin Ausajah. Syabats bin Rab`i dengan suara lantang berseru, “Hei kalian semua, apakah dengan membunuh Muslim kalian sedemikian bersuka cita? Celaka kalian! Tahukah kalian bahwa Muslim sangat dihormati oleh kaum muslimin? Demi Allah! pasukan kafir gentar menghadapi pedangnya. Dialah jawara yang membuat pasukan musuh ketakutan.”
Syimr dan beberapa orang prajurit Kufah menyerang perkemahan Imam Husein. Abdullah bin Umair Al-Kalbi datang menghadang laju mereka. Dengan semangat tinggi dan jiwa kepahlawanan, sahabat Imam Husein itu menari-narikan pedangnya. Beberapa orang roboh terkena sabetan pedang Abdullah yang menyambar-nyambar bagai petir. Namun tak lama kemudian, pedang Hani Shabiy Al-Hadhrami berhasil memisahkan tangan kanan Abdullah dari badannya. Ketangkasan Ibnu Umair mengendur. Mendadak sebuah sabetan pedang merobohkan sahabat Imam Husein itu. Abdullah gugur sebagai syahid.
Dengan tergopoh-gopoh, istri Abdullah datang dan memangku tubuh tak bernyawa itu sambil membersihkan darah yang membasahi wajahnya. Kepada suaminya sang istri berkata, "Berbahagialah, karena engkau kini telah terbang ke surga sana. Aku berharap Tuhan juga memberiku tempat di surga bersamamu." Adegan itu disaksikan oleh Syimr. Dia segera memanggil budaknya dan memerintahkannya untuk menghabisi Ummu Wahb, istri Abdullah. Sang budak yang berhati batu itu melaksanakan perintah tuannya. Tanah Karbala kembali dibasahi oleh darah manusia suci, pembela keluarga Nabi. Pembantaian itu sekaligus menobatkan Ummu Wahb sebagai wanita pertama yang syahid dalam tragedi Karbala.
Pasukan Kufah yang kesetanan dengan keji memanggal kepala Abdullah bin Umair dan melemparkannya ke perkemahan Imam Husien AS. Kepala itu disambut oleh ibu Abdullah yang lantas menciuminya. Tanpa diduga, wanita tua itu bangkit dan mengambil sepotong kayu lalu menyerang ke arah pasukan musuh. Imam Husein datang mencegah dan mengatakan, "Kembalilah ke kemah. Semoga Allah mengampunimu. Tuhan tidak mewajibkan jihad atas wanita."
Syimr dan pasukannya kembali menyerang. Kali ini Zuhair bin Al-Qain bersama sepuluh orang sahabatnya menyambut kedatangan mereka. Bentrokan tak dapat dihindari. Meski berjumlah sedikit mereka berhasil memporak-porandakan barisan pasukan Kufah. Keperkasaan sahabat-sahabat Imam Husein di medan laga dan kepiawaian mereka menarikan pedang menciutkan nyali pasukan Kufah. Qais, komandan pasukan berkuda Kufah, yang menyaksikan kekalahan orang-orangnya meminta bantuan pasukan yang lebih banyak. Umar bin Sa'ad segera mengirimkan pasukan pimpinan Hushain bin Umair.
Bentrokan masih terus berkecamuk. Pasukan Imam Husein AS bagai singa kelaparan mencabik-cabik pasukan musuh tanpa mempedulikan besarnya jumlah mereka. Beberapa orang Kufah jatuh tersungkur bersimbah darah. Pasukan Imam Husien hanya berpikir untuk mempersembahkan yang terbaik kepada keluarga Rasulullah. Zuhair dan sahabat-sahabatnya, bagai benteng kuat yang menghalangi pasukan musuh untuk sampai ke perkemahan Imam Husein AS. Meski berulang kali berusaha melumpuhkan mereka, namun Umar bin Sa'ad dan pasukannya tetap gagal menembus pertahanan itu.
Akhirnya, Ibnu Sa'ad memerintahkan orang-orangnya untuk membakar kemah Imam Husein. Tak ayal lagi, wanita dan anak-anak yang sejak tadi berada di dalam kemah berhamburan keluar. Saat itulah, Abu Sya'sa Al-Kindi maju melindungi Imam Husein dari gempuran musuh sambil membidikkan anak panahnya ke arah mereka. Beberapa orang menggelepar-gelepar di tanah terkena panahnya. Imam Husein yang menyaksikan adegan itu berdoa, "Ya Allah, kuatkanlah tangannya, tepatkanlah bidikannya dan berikanlah surga kepadanya sebagai pahala kebaikannya." Namun tak lama kemudian, Abu Sya'sa pun pergi menemui Tuhannya setelah mempersembahkan jiwa dan raganya kepada Islam. Inna lillah, wa inna ilahi rajiun.

