Jumat, 18 Januari 2013

MEMPUNYAI RASA MALU DAN TATA KRAMA


Seseorang yang ingin mencapai Tuhan harus mempunyai rasa malu; malu
melakukan segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-Nya.
Para ulama menyatakan, ibadah mempunyai 71 jurusan (pintu). Tujupuluh
(70) diantara terkandung dalam rasa malu, hanya 1 (satu) ada dalam semua
bentuk kebajikan.
Rasul sendiri selalu memerintahkan para shahabat agar mempunyai rasa
malu terhadap Tuhan. Bagaimana malu terhadap Tuhan?
"Orang yang malu kepada Allah adalah orang yang menjaga kepala dan apa
yang ada didalamnya (pikiran-pikiran dan kayalan yang tidak benar), menjaga perut
dan apa yang ada didalamnya (makanan yang tidak halal), dan senantiasa ingat mati
dan kebinasaan. Siapa yang menginginkan akherat hendaknya meninggalkan --
pengaruh-- kehidupan dunia. Siapa yang bisa demikian, berarti benar-benar malu
kepada Allah".
Fudail menyatakan, tanda-tanda orang celaka ada 5 (lima); keras hatinya
(tidak mau menerima nasehat), beku matanya (tidak mau melihat kebenaran),
sedikit rasa malunya, cinta kemewahan dunia dan penjang angan-angannya.
Sedang As-Sariy menyatakan, rasa malu dan puas (qonaah) bisa menundukkan
(melemaskan) hati. Bila keduanya masuk kedalam hati, dan disana ada sifat zuhud
dan wara, maka hati akan menjadi tenang dan ayem. Sebaliknya, bila disana tidak
ditemukan zuhud dan wara, rasa malu dan puas akan menyingkir. Tanda-tanda
orang yang malu kepada Allah tidak akan menjerumuskan diri kedalam perbuatan
dosa dan maksiat.
Selain rasa malu, seseorang yang hendak masuk Hadlirat Ilahy dan
mendekatkan diri kepada-Nya, harus mempunyai tata krama dan sopan santun.
Ini adalah sesuatu yang sangat penting. Sebagian ulama menyatakan, tata krama
hampir mencapai 2/3 dari persoalan agama. Bahkan yang lain menyatakan, siapa
yang tidak mempunyai sopan santun, berarti tidak mempunyai agama, tidak
mempunyai iman dan tidak mempunyai tauhid.
"Orang yang tidak mempunyai tata krama, berarti tidak mempunyai agama,
tidak mempunyai iman dan tidak mempunyai tauhid".
Dalam ibadah, mencari ilmu dan lain-lain, soal sopan santun tidak bisa
ditinggalkan. Para ulama menyatakan, seseorang bisa mencapai surga dengan
amalnya, akan tetapi ia tidak akan bisa masuk Hadlirat Ilahy kecuali dengan sopan
santun dan tata krama (dalam ibadahnya). Orang yang tidak menjaga kesopanan
dalam ketaatan, ia tetap terhijab dari Tuhan.
Karena itu, seseorang murid harus menjaga benar masalah ini. Dikatakan,
para wali tidak mencapai derajat itu karena banyaknya amal, tetapi justru
disebabkan oleh tata krama dan kebaikan ahlaknya.

MEMPERBANYAK ISTIGHFAR


Diriwayatkan, Rasul membaca istighfar sampai 70 kali dalam sehari
semalam.
"Sungguh, aku beristighfar dan meminta ampun kepada Allah, 70 kali sehari".
"Hatiku selalu tertindih dan aku selalu meminta ampun kepada Allah 100 kali
(sehari)".
Berdasar hal itu, Abu Hasan As-Syadzili memerintahkan para muridnya
untuk senantiasa beristighfar kepada Allah. Bisa dibayangkan, Rasul yang maksum
(terjaga dan diampuni dosanya) beristighfar sebanyak itu, bagaimana dengan kita
yang tidak terjaga? Mestinya harus lebih banyak dari itu.
Waktu beristighfar, pertama, pagi dan sore hari. Diriwayatkan, setiap hari
malaikat pencacat amal manusia senantiasa naik membawa laporan. Allah tidak
melihat apa yang ada didalamnya, kecuali pada awal dan akhir catatan. "Benar-
benar Aku ampuni dosa hamba-Ku yang tercatat diantara awal dan akhir catatan
ini". Maka, sungguh beruntung mereka yang dalam buku catatannya banyak
dijumpai permohonan maaf (istighfar).
Kedua, saat dilanda kesulitan dalam soal ekonomi. Diriwayatkan,
"Siapa yang membiasakan diri membaca istighfar, akan diberikan jalan keluar
dari setiap kesempitan, diberikan kelapangan dari setiap kesusahan dan diberikan rizqi
dari setiap arah yang tidak terduga".
Ketiga, saat terjerumus dalam perbuatan maksiat dan dosa. Diriwayatkan,
bahwa malaikat penulis amal tidak langsung mencatat dosa seseorang; ditunggu
sampai beberapa saat. Bila orang tersebut sadar dan mau segera meminta ampun
kepada Tuhan, maka akan diampuni dosanya (tidak dicatat kesalahannya) dan
diakherat tidak akan disiksa.
Keempat, sehabis melakukan segala perbuatan baik. Hal ini dimaksudkan
untuk menyadarkan manusia, bahwa apa yang dilakukan belum tentu sempurna.
Mungkin masih banyak kesalahan, kekurangan dan cacat; karena tidak khusyuk,
bercampur riya, ujub, sombong dan lain-lain. Rasul sendiri selalu membaca
istighfar 3 kali begitu selesai melaksanakan sholat fardlu.
Demikianlah, setiap orang hendaknya selalu meminta ampun kepada Allah
(memperbanyak istighfar); siang dan malam, setelah mengerjakan dosa atau tidak.
Sehingga, ia bisa sedikit lega dari kemungkinan turunnya siksa atau adzab. Allah
berfirman;
"Allah tidak akan menyiksa mereka yang senantiasa meminta ampun" (Al-
Anfal, 33).

