Kamis, 06 Februari 2014

Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji dan Karyanya yang Fenomenal

Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji dan Karyanya yang Fenomenal

kitab albarjanzy
“Al-’Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji adalah MUFTI ASY-SYAFI`IYYAH di Kota Madinah al-Munawwarah. Banyak perbedaan tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliau meninggal pada tahun 1177 H. Imam az-Zubaidi dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash” menulis bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.
Karya beliau yang paling fenomenal adalah Kitab Maulid Al-Barjanzy sebuah kitab yang sering dibaca oleh umat muslim (terutama di Indonesia), apalagi saat bulan Rabiul Awal tiba — bulan dimana Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan–.
Kitab karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan paling tersebar ke pelosok negeri ‘Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak kalangan ‘Arab dan ‘Ajam (luar Arab) yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah lahir baginda Rasulullah Muhammad SAW, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan baginda.
Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barjanziyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah “I’qdul Jawhar fi mawlid anNabiyyil Azhar”. yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1714 M). Beliau menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy kemudian belajar ilmu naqliyah (quran Dan Haditz) dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudian belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi.
Ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan Ulama besar.
Kitab “Mawlid al-Barzanji” ini telah disyarahkan oleh al-’Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji” yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.
Di samping itu, kitab Mawlid Sidi Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari dengan kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji”. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217H (1802M) dan wafat pada tahun 1299H (1882M).
Selain itu ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi “Mawlid al-Barzanji” dan karangannya itu dinamakannya “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, telah juga menulis syarah bagi “Mawlid al-Barzanji” tersebut yang dinamakannya “al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”. Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah.
Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhau-il Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far al-Barzanji dalam kitabnya “ar-Raudhul A’thar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far”.
Kembali kepada Syekh Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut.
Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan bahawa satu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi s.a.w. dahulu. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebahagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:-
سقى الفروق بالعباس قدما * و نحن بجعفر غيثا سقينا
فذاك و سيلة لهم و هذا * وسيلتنا إمام العارفينا
Dahulu al-Faruuq dengan al-’Abbas beristisqa` memohon hujan
Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa` memohon hujan
Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan
Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘aarifin
Syekh Ja’far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi Muhammad s.a.w.
Karyanya membuat umat mengingat, merindui dan mencintai Baginda Rasulullah Muhammad s.a.w. Setiap kali karangannya dibaca, pasti sholawat dan salam dilantunkan untuk baginda Rasulullah Muhammad s.a.w. Juga umat tidak lupa mendoakan Sayyid Ja’far yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia keturunan Adnan.
*** han090114 (dari berbagai sumber)

In Memoriam, KH. Abdul Rosyid Effendi, BA.

In Memoriam, KH. Abdul Rosyid Effendi, BA.