Kisah Terbunuhnya Hussein r.a. (bag 1) ~ artikel islam, makalah, informasi & ebook

Kisah Terbunuhnya Hussein r.a. (bag 1) ~ artikel islam, makalah, informasi & ebook

Kamis, 06 Februari 2014

Kembalinya TQN ke Tanah Leluhur

Kembalinya TQN ke Tanah Leluhur

Syekh-Ahmad-KhatibProvinsi Kalimantan Barat adalah daerah kelahiran ulama besar awal abad ke-19, Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi. Nama al-Sambasi dinisbatkan kepada tempat kelahirannya yaitu Sambas, saat ini merupakan salah satu kabupaten di provinsi itu.
Kabupaten ini terletak di ujung barat pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia Timur. Kabupaten Sambas berdiri di atas bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas.
Semula Sambas adalah sebuah kerajaan Hindu. Pengaruh Islam datang dari Kesultanan Brunei Darussalam. Sampai akhirnya pada paruh pertama abad ke-17 berdirilah Kesultanan Sambas Islam di bawah pimpinan Raden Sulaiman, putra sulung Sultan Tengah yang merupakan salah seorang pangeran dari Kesultanan Brunei.
Sejak itu, Islam mulai mengakar dan mewarnai budaya masyarakat Sambas. Seiring dengan itu, semangat keilmuan dan keagamaan semakin meningkat. Di paruh kedua abad ke-19 dibangunlah Masjid Agung Sambas dan institusi-institusi pendidikan keagamaan. Pada suasana masyarakat dan keagamaan seperti inilah Syekh Ahmad Khatib dilahirkan pada 1803 M.
Syekh Ahmad Khatib dilahirkan di Kampung Dagang, Sambas, dari ayah bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Sejak kecil beliau sudah menunjukkan bakat keagamaan yang tinggi, sehingga oleh orangtuanya beliau dikirim ke Makkah untuk melanjutkan studi agama. Berkat keunggulan intelektual dan ruhaninya, beliau diangkat menjadi imam di Masjidil Haram. Beliau tak pernah kembali ke Sambas hingga akhir hayatnya. Beliau wafat di Makkah pada 1872.
Syekh Ahmad Khatib masuk di jajaran ulama nusantara yang kiprahnya cemerlang di Timur Tengah. Namun kisah hidup dan karyanya tidak banyak terekam sejarah. Satu karya monumentalnya adalah kitab Fath al-‘Ārifîn yang merupakan kompilasi ceramah-ceramahnya terkait Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Yang terkenang hingga kini di hati jutaan umat Islam nusantara adalah, beliau pendiri Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Thariqah yang didirikannya itu kini menjadi anutan jutaan umat Islam di Indonesia, bahkan hingga seantero dunia Islam Asia Tenggara.
Menurut penelitian Martin van Bruinessen, sebagai seorang mursyid beliau memiliki banyak murid terutama orang-orang nusantara yang berhaji sekaligus belajar ke Makkah. Di antara mereka ada yang beliau angkat sebagai khalifah (wakil) yang diberikan wewenang untuk menyebarkan ajaran-ajaran tasawufnya ke daerah masing-masing. Di antaranya adalah Syekh Abdul Karim dari Banten, Syekh Thalhah dari Cirebon dan Syekh Hasbullah bi Muhammad dari Madura, Syekh Muhammad Isma’il bin Abdul Rahim dari Bali, Syekh Yasin dari Kedah (Malaysia), dan Syekh Muhammad Ma’ruf bin Abdul Khatib dari Palembang.
Di antara nama-nama itu, tiga yang pertama adalah yang silsilah pengajarannya masih bersambung hingga hari ini dan menyebar ke seantero nusantara. Syekh Yasin sendiri yang kemudian tinggal di Mempawah, Kalimantan Barat, jejak pengajarannya tidak banyak diketahui. TQN justru mengakar di Jawa melalui silsilah pengajaran Syekh Abdul Karim, Syekh Thalhah dan Syekh Ahmad Hasbullah.