Catatan:
Selain orang yang terjerumus dalam dosa, orang yang dianggap baik oleh
masyarakat padahal sebenarnya tidak demikian, ia harus juga banyak beristighfar.
Harus banyak minta ampun kepada Allah, karena ia --secara tidak langsung--


Page 30 of 38

berarti telah "mengelabui" masyarakat; tidak sesuai dengan yang mereka ketahui
dan perkirakan.
Para ulama menyatakan, sejelek-jelek manusia adalah orang yang dianggap
baik oleh masyarakat, padahal yang ada sebenarnya tidak demikian. Ia senang
dipuji, tetapi tidak mau meneliti dan menyadari kekurangannya sendiri.
Orang yang baik tidak demikian. Ia tahu dan sadar akan kelebihannya,
tetapi juga sadar akan kelemahan dan kekurangannya. Sedemikian, sehingga bisa
melihat dan menempatkan dirinya secara proporsional; tidak terlalu disanjung,
tetapi juga tidak diremehkan. Ia selalu beristighfar terhadap kesalahan dan
kekurangannya.

TIDAK BERLAKU DZALIM


Seorang murid (orang yang hendak berjalan menuju Tuhan) harus
menghindarkan diri dari perbuatan dzolim, terutama kepada orang lain. Ini adalah
masalah serius yang tidak akan dibiarkan oleh Tuhan). Adapun dzolim pada diri
sendiri --selain syirik-- walau hal itu tetap tercatat, tidak akan diperdulikan oleh
Allah, kalau mau bertaubat. Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Menurut Ali Al-Khowas, berbuat dzolim terhadap orang lain ada tiga
macam; berhubungan dengan badan, berhubungan dengan harta dan yang
berhubungan dengan harga diri atau kehormatan.
Dzolim yang berhubungan dengan badan, seperti pembunuhan, pemukulan
dan lain-lain, hukumannya telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Yang
berhubungan dengan harta, hal ini tidak akan bisa selesai kecuali dengan
mengembalikan harta yang diambil kepada pemiliknya yang sah, atau kepada ahli
warisnya. Bila yang berhak telah meninggal, ia harus banyak sedekah dengan atas
nama orang yang didzolimi. Bila tidak mampu, harus banyak berbuat baik yang
nantinya bisa digunakan sebagai pembayaran ganti rugi kepada yang dirugikan.
Bila tidak, maka ia hendaknya bersiap-siap untuk menanggung dosa dan tuntutan
orang yang disakiti, di akherat kelak.
"Sungguh, siapa yang mempunyai kebaikan --tetapi pernah menyakiti orang lain-
- akan diambil kebaikannya untuk diberikan kepada orang-orang yang pernah dirugikan.
Bila tidak mempunyai kebaikan --atau kebaikannya habis-- maka dosa dan kesalahan
orang-orang yang pernah disakiti ditimpakan kepada orang tersebut. Sedemikian,
sehingga ia tidak mempunyai apa-apa kemudian dilemparkan kedalam neraka" (Al-
Hadits).
Adapun pendzoliman yang berhubungan dengan harga diri dan
kehormatan, maka hal itu bisa dijelaskan sebagai berikut. Bila perbuatan dzolim
itu berhubungan dengan gunjingan, hal itu ada kalanya sudah sampai (didengar)
oleh yang digunjing, atau belum. Bila sudah didengar, maka orang yang
menggunjing harus segera datang dan minta maaf. Bila belum, maka yang
bersangkutan harus banyak memintakan ampun atas orang yang didzolimi. Tidak
perlu datang dan minta maaf, sebab hal itu justru malah akan menimbulkan
dendam dan kemarahan.
Selain itu, ada juga perlakukan dzolim yang samar; apakah ia dzolim pada
diri sendiri, atau dzolim pada orang lain, seperti zina. Disini perlu diperhatikan.
Bila orang yang dizina (fihak perempuan) mengajak dahulu, maka itu berarti
dzolim pada diri sendiri. Sebaliknya, bila fihak laki-laki merayu dan memaksa
wanita untuk melakukan zina, maka itu berarti juga dzolim pada orang lain. Laki-
laki itu telah merusak kehormatan wanita, merusak kehormatan keluarganya dan
merusak masa depannya.


Page 28 of 38

Kehormatan adalah sesuatu yang sangat penting. Tanggung jawabnya lebih
berat daripada soal harta. Abu Al-Mawahib As-Syadzili menyatakan, banyak
murid yang tidak bisa naik ke Hadlirat Ilahy karena persoalan ini; terjerumus
dalam soal harga diri orang lain, seperti menggunjing dan lain-lain. Maka, siapa
yang terlanjur menggunjing orang lain, hendaknya ia membaca surat Al-Fatihah,
Al-Ihlas, Al-Falq dan An-Nas. Niatkan pahala bacaan tersebut pada orang yang
disakiti atau didzolimi. Rasul pernah bersabda;
"Keburukan menggunjing dan pahala --surat-surat diatas-- akan datang
kehadapan Allah. Saya berharap, keduanya akan seimbang".