IMG00313-20100421-1350Wakil Talqin TQN Suryalaya
Oleh :  Handri Ramadian
Tulisan ini diterbitkan dalam rangka mengenang jasa-jasa Kiyai Haji Abdul Rosyid Effendi, BA. Beliau adalah seorang khodam Waly Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) yang diangkat dan dikukuhkan menjadi wakil talqin pada 16 Oktober 1994. Medan dakwah beliau terpusat di DKI Jakarta dan sekitarnya, namun beliau juga sering mengunjungi ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di luar DKI Jakarta, bahkan sampai ke Birmingham, Inggris.
Kiyai Haji  Abdul Rosyid Effendi,BA., lahir di Cijeruk, Bogor 12 Nopember 1939. Putra Bapak Haji Marzuki ini hidup dalam lingkungan keluarga yang religious. Uwaknya adalah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Cibalung di Kampung Lengis, Cijeruk-Bogor.
Sementara ayahnya merantau ke Jakarta, Effendi kecil dirawat oleh ibunya di Cijeruk. Pada usia lima tahun ibunda tercintanya wafat. Lalu ia dirawat oleh uwaknya di lingkungan pesantren. Selain mengenyam pendidikan umum di bangku SD dan SMP, Effendi kecil menimba ilmu agama pada uwaknya di Pesantren. Tidak heran, selama pendidikan dasar ini ia mampu menguasai berbagai disiplin ilmu Islam, seperti fiqih, tauhid, ilmu alat (nahwu & sharaf) dan lain-lain.
Selepas pendidikan SMP, ia merantau ke Jakarta, menemui keluarga ayahnya di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur. Lalu ia masuk SMA Wedatama Jakarta. Selama hidup di Jakarta, ia tidak mau berpangku tangan. Sambil sekolah ia berusaha keras mencari uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari dengan menjadi agen koran dan majalah.
Tamat dari SMA, beliau mengajukan lamaran ke Badan Pusat Intelijen (BPI) yang iklan lowongan kerjanya ada di salah satu surat kabar yang ia jual. Keuntungan berpihak padanya, ia diterima bekerja di lingkungan Badan Pusat Intelijen pada tahun 1960. Karirnya diawali di bagian kendaraan. Tugas sehari-harinya mengurusi surat-surat kendaraan.
Pasca peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 BPI bermertafosis dengan nama-nama yang berbeda. Pada 1968 menjadi  Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) yang dirintis oleh Letjen Yoga Soegama dan memimpinnya sejak November 1968-Maret 1969. Letjen Yoga sempat meninggalkan jabatan Kepala Bakin sehubungan dengan tugas di PBB. Lalu pada 1974-1989 Letjen Yoga kembali menjabat Kepala BAKIN.
Sambil bekerja di BAKIN, Effendi muda mengembangkan bakat dakwahnya. Pamannya yang pengurus masjid di kawasan Prumpung turut andil dalam mengembangkan bakat Effendi. Pelan-pelan Effendi menjadi penceramah di majlis-majlis ta’lim.  Demikian pula di kantor tempat ia mencari nafkah. Effendi aktif bergerak dalam bidang kerohaniahan sehingga ia dipercaya duduk dalam kepengurusan Pengajian BAKIN.
Melihat bakat dakwah yang besar dalam diri Effendi, salah satu pimpinan BAKIN, Bapak Hadi Saiful Anwar yang saat itu menjabat Direktur Keuangan mendukung penuh kegiatan Effendi. Beliau pula lah yang mempercayakan kegiatan dakwah masjid BAKIN untuk dipegang oleh Effendi. Dari kegiatan dakwahnya di Masjid BAKIN akhirnya semakin meluas. Pelan-pelan beliau mulai dakwah di lingkungan keluarga dan tetangga karyawan dan pejabat BAKIN.
Selain itu Efendi membentuk grup tahlil yang anggotanya terdiri dari karyawan-karyawan BAKIN. Grup itu dibentuk dalam rangka menyediakan bantuan personel tahlilan kepada keluarga karyawan dari tingkat sopir hingga jenderal yang tertimpa musibah kematian.
Tahun 1962, Effendi menikah dengan gadis pilihannya yang cantik, Ida Saodah. Mereka hidup dalam mahligai rumah tangga yang sakinah. Dari hasil pernikahan mereka, lahirlah tiga putra dan tiga putri, yaitu Herlina Susanti, Abdul Syafei (wafat usia 3 tahun), Nurita Hasanah, Abdul Hakim AlHady,  Abdul Rozak Taufiq  dan Dian Nur’aini.