Hingga satu setengah abad lebih sejak wafatnya Syekh Ahmad Khatib, TQN tak kunjung banyak dikenal masyarakat Sambas. Namun kini,thariqah ini sudah dikenal luas tokoh dan masyarakat Sambas, terutama TQN Suryalaya di bawah bimbingan mursyid Abah Anom (Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin). Abah Anom adalah murid dan penerus jubah kemursyidan Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang merupakan murid terbaik Syekh Thalhah dari Cirebon.
Pelan tapi pasti, TQN semakin di kenal luas di tanah kelahiran Syekh Ahmad Khatib. Bahkan sejak tahun 1990-an Yayasan Serba Bhakti (YSB), organisasi dakwah TQN Suryalaya, telah mendirikan cabangnya di Kalimantan Barat. Wakil talqin pun diangkat, yaitu KH.Muhammad Nur bin H.Abd.Fatah dan KH.Nur Muhammad Soharto. Keduanya berwenang memberikan talqin (baiat) serta membina para ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di Kalbar.
Di permulaan 2014 ini, melalui wasilah KH.Wahfiudin Sakam, wakil talqin dari Jakarta,  puluhan tokoh agama dan ratusan Muslim Sambas bertalqin menjadi murid Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi melalui silsilah muridnya Syekh Thalhah, Syekh Abdullah Murabak dan akhirnya Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’Arifin.
Dari tanggal 19 hingga 27 Januari lalu, KH.Wahfiudin dan tim berkeliling tiga kota, Singkawang, Sambas dan Pontianak dalam program Safari Dakwah demi mengokohkan menara TQN di tanah leluhur pendirinya. (CCP)

Arab Saudi pun menjadi Negara Arab paling Terpengaruh oleh Virus HIV

Arab Saudi pun menjadi Negara Arab paling Terpengaruh oleh Virus HIV

4arabArab Saudi menjadi negara Arab paling terpengaruh oleh virus HIV meskipun merupakan negara terbesar di dunia Arab.  Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh Departemen Kesehatan pada Hari AIDS Dunia, mengatakan bahwa 18.762 kasus telah ditemukan di Arab Saudi sejak tahun 1984 sampai akhir 2012, yang meliputi 5.348 warga Saudi dan 13.414 orang asing.
“Ada penurunan yang signifikan dari 6,1 persen pada kasus AIDS di antara Saudi dibandingkan dengan tahun 2011 dan 1,8 persen dibanding 2010,” menurut laporan tersebut.
Otoritas kesehatan telah melakukan pemeriksaan kesehatan wajib selama perpanjangan ijin tinggal expatriat dan sebelum penerbitan izin baru bagi pekerja.
Tahun lalu, ditemukan sekitar 1.233 kasus baru terinfeksi virus, termasuk 431 warga Saudi dan 802 orang asing. Ada rasio AIDS lima berbanding satu antara pria dan wanita Saudi.  Sekitar 74 persen pasien HIV adalah antara usia 15 dan 49.
Laporan itu mengatakan bahwa 96 persen orang positif HIV melalui hubungan seksual, 2,5 persen melalui suntikan dan 1,5 persen karena infeksi selama kehamilan.
Sanaa Felimban, ketua Asosiasi Charity Saudi untuk penderita AIDS ( SACA ), mengatakan kepada Arab News : “Tidak ada yang hanya boleh berasumsi bahwa virus tidak akan mempengaruhi mereka. Lebih dari 600 perempuan Saudi yang terinfeksi AIDS pasca – pernikahan.  Sekitar 80 persen perempuan Saudi terinfeksi penyakit dari suami mereka. Mayoritas pasien wanita menemukan bahwa mereka terinfeksi hanya setelah memiliki beberapa anak-anak.”
Felimban mengatakan perempuan harus melakukan test AIDS sebelum mereka hamil dan bahkan selama beberapa bulan pertama kehamilan.
Ziad Memish, wakil menteri Kesehatan, mengatakan: “Kementerian memperluas unit mobile untuk diagnosis HIV dan konseling terkait AIDS.” Ekspatriat yang didiagnosis dengan HIV/AIDS akan dikarantina sebelum dideportasi.
Shihab Kottukad, seorang pekerja sosial India, mengatakan: “Banyak ekspatriat yang terjangkit virus enggan kembali ke rumah karena takut stigma. Bahkan banyak orang hanya menahan diri dari mendapatkan diuji sama sekali karena diskriminasi sosia.”  Virus HIV telah merenggut lebih dari 36 juta orang sejak ditemukannya virus lebih dari 20 tahun yang lalu.
Beginilah kondisi negeri yang selama ini dianggap sebagai negeri kaum muslimin, namun memiliki persoalan serupa dengan penyebaran HIV/AIDS dengan negeri-negeri lain. Banyak para wanita yang menjadi korban HIV karena perilaku seks bebas dari suami-suami mereka.   Apalagi solusi yang banyak diprogramkan oleh pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan, yaitu menutup semua peluang terjadinya seks bebas dikalangan masyarakat yaitu dengan menutup tempat-tempat prostitusi  dan sanksi yang tegas bagi pelaku seks bebas seperti yang telah diatur dalam syariah Islam (tomykhan/detikislam.com).
Sumber: arabnews

Sejarah Singkat Sufisme dan Komunitas Sufi di Amerika Serikat

Sejarah Singkat Sufisme dan Komunitas Sufi di Amerika Serikat

AMERIKA SERIKATPenting untuk memahami sejarah dan perkembangan tasawuf di Amerika Serikat untuk benar-benar mendapatkan rasa peran tradisi spiritual ini dalam lanskap keagamaan yang beragam yang ditemukan di Amerika Serikat saat ini .
Sufisme telah melalui banyak tahapan dalam perkembangannya sebagai tradisi spiritual permanen di Amerika Serikat , dan masih sangat beragam dalam cara di mana ia dipraktekkan dan wilayah di dunia yang masyarakat sufi Amerika Serikat berasal .
Hermansen (2000) menunjukkan bahwa sedikit perhatian telah diberikan kepada gerakan Sufi di Amerika Serikat karena mereka belum dianggap sebagai penduduk yang signifikan dalam hal komunitas Muslim secara keseluruhan .
Dia menggunakan gerakan istilah untuk menggambarkan kelompok Sufi . Komunitas istilah atau kelompok akan digunakan daripada gerakan karena gerakan istilah yang sering menyiratkan koneksi politik atau reformis yang mendasari , yang jarang menjadi bagian dari komunitas Sufi di Amerika Serikat.
Gabbay ( 1988) juga memberikan deskripsi tentang sejarah dan perkembangan tasawuf , termasuk pengenalan tasawuf ke Amerika Serikat . Lebih penting lagi ia menawarkan deskripsi praktisi Sufi Amerika Serikat di mana 131 praktisi mengisi survei mengukur tingkat keterlibatan mereka dengan tasawuf dan dampak tasawuf pada kehidupan mereka .  Jenis penelitian yang mengarah ke pemahaman yang lebih besar tentang sejarah dan tempat tasawuf dalam lanskap spiritual Amerika Serikat .
Hermansen menunjukkan bahwa ada sejumlah gerakan yang berorientasi Sufi atau dipengaruhi oleh mistisisme Islam tetapi yang tidak mengikuti praktek hukum Islam . Dia mengacu pada jenis gerakan sufi sebagai abadi karena mereka menekankan kesatuan agama dan biasanya tidak memerlukan praktek formal Islam oleh anggota mereka . Kedua kelompok Sufi abadi dan lebih kelompok Sufi tradisionalis terus eksis di Amerika Serikat, dan banyak dari mereka menjaga hubungan dengan satu sama lain meskipun mereka berbeda dalam doktrin . Godlas ( 2004 ) mengacu pada tiga kategori utama tasawuf di Amerika Serikat , tarekat sufi Islam , Quasi – Islam Sufi organisasi , dan organisasi Sufi Non  Islam . Ini adalah deskripsi akurat tentang kelompok Sufi di Amerika Serikat selama abad yang lalu , dan menunjukkan kesulitan memeriksa praktek-praktek kelompok Sufi karena perbedaan tingkat kepatuhan terhadap doktrin tradisional .
Perkenalan awal tasawuf ke Amerika Serikat terjadi di awal 1900-an melalui sarjana , penulis , dan seniman yang sering mengakses informasi tentang tasawuf melalui gerakan orientalis . Contoh tokoh Barat yang dipengaruhi oleh tasawuf termasuk Ralph Waldo Emerson , Rene Guenon , Reynold Nicholson , dan Samuel Lewis . Orang-orang ini membantu untuk memperkenalkan konsep-konsep tasawuf ke khalayak yang lebih besar melalui tulisan-tulisan mereka , diskusi dan metode lain pengaruh . Emerson , misalnya , dipengaruhi oleh puisi sufi Persia seperti yang dari penyair Saadi , dan pengaruh ini kemudian tercermin dalam puisi dan esai Emerson sendiri . Rene Guenon dimasukkan informasi tentang tasawuf dalam filsafat tradisionalis , dan Nicholson menawarkan pembaca Barat beberapa sufi besar bekerja untuk pertama kalinya dalam bahasa Inggris , terutama Matsnawi dari Syekh Jalaluddin Rumi .