Dukungan keluarga terhadap kegiatan dakwah sama besarnya, Umi Ida Saodah menyarankan suami tercintanya untuk kuliah di bidang dakwah. Atas saran istrinya, Effendi kemudian kuliah di Fakultas Dakwah Universitas Islam Asy-Syafi’iyah, hingga memperoleh gelar sarjana muda (BA).
Tahun 1978 keluarga kecil Kiayi Muda Effendi dan Umi Ida Saodah pindah dari Prumpung ke Komplek Perumahan Karyawan BAKIN di Pasar Minggu. Tiga tahun kemudian keluarga tersebut diberikan kemampuan membeli sebuah rumah tidak jauh dari Komplek BAKIN. Rumah itulah yang hingga kini menjadi pusat kegiatan dakwahnya.
Tahun 1979, Kiyai Effendi yang masih aktif di BAKIN mendapat kepercayaan dari Kepala BAKIN untuk memantau perkembangan belajar salah satu putranya yang sedang mondok di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya. Berkah tugas inilah, kemudian Kiyai Effendi dipertemukan oleh Allah SWT dengan salah seorang wali-Nya, yakni Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin atau yang lebih dikenal dengan Abah Anom. Pada tahun itu juga Kiyai Effendi diberi talqin dzikir Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah oleh Abah Anom.
Hari-hari Kiayi Effendi sejak saat itu mulai diselimuti oleh rasa bahagia tiada terkira. Lisan dan qalbunya  perlahan-lahan mulai mendawamkan ingatan kepada Allah SWT. Bimbingan Waly Mursyid begitu terasa dan sangat intensif. Kiayi Effendi tidak ingin kebahagiaan yang dirasakannya hanya dinikmati sendiri. Perlahan beliau mulai berdakwah thariqah di lingkungan keluarga, warga dan kantornya. Rombongan demi rombongan ia antar ke Pondok Pesantren Suryalaya untuk belajar dzikir dari Abah Anom.
Berkah khidmah Kiayi Effendi kepada Abah Anom, perhatian Abah Anom kepada beliau sangat besar. Setiap berkunjung ke Ponpes Suryalaya selalu Abah Anom mengajak makan di ruang makan pribadinya, bahkan langsung memberikan makanan-makanan yang tersaji untuk Kiayi Effendi dan istrinya.  Kedekatan ini mengundang pertanyaan besar dari murid-murid senior Abah Anom. Pasti ada sesuatu di balik itu.
Pernah suatu waktu Kiayi Efendi berkunjung kepada Abah Anom di hari Jum’at. Saat itu beliau belum mendapatkan khirqah sebagai wakil talqin. Tiba-tiba Abah Anom memberikan ghamis berwarna biru kepada Kiyai Efendi. Sambil mengenakan ghamis itu, Abah Anom berkata, “Kiyai, hari ini jadi khatib, ya di Masjid!”
16 Oktober 1994, KH. Abdul Rasyid Effendi, BA bersama 14 orang muballigh lainnya diangkat dan dikukuhkan menjadi Wakil Talqin TQN Suyalalaya. Diantara yang diangkat menjadi Wakil Talqin seangkatan dengan beliau adalah KH. Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab dari Sukabumi, Prof. DR. Juhaya S. Praja dari Bandung, KH. Arif Ichwani dari Bandung, Syekh Abdul Latif Deli dari Medan, KH. Ahmad Jahri Anwar dari Pekalongan, Drs. H.M. Thoha Abdurrahman dari Yogyakarta dan lain-lain.
Sejak hari bersejarah itu, tugas berat mulai menggelayut di pundak Kiayi Effendi. Kewajiban membantu Waly Mursyid memberikan pembinaan kepada ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di DKI Jakarta telah menantang. Ini sesuatu yang surprise  bagi Kiayi Effendi dan keluarga. Tidak ada pemberitahuan pendahuluan sebelumnya. Semua terkejut. Bahkan orang-orang dekat Kiayi Effendi di BAKIN, seperti Jenderal Yoga Soegama dan Pak Hadi Saiful Anwar kaget campur haru, tidak menyangka Kiayi Effendi diberi amanah yang begitu besar. Demikian juga keluarga, mereka semua tidak ada yang tahu. Sehingga anak dan menantu tertuanya, Ibu Hj. Herlina Susanty dan H. Muhammad Usman baru menyusul keesokan subuh ke Ponpes Suryalaya setelah mendengar berita pengangkatan tersebut.
Di balik itu semua, ternyata ada cerita menarik. Sebelum pengangkatan terjadi, Aki Anta, murid senior Abah Anom menghadap kepada Abah Anom dan berkata,