Pertama tokoh sufi utama di Amerika Serikat adalah Hazrat Inayat Khan , seorang musisi dari India . Dia dicampur aspek tasawuf dan Islam dengan konsep dan praktek-praktek spiritual , musik dan agama lainnya . Dia tidak benar-benar mempertimbangkan kelompoknya,  kelompok sufi dan berkhotbah sebagai gerakan spiritual Universalis . Webb ( 1995 ) menyatakan : ” Hazrat percaya takdir telah memanggilnya untuk mempercepat ” Pesan universal waktu , ” yang menyatakan bahwa tasawuf tidak dasarnya terikat dengan Islam historis , melainkan terdiri dari abadi , ajaran universal yang terkait dengan perdamaian, harmoni , dan kesatuan penting dari semua yang ( dan makhluk ) ” ( hal. 253 ) . Tarekat Hazrat Inayat Khan di Amerika Serikat , yang disebut ‘ The Tarekat Sufi di Barat ‘ didirikan pada tahun 1910 . Order terus mengalir melalui murid-muridnya, Rabia Martin dan Samuel Lewis . Akhirnya Lewis memisahkan diri dari urutan asli dan mulai untuk membentuk perkumpulansufi dengan murid-muridnya sendiri . Kejadian serupa juga terjadi pada  cabang break- away Sufi dan kelompok-kelompok yang melibatkan individu yang berorientasi Sufi, seperti Frithjof Schoun dan Rene Geunon , Irina Tweedie dan lain-lain serta kerabat dari Hazrat Inayat Khan.  Ini menyebabkan pertumbuhan dalam sufi yang berbeda di tengah masyarakat,  berdasarkan keyakinan individu dan pencampuran dari berbagai tradisi Timur dan Barat . Pir Vilayat Inayat Khan , putra sulung Inayat Khan , menjadi kepala Ordo Sufi di Barat pada tahun 1956 , setelah belajar di Paris dan Inggris . Baik dia dan ayahnya adalah penulis produktif dalam bahasa Inggris dan banyak buku awal berurusan dengan tasawuf yang tersedia di Amerika Serikat Serikat adalah hasil publikasi mereka . Pir Vilayat menulis tentang praktik meditasi dan praktek Sufi lainnya , musik dan psikologi sufi ( Khan , 1993, Spiegelman , Khan & Fernandez , 1991) . Ajaran-ajaran ayahnya diterbitkan dalam banyak volume oleh murid . Mereka berurusan dengan topik yang lebih umum berhubungan dengan spiritualitas , bukan keyakinan khusus Sufi atau ide ( Khan , 1978, Khan 1982) .
Gelombang besar kedua yang menarik di Sufisme di Amerika Serikat terjadi di tahun 1960 selama / gerakan kontra-budaya hippie . Webb menunjukkan bahwa orang Amerika Serikat mencari guru Timur untuk belajar kearifan tradisional tetapi tidak peduli dengan fondasi sejarah dari tradisi yang terkait dengan kebijaksanaan ( Webb , 1995, hal . 252 ) . Angka Frithjof Schuon seperti Rene Guenon dan menjadi guru kearifan tradisional yang berkaitan dengan dan kadang-kadang langsung berurusan dengan ajaran-ajaran Sufi . Meskipun angka-angka ini hidup dan mulai mengajar di bagian awal abad ajaran dan tulisan-tulisan mereka memainkan peran yang lebih besar di pertengahan abad kedua puluh ketika mereka menjadi tersedia untuk khalayak yang lebih luas di Amerika Serikat . Keduanya pendukung tradisionalis atau filsafat perennial (lihat Guenon , 1962, 2001) .  Schuon (1907-1998) adalah seorang warga negara Swiss yang menghabiskan banyak waktunya di Perancis dan menerbitkan semua karya utamanya dalam bahasa Prancis . Sebagian besar tulisannya kini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan memberikan kontribusi pada tubuh bekerja ditulis pada awal abad kedua puluh yang menunjukkan pemikiran filosofis dan spiritual yang muncul ketika Timur bertemu Barat. Schuon juga dikenal sebagai Syekh ` Isa Nur al- Din Ahmad al – Shadhili alDarquwi al- ` Alawi al- Maryami . Dia dikatakan telah diinisiasi ke dalam Shadhiliyah Sufi Order dan menjadi pemimpin cabang sendiri Ordo di Amerika Serikat Serikat , yang dikenal sebagai Maryama Order ( Schuon , 1981) . Seperti Schuon , Rene Guenon (1886-1951) juga bepergian secara luas dan mengalami berbagai agama , akhirnya menjadi diinisiasi ke dalam Ordo Sufi . Guenon , meskipun  disebut sebagai praktisi tasawuf sendiri , terus menulis dan mengajar dari titik multi- agama pandang . Dia pernah tinggal di Amerika Serikat Serikat, tetapi dari tulisan-tulisan para pemimpin lainnya tasawuf di barat dapat dilihat bahwa Guenon memiliki pengaruh besar pada masyarakat akademik di Amerika Serikat .