“Abah, tadi malam saya mimpi, Abah Sepuh menuntun Pak Effendi”.
Lalu Abah Anom menjawab, “Miheulaan wae, Maneh!” (artinya, Mendahului terus, Kamu tuh!).
Lalu Aki Anta berkata lagi, “Iih, Abah! Ieu mah, laporan!” (artinya: Iih, Abah! Ini hanya laporan!).
Mungkin inilah, isyarat sebelum pengangkatan beliau menjadi wakil talqin.
DKI Jakarta sebelumnya telah memiliki wakil talqin, yakni KH. Abdul Syukur dari Condet. Hubungan Kiyai Efendi dengan KH. Abdul Syukur sangat dekat. Setiap kali pengajian manaqib IMG00311-20100421-1349di rumah Kiayi Effendi, KH. Abdul Syukur selalu datang dan memberikan talqin dzikir kepada jamaah baru. Namun beliau wafat pada tahun 1992.
Langkah-langkah pembinaan yang Kiayi Effendi lakukan adalah mengembangkan tempat-tempat manaqib di DKI Jakarta dan sekitarnya, dan mengirimkan ustadz-ustadz untuk memimpin dzikir khatam dan manaqib. Diantara para ustadz yang dibina oleh beliau adalah, Ust. Ma’ruf Ainur Rofiq, Ust. Yusuf, Ust. Rosyidi, Ust. Sirajudin dan H. Udin Syarifudin dan lain-lain.
Beliau juga membangkitkan program inabah dari rumah ke rumah. Korban-korban penyalahgunaan Narkoba dan zat addictif lainnya tidak ditampung dalam satu lokasi, melainkan mereka tetap tinggal di rumah masing-masing. Pihak Kiayi Effendi lah yang bergerak aktif mengirimkan ustadz-ustadz untuk memberikan terapi spiritual kepada para korban tersebut.
Kiayi Effendi dikenal dermawan oleh para koleganya. Terutama para wakil talqin. Setiap kali para wakil talqin mengadakan pertemuan di Ponpes Suryalaya, selalu saja ada bingkisan yang diberikan kepada mereka, walaupun tidak besar nilainya. Seperti, ballpoint, kaos dan lainnya.
Di mata para ikhwan TQN Jakarta, Kiayi Effendi adalah figur pemimpin yang berhasil. Semenjak beliau menjadi wakil talqin jumlah tempat manaqib tersebar di seluruh pelosok DKI Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi.
Di mata keluarga, Kiayi Effendi adalah figur yang sangat pendiam dan murah hati. Tidak banyak kata keluar dari lisan beliau. Seringkali beliau memberikan contoh perbuatan daripada kata-kata. Pendidikan agama terhadap anak-anaknya sangat keras dan ketat. Jiwa pemurahnya tercermin dari sikap menerima siapa saja yang datang kepadanya dan menampung mereka yang sedang mendapatkan kesusahan hidup untuk tinggal beberapa hari di rumahnya. Hingga mereka merasa tenang kembali dan siap menghadapi kenyataan yang telah Allah SWT berikan.
Umi Hj. Ida Saodah mengenang, “Kebahagiaan yang sangat besar yang saya rasakan semasa beliau menjadi khodam Abah Anom adalah saat setiap kali saya diajak mengunjungi Pangersa Abah Anom. Saya bisa dekat sekali dengan Pangersa Abah Anom. Setiap kali mendapatkan riyadhoh dari Abah, tentunya ada saja cobaan atau ujian yang datang menghampiri. Tatkala saya melaporkannya kepada Abah kondisi ujian tersebut, yang paling saya ingat adalah kata-kata beliau: ‘Jangan menghitung-hitung musibah, tetapi nikmat dari Allah yang lebih banyak.’ (Pangersa Abah berkata dalam bahasa Sunda : ‘Ulah ngitungan musibah, nikmat-Na Nu loba ka urang’)”
Saat-saat Menjelang Wafat
Beberapa hari menjelang wafatnya, Kiayi Effendi sempat membawa rombongan dari Bank Indonesia ke Ponpes Suryalaya. Saat bersilaturahim kepada Pangersa Abah Anom, biasanya jamaah yang bersilaturahim kepada Abah Anom, sambil bersalaman langsung meletakkan amplop kepada Abah di atas sorban yang menutupi sebagian tubuhnya, sebagai wujud rasa terimakasih murid kepada mursyidnya. Begitu juga Umi Ida dan Kiayi Effendi.
Ketika Umi Ida bersalaman dan memberikan amplop, Abah berprilaku biasa saja. Selanjutnya ketika Kiai Effendi bersalaman, amplop yang diberikan dipegang erat oleh Abah Anom dengan jari telunjuk dan ibu jari. Assitennya berusaha melepaskan pegangan erat ini hingga berulang kali, namun tak mampu juga terlepas. Akhirnya Umi Yoyoh (Istri Abah Anom) berujar, “Abah, amplopnya masukkan saja ke saku” baru pegangannya dilepaskan. Entah, ini isyarat apa.