Dari kelompok Sufi yang berkembang di tahun 1960-an dan 1970-an beberapa bersekutu dengan Islam dan ajaran dan praktik Sufi tradisional , sementara yang lainnya lebih longgar terkait dengan tasawuf tradisional dan dimasukkan apa yang mereka inginkan dari keyakinan dan praktek Sufi ke dalam kelompok mereka . Sebuah contoh dari kelompok yang Godlas ( 2004) menganggap kelompok Sufi non Islam adalah Sufi Ruhaniat International didirikan oleh Samuel Lewis , yang awalnya seorang murid Hazrat Inayat Khan . The Order mengklaim memiliki anggota yang secara resmi dimulai siswa tetapi metode mereka inisiasi dan terminologi doktrinal tidak didasarkan pada doktrin Sufi tradisional . Sebaliknya, mereka menggemakan ide-ide universal pertama diajukan oleh Inayat Khan di bagian awal abad ini . Itu selama 60 bahwa Lewis menciptakan Dances of Universal Peace yang dikenal sebagai ” Sufi menari . ” Idries Shah (1924-1996) adalah salah satu individu yang paling penting dalam hal mempopulerkan Sufisme di Amerika Serikat , dan mungkin masih penulis sufi paling terkenal di Barat . Dia mulai menulis pada 1960-an dan terus memproduksi buku-buku populer , meskipun ia berpendapat bahwa tasawuf tidak terikat dengan Islam atau agama lain . Dia menghasilkan puluhan buku , banyak dari mereka mengadaptasi cerita Sufi tradisional untuk pembaca Barat ( Williams , 1974).
Kelompok-kelompok lain , seperti Bawa Muhaiyadeen Fellowship di daerah Philadelphia , mulai dengan sedikit hubungan formal dengan Islam namun perlahan-lahan bergerak lebih ke arah tasawuf tradisional dan Islam mainstream . Kelompok Sufi Bawa Muhaiyadeen adalah contoh dari kelompok Sufi yang dicampur tren sebelumnya praktek Sufi yang terjadi selama tahun 1960-an dan praktek-praktek tradisional yang muncul dalam kelompok Sufi hari ini. Bawa Muhaiyadeen tiba di Philadelphia pada tahun 1971 dan keanggotaan kelompok , yang dikenal sebagai ” the Fellowship ” tumbuh dengan cepat dan berjumlah hampir seribu selama hidupnya . Dia tinggal dan memimpin komunitasnya selama 15 tahun sampai kematiannya . Masyarakat membangun sebuah masjid pada tahun 1983 di mana salat berjamaah yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam . Hari ini , orang-orang yang berkumpul di masjid ini termasuk mualaf asli dan sejumlah besar imigran dan non – mengkonversi Muslim Amerika Serikat yang tidak selalu memiliki kesetiaan kepada Bawa atau ajaran-ajarannya . Ajaran Bawa yang setia mencatat , diterjemahkan dan diterbitkan oleh pengikutnya , dan ajarannya terus disosialisasikan dan mengumpulkan pengikut baru . Pada saat yang sama , bagian dari komunitasnya telah menjadi diserap ke dalam komunitas Muslim yang lebih besar dan tidak dibedakan sebagai ” komunitas Sufi . ”
Hadirinya kelompok Sufi di Amerika Serikat. termasuk kelompok yang didirikan pada gelombang awal tahun 1920-an dan 1960-an , dan masyarakat sufi dibentuk atau difasilitasi oleh imigran baru  yang berimigrasi ke Amerika Serikat yang  sebelumnya telah berafiliasi dengan sufi di negara-negara asal mereka . Webb menegaskan bahwa beberapa imigran Muslim bergabung dengan komunitas Sufi di Amerika Serikat untuk menumbuhkan religiusitas lebih dalam , atau mereka melihat Sufisme sebagai alternatif untuk modernitas . Saat ini, banyak orang menjadi terlibat dalam tasawuf sebagai kontras dengan semakin kuatnya pengaruh sekte yang lebih puritan Islam yang memiliki pengaruh pertumbuhan pada Islam mainstream .