Setelah pamit, Umi Ida merasakan perasaan lain. Kiayi Effendi terlihat sangat lelah saat perjalanan kembali ke Jakarta. Sepertinya ini adalah perjalanan jauh terakhir. Apa maksud Pangersa Abah memegang erat amplop tersebut. “Jangan-jangan itu adalah amplop terakhir Kiayi Effendi kepada Abah,” itulah getar perasaan yang timbul dalam batin Umi Ida.
Keesokan malamnya, malam Jum’at, ada manaqib di rumah putri keduanya, Mbak Nurita. Kiayi Effendi tetap hadir seperti biasa, namun belioau tidak kuasa bertugast. Dan menyerahkan prosesi manaqib kepada ustadz-ustadz yang hadir.
Hari Sabtu Shubuh, Kiayi Effendi terlihat sesak napas. Umi Ida sudah bersiap untuk melakukan shalat berjamaah dan menunggu Kiayi Effendi, namun tunggu punya tunggu beliau tak juga masuk untuk Shalat Shubuh. Saat Umi Ida menghampirinya ke ruang tengah, dijumpainya kondisi Kiayi Effendi sedang tersengal-sengal. Seketika itu juga Umi Ida memanggil anak dan menantunya, meminta pertolongan.
Dengan segera Kiyai Effendi dibawa ke RS Triadipa. Vonis dokter harus dirawat.Sehubungan dengan kondisi ruang inap yang tidak layak, perawatan kemudian dipindahkan ke RS Islam Cempaka Putih. Selama satu minggu beliau mendapatkan perawatan intensif dan diawasi oleh dokter ahli penyakit internis. Ternyata peralatan di RS Islam Cempaka Putih juga tidak memungkinkan untuk tindakan lanjutan atas penyakit Kiayi Effendi, lalu pihak RS berkonsultasi dengan salah seorang Profesor yang biasa menangani penyakit jenis tersebut. Akhirnya Kiayi Effendi dipindahkan ke RS Persahabatan Rawamangun.
Di RS Persahabatan, Kiyai Effendi langsung dimasukkan ke Ruang ICU untuk selanjutnya menunggu tindakan operasi. Dari kediaman beliau salah seorang anaknya berusaha berkomunikasi dengan Pangersa Abah Anom melalui salah satu asistennya. Anak beliau memohon untuk didoakan oleh Pangersa Abah, bahwa Kiayi Effendi akan dioperasi. Jawaban dari Pangersa Abah, “Gak usah, pulang saja!”
Mendapat jawaban tersebut, ia langsung menghubungi keluarga yang ada di RS. Di RS semua keluarga bingung atas informasi tersebut, sedangkan semuanya sudah dipersiapkan dan tinggal ambil tindakan. Peralatan semua sudah dibayar dengan harga yang tidak murah. Dalam kondisi bingung itu, tiba-tiba dari ruang operasi ada suara ketukan dari tim medis, isyarat agar salah seorang keluarga masuk ke ruang operasi.
Di hadapan anaknya, Kiayi Effendi berkata, “Barusan Abah hadir! Aku tidak usah dioperasi!”
Begitulah, pada akhir hayatnya, Kiayi Effendi banyak disibakkan karamah Waly Mursyid. Dan beliau batal diambil tindakan operasi. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada 18 Mei 2005, didampingi dua wakil talqin, KH. Nur Anom Mubarok dan KH. Wahfiudin, diiringi lantunan Sholawat Bani Hasyim.
Selama persemayaman di kediamannya, tidak henti-hentinya orang-orang berbondong-bondong datang melayat dan memberikan penghormatan terakhir. Hampir seluruh ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di Jakarta datang silih berganti berdzikir tahlil dan khataman serta melakukan shalat Jenazah. Terakhir beliau disholatkan di masjid tidak jauh dari kediamannya. Seluruh ruangan sholat penuh sesak. Masya Allah, begitu mulianya beliau di benak ikhwan-akhwat TQN Jakarta dan warga masyarakat umum.Jenazah beliau kemudian dibawa ke kawasan Cijeruk-Bogor, untuk dimakamkan di samping pusara ibunda tercintanya.
Panah sang Busur itu kini telah kembali, dijemput oleh para malaikat Allah. Bersiap menghadapi kenikmatan-kenikmatan selanjutnya di kehidupan alam ‘Uluwi.
(Hasil wawancara dengan Umi Hj. Ida Saodah pada 21 April 2010 jam 14.00 – 15.30 WIB)

Rabu, 05 Februari 2014

Fenomena


1. Masalah Bukti OTENTIK

Saya Analogikan ada seoarang yang datang bertamu dan disuguhi air, sebelum diminum Si Tamu tersebut bertanya kepada Tuan Rumah : "Maaf apa boleh saya tahu, ini gelas ada struk pembeliannya apa  tidak  ?" (Struk; Bukti otentik pembelian gelas). Apa kira-kira yang ada di benak Tuan rumah ketika Si Tamu tersebut menanyakan hal seperti itu ?

Mungkin bisa jadi dibenak si Tuan Rumah tersebut berkata; " dasar Sableng, tidak tahu sopan santun, kurang Adab dan lebih parahnya lagi bisa dikatakan orang gila atau kurang waras ".

Begitu juga dengan kita, apakah pantas menanyakan sebuah bukti otentik kepada Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs dan penerusnya Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra, padahal sudah jelas-jelas dan nyata dan tidak samar lagi. Sekiranya mereka melek, sesungguhnya bukti otentik kemursyidan itu sudah jelas dan terang dengan adanya pemberian nama "SIRNARASA" yang berada Di dusun Cisirri, beliau adalah "Syekh M. Abdul Gaos Saefulloh Maslul R.A" seorang "Mujaddid", 
Salah satu bukti bahwa beliau adalah penerus kemursyidan Tqn Suryalaya yang ke 38 dapat kita saksikan dan lihat dengan kepala telanjang adalah beliau selalu mempertahankan sunah-sunah Guru Agung dan menyempurnakannya sampai kemasjid-masjid ibu kota bahkan sampai ke palestina dan tempat yang belum diijak oleh manusia kecuali oleh pangersa Abah Anom, beliau diperintahkan untuk mendatangi dan beliau menginjak tapak (napak tilas) bekas Abah Anom, mustahil kita bisa mengenal sepenuhnya siapa guru kita "Abah Anom" kalau bukan dari beliau (Abah Gaos).

40 tahun tidak bergeser sedikitpun walaupun badai menerjang dari atas bawah kanan dan kiri tetap khidmat dan istiqomah hingga kini, berdiri kokoh menembus bumi, tidak tidur, beliau penyelamat dunia (Rohmatan Lil alamin) apabila tidak seperti itu dan tidak ada satupun dimuka bumi ini maka semua akan berdosa.

"Saefulloh Maslul" Panglima Cholid bin Walid 15 abad pada zaman Rosululloh SAW yang lalu kini telah dihidupkan kembali oleh Guru kita "Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin QS" untuk menghadapi 100 tahun kedepan, "ada saksinya" yang masih hidup. Seorang yang sudah teruji kesetiaan hidmatnya , seorang figur yg sangat kita hormati bersama, seorang pengamal TQN terpanjang pada masanya, Seorang yang sudah terbukti kesucian qalbunya, yaitu Pangersa Akeh, kita tunggu keberanian beliau.

Patut kita syukuri seorang Abah Gaos Ra sudah membuka mata hati kita dengan sejarah dan peradaban. Inilah Panglima Cholid bin Walid versi Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs. Saat ini bumi terus berguncang "gemas" melihat perilaku-perilaku munafik seseorang dan pura-pura tidak tau, dengan dalih mengklaim tidak ada bukti otentik. 

Akan tetapi semakin ditutup-tutupi maka semakin banyak bala dan bencana di muka bumi ini. Sunah Rosul akan selalu berulang, setebal apapun upaya menutup bumi ini dengan beton kedengkian, tunas akan tetap menembus permukaan bumi seperti rembesan air. Pohon itu tumbuh tidak dibarat dan di timur tapi ujung-ujung di Cisirri. "Terbit di Suryalaya terbenam di Sirnarasa".



Pangersa Abah Gaos pernah berkata di hadapan beberpa ikhwan di bekasi ba'da sholat ashar sebelum manakib dibulan Rojab. Sabda Beliau" Nanti akan saya suruh malaikat dan jin berkumpul di Suryalaya untuk mendengarkan apa yang akan saya sampaikan pada tanggal 11 Sya'ban1433 H ". Coba kita simak ini adalah mankobah 39-40.Manusia ada gurunya, malaikat ada gurunya, jin ada gurunya dan aku guru semuanya. Kalau bukan seorang Wali Mursyid tidak akan mungkin berani berkata seperti diatas.


Inilah dia seorang maestro pada zamannya yang sudah dicetak oleh Guru Agung, ibarat Molding atau alat pencetak pasti ngeplak/klop dengan cetakannya. silahkan para ikhwan dan Akhwat perhatikan  dari segi amaliah beliau itu sangat ngeplak/klop banget sama Pangersa Abah Anom Qs. Pangersa Abah Gaos sangat produktif menulis kitab-kitab padahal beliau manusia super sibuk dan beliau juga tidak pernah tidur malam kalau bukan seorang Wali pasti sulit rasanya.

 

2. Jangan bergeser semilipun dari kloter 37

Jangan bergeser semilipun dari kloter 37 maksudnya "Jangan bergeser pada sunahnya",  Abah sudah memberikan panduannya ada di "SUNANUL MARDIYAH", barangsiapa yang mengingkari ini "MURTAD" Jangan pindah kloter ; pindah berarti berhenti, dan meneruskan bukan berarti pindah.