Mayoritas masyarakat Sufi di Amerika Serikat adalah cabang dari sufi yang ada di seluruh dunia dan berasal dari masyarakat Muslim tradisional . Para pemimpin perintah ini biasanya tidak tinggal di Amerika Serikat, tetapi menunjuk Syekh atau pemimpin lokal untuk mengawasi aktivitas dari urutan di Amerika Serikat . Hari ini hampir setiap order Sufi  di dunia memiliki wakil di Amerika Serikat, baik dalam bentuk satu atau beberapa komunitas di seluruh negeri atau dengan mengunjungi atau  bepergian atas perintah Syekhnya . Ada setidaknya terdapat selusin sufi dengan masyarakat yang lebih besar yang  didirikan di Amerika Serikat .
Contoh perintah Sufi yang telah membentuk komunitas di Amerika Serikat Serikat adalah Jerrahiyyah Orde darwis , Naqshbandi , Tarekat Mevlevi , Nimatullahi Order, Tijani Order dan Qadiriyyah Order. Tarekat Naqsybandi diwakili oleh komunitas yang sangat besar di Amerika Serikat Serikat di bawah kelompok Naqshbandi -Haqqani yang didirikan oleh Syekh Nazim . Order dijalankan oleh Syekh Hisyam Kabbani , seorang pria Timur Tengah yang telah berkembang menjadi seorang tokoh internasional yang mewakili sufi Amerika Serikat dalam perjalanannya di seluruh dunia . Dia datang ke Amerika Serikat pada tahun 1991 dan telah mendirikan tiga belas pusat Sufi di seluruh Amerika Serikat dan Kanada . Orde Chishti adalah Tarekat utama Asia Selatan yang juga menjadi didirikan dengan beberapa cabang yang beroperasi di seluruh Amerika Serikat t dan Kanada . The Nimatullahi Order juga mapan di Amerika Serikat karena pemimpinnya , Dr Javad Nurbaksh , yang telah menerbitkan puluhan buku dalam bahasa Inggris pada topik mulai dari praktek-praktek dasar Sufi , simbolisme Sufi , dan psikologi sufi . Order juga menerbitkan majalah dalam bahasa Inggris dan Persia disebut Sufi : A Journal of tasawuf . Meskipun Rumi menjadi salah satu tokoh yang paling penting sejauh mengekspos konsep Sufi ke Barat dalam beberapa dekade terakhir , namun ajaran-ajaranya yang dipraktikan di Amerika Serikat tidak dalam bentuk tradisional , melainkan sebagai Quasi – Islam Sufi Organisasi, yang merupakan istilah yang  digambarkan oleh Godlas ( 2004) .
Beberapa komunitas Sufi secara longgar terkait dan bertemu secara sporadis . Yang lain sangat erat hubunganya dan membentuk sebuah masyarakat yang secara aktif mempraktekkan aspek kehidupan sehari-hari mereka dalam bentuk komunitas . Beberapa komunitas Sufi , seperti Bawa Muhayiadden Fellowship , bahkan memiliki mesin cetak sendiri .