YSB PP. Suryalaya saja meminta Syaikh. M. Abdul Gaos Saefulloh Maslul agar memberikan penjelasan tentang Sunanul Mardiyah, coba anda tanya ke kampus LATIFAH MUBAROKIYYAH, cari makalah tentang "KIAT MENELADANI MURSYID", makanya guru kita Abah Anom pernah bersabda : "Mun aya nanaon mah (permasalahan yang berkenaan dengan "THORIQOH" tanya saja "AOS", kata Abah Ilmu Abah ada di badannya Abah Gaos, sudah Manunggal....Roso hatinya ?
 
Itu kata-kata yang harus diolah dan di artikan lagi tidak seadanya begitu, kalau langsung disantap dikhawatirkan terdapat bibit penyakit yang berbahaya. Makanan yang bentuknya masih bahan baku seperti daging ayam tanpa di proses maka akan terasa bau amis dan dipastikan tidak enak bila dimakan, begitu juga sebaliknya jika kita mendengar ucapan seorang Guru yang tidak bisa kita pahami dan dicerna jangan langsung memvonis.



3. Ada juga ikhwan dan Akhwat yang berkata kita harus sabar menunggu pelimpahan kemursyidan

Sabar itu bukan menunggu, kalau sabar adalah menunggu, tidak bakal ada yang bekerja. Semua orang bakal menunggu datangnya uang. Semua orang bakal menunggu datangnya ridho Alloh tanpa harus beribadah, semua hal  itu kan harus dicari? 

Menunggu juga bukan sekedar menunggu tetapi harus memproses apa yang dikehendaki supaya menjadi hasil yang sesuai dengan maksud kalimat itu. Ada waktunya pelimpahan kemursyidan dari Abah Anom qs, bukan berarti kita menunggu waktunya datang, ingat bukan waktu yang mengatur kita tetapi kita yang harus bisa mengatur waktu tersebut.  Wali muryid itu bagaikan bunga yang harum semerbak wanginya ada yang sudah mencium bau wanginya bunga dengan kuat ada yang samar-samar ada pula yang belum mencium sama sekali. Jadi tergantung hidung hatinya masing-masing insan yang mengalaminya.

Dari penyebab inilah tanpa disadari kita ini sedang terkena penyakit phobia adalah sejenis suatu penyakit takut kehilangan sesuatu. Dan lebih parahnya lagi banyak dihinggapi para pengamal thoriqoh ? Mereka takut jika beralih mencintai ke Mursyid penerusnya dikhawatirkan akan mengenyampingkan Guru Terdahulunya.

mungkin mereka berangkapan dengan adanya Abah Gaos sebagai penerus ke Mursyidan Tuan Syaikh Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin Qs mereka  takut kehilangan PP. Suryalaya. Padahal Tuan Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra bersabda : " Suryalaya tetap di Suryalaya ". Sebenarnya Suryalaya tetep di Suryalaya tidak kemana-mana, Jangan khawatir dan bimbang yang bertugas sekarang sudah Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs lengkapi dengan pedang-Nya "SAEFULLOH MASLUL',. 


Bagi saya ikut Beliau ( Abah Gaos ) sama juga ikut Abah Anom Qs dan saya tidak melihat Abah Gaos yang saya lihat beliau adalah Abah Anom Qs. Semua dari Guru, bersama Guru untuk Guru. Abah Gaos memuji Guru karena didiri Abah Gaos ada Guru.. "Puji Qodiim liqodim ". Rasa Abah Gaos Ra hilang tengelam didalam rasa Abah Anom Qs, makanya beliau kapan pun dan di manapun selalu Abah Anom Qs yang beliau sebut-sebutKita ini belum bisa seperti itu makannya Guru Agung Pangersaa Abah Anom Qs bersabda :..IKUTI AOS (405) ini jelas dan terang dan tidak samar lagi alias blak-blakan. Seorang salik berkata : "Jika kau pusatkan perhatianmu pada sahabatmu, Engkau akan mulai mencintai-Nya dan beroleh tanggapan dari-Nya".

Mungkin dengan Motivasi dari seorang mario teguh tentang hidup kita bisa memperoleh suatu gambaran sekaligus obat dari penyakit phobia yang sedang melanda keluarga Besar Tqn Suryalaya :


Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru.

Dan selanjunya pula Ia berkata :
  
Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu.