Kita tidak bisa mendiskusikan tasawuf di Amerika Serikat tanpa menyebutkan beberapa tokoh akademis besar yang selama setengah abad terakhir  telah banyak berkipah, melalui tulisan atau pengajaran mereka  yang dipengaruhi tasawuf Amerika Serikat dalam banyak cara . Beberapa individu dalam pengaturan universitas telah memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang tasawuf untuk populasi siswa yang besar , mempopulerkan Sufisme di antara generasi muda Amerika Serikat . Seyyed Hossein Nasr dan Victor Danner adalah satu di antara generasi tua guru yang ajarannya dalam pengaturan American University telah membantu membentuk pemahaman tasawuf Amerika Serikat. Nasr , awalnya menteri pendidikan di Iran sebelum revolusi Iran telah diajarkan di beberapa  lembaga pendidikan dan  ia merupakan penulis puluhan buku dan artikel dalam berbagai bahasa berurusan dengan tasawuf dan sufi topik . Keterlibatannya dalam membawa ratusan siswa muda ke dalam lipatan tasawuf tidak dapat diremehkan . Victor Danner , yang lahir di Meksiko pada tahun 1926 dan gelar PhD dari Harvard University setelah menjabat sebagai seorang pemuda di Perang Dunia II . Dia mengajar di Indiana University selama lebih dari dua dekade dalam mata pelajaran tasawuf , Islam , mistisisme , serta bahasa Arab . Dia menulis beberapa buku dan banyak artikel yang telah memberi kontribusi pada literatur yang tersedia tasawuf , dan kursus nya berurusan dengan tasawuf yang sangat populer di seluruh tahun 1970-an dan 1980-an . Tiga ulama lain yang , meskipun tidak Amerika Serikat atau guru di sekolah Amerika Serikat , yang memiliki dampak yang kuat pada tasawuf Amerika Serikat , termasuk Martin Lings , Titus Burckhardt , dan Annemarie Schimmel . Ada sedikit informasi biografis tersedia baik untuk Lings atau Burckhardt yang tinggal hidup cukup pribadi dan terkenal karena tulisan-tulisan mereka dalam bahasa Inggris berurusan dengan tasawuf . Burckhardt adalah seorang Swiss yang mengikuti sekolah tradisionalis , dan tulisan-tulisan dan esai menyentuh tasawuf nya . Lings adalah mantan Penjaga naskah Oriental di British Museum dan Perpustakaan , dan telah menulis beberapa buku terkenal dan diakui berurusan dengan Mistisisme Islam serta biografi Nabi Muhammad . Annemarie Schimmel , seorang sarjana Jerman dan ahli bahasa , menulis lebih dari lima puluh buku yang berhubungan dengan Islam , tasawuf dan topik Asia Selatan . Dia adalah seorang ahli dalam mistisisme Islam dan buku-bukunya sangat populer di Amerika Serikat . Tulisan ketiga ulama ‘ adalah sangat penting bagi siswa Barat Amerika Serikat dan lainnya tasawuf , dan terus menjadi teks otoritatif bagi mereka yang tertarik dalam Sufisme , Islam , dan mistisisme pada umumnya .
Generasi muda dari akademisi mengajar tentang tasawuf di Universitas Amerika Serikat termasuk William Chittick dan istrinya Sachiko Murata , keduanya mantan mahasiswa Nasr , Bruce Lawrence dan Carl Ernst di North Carolina , Alan Godlas di Georgia , dan Laleh Bakhtiar di Illinois , serta puluhan orang lain tersebar di seluruh negeri di berbagai perguruan tinggi, universitas , dan lembaga-lembaga intelektual dan profesional lainnya . Generasi ini lebih muda dari sarjana dan penelitian berdampak sufi Amerika Serikat dan masyarakat sufi melalui kemampuan mereka untuk menjangkau audiens besar non – Sufi di lingkungan akademik dan untuk pekerjaan produktif mereka dalam menerjemahkan Sufi bekerja dan penerbitan pada topik tasawuf dalam bahasa Inggris .
Perbedaan keyakinan , doktrin dan praktek-praktek masyarakat Sufi di Amerika Serikat membuatnya sangat sulit bagi orang-orang di luar komunitas ini untuk menentukan atau kelompok mereka dalam satu cara . Contentiousness The keaslian kelompok Sufi di Amerika Serikat oleh beberapa sufi juga telah membuatnya menjadi sulit bagi mereka yang tidak terlibat dengan komunitas tertentu untuk memahami peran tasawuf secara umum di Amerika Serikat  karena ada berbagai jenis tasawuf yang dipraktekkan di komunitas ini . Semua jenis masyarakat , dan keyakinan dan praktik yang mereka telah dimasukkan ke dalam kelompok mereka adalah penting bagi sejarah tasawuf di Amerika Serikat dan pertumbuhan berkelanjutan dari tradisi di Barat . Dengan demikian, penting untuk mengenali semua kelompok yang mengaku sebagai sufi dan yang menggabungkan keyakinan inti dasar dan praktek tasawuf sebagai sah kelompok Sufi Amerika Serikat . ***
Sumber: Anisah Bagasra, MA, Instruktur  Psikologi, Claflin University Orangeburg, South Carolina, Amerika Serikat Serikat. www. israinternational.com.