Kalau sudah jelas pada hari ini, segera sujud syukur atas karunia yang Alloh Limpahkan kepada kita. aamiin


4. Apakah kita sudah siap menjadi pengembala nafsu-nafsu diri sendiri? 

Ketika sang mursyid mendidik "bocah angon". Pangersa Abah Anom Qs berkata,"hai jalu cuci kandang domba, terus angon dombanya". Kucuci kandang domba sampai bersih,walaupun baunya sangat menyengat sekali. Tapi pekerjaan ini kulakukan juga, tidak terasa air mata pun bercucuran, dan hatiku berkata, " wahai robbul'alamin, ampuni dosa diri ini yang hina dan kotor, kotoran domba ini walaupun bau tapi bermanpaat untuk alam, tapi diriku ini yang penuh dengan kotoran dan bau serta banyak dosa tidak bermanfaat untuk diri sendiri apalagi untuk orang lain, malahan menambah kerusakan didunia ini."

Astaghfirullohal 'adzim, astaghfirullohal 'adzim..., aku tersungkur menangis tak kuat menahan sedih. Lalu aku kembalakan domba-domba itu, agar tidak sembarangan memakan atau merusak lahan orang lain. Didalam hati aku bertanya? "Domba milik orang saja aku tuntun supaya jangan makan punya orang. Tapi kenapa diri ini tidak mampu menuntun domba-domba nafsu diri sendiri supaya tidak memakan barang-barang yang diharamkan. Meleleh lagi air mataku membasahi pipi yang mulai keriput sambil melanjutkan pengembalaanku.

Apakah kita sudah siap menjadi pengembala nafsu-nafsu diri sendiri? mari kita renungkan sabda Syaikh abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra: " Jangan tergoda oleh nikmatnya kasur yang empuk...tapi latihlah matamu untuk prihatin (melek malam) ". Sabda Guru Agung Pangersa Abah Qs kepada Syaikh Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra : " Jangan naik ring kalau tidak kuat dijotos "

5. Keutamaan mencari Syaikh yang baru, jika yang lama telah meninggal 
اليقين، التصديق الجازم من وظائفالمرشد الكامل بعثه الله تعالى فى زمانه ليعلم الناس امر جازما بلاريب ولاشك ليهديهم الى صراط اهل اليقين الذين انعم الله عليهم من النبيين والصدقين والشهداء والصالحين 
keyakinan merupakan kebenaran yang menunjukan dari amaliah mursyid yang sempurna, dan Alloh telah mengutus pada jamannya supaya manusia mengetahuai perintah yang telah ditentukan dengan ketidak raguan karena mursyid menunjukan kepada jalan ahli yakin, yang Alloh telah memberikan kepada mereka kenikmatan dari nabi,sodikin, syuhada dan sholihin
Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rani dalam Al-Anwaarul Qudsiyyah [ Kitab ini diterjemahkan oleh Ustadz Haji Ali bin Haji Mohammad seorang Wakil Talqin TQN Suryalaya dari Singapore dan diterbitkan oleh PT. Mudawwamah Warohmah Pondok Pesantren Suryalaya ]. Beliau menjelaskan bahwa; “Mencari Syekh Mursyid yang baru jika yang lama meninggal dunia”  Abah Anom pun memberikan sambutan yang hangat. Menurut kami itu adalah “akhir pendidikan dari seorang mursyid

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam kitabnya Sirrul Asrar, kitab ini diterjemahkan oleh KH. Zezen Zaenal Abidin Zayadi Bazul Asyhab (Wakil Talqin TQN Suryalaya). Dalam kitab tersebut pada Fasal 22 ( hal-hal ketika tidur dan mengantuk ), Beliau menyampaikan; Di saat Nabi hidup di dunia manusia tidak memerlukan bimbingan orang lain, tetapi setelah beliau berpindah ke alam akhirat, maka ruh putuslah sifat keterkaitan dan beliau berada pada maqam Tajarrud Murni.  

Nabi saw. bersabda :

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْ ِامَامَ زَماَنِهِ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيّةً

“ Siapa yang mati sedang ia tidak mengenal imam zamannya maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah ”.

Hadis di atas telah disepakati kesahihannya, baik oleh Ahlusunnah wal Jama’ah maupun Syi’ah dapat anda jumpai dalam banyak kitab-kitab mu’tabarah para ulama Ahlusunnah.


Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) dalam karya teragungnya kitab Miftahus Shudur yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. KH. Aboebakar Atjeh, dan diterbitkan oleh PT. Mudawwamah Warohmah, menyampaikan:Demikian dari zaman ke zaman, pindah berpindah sampai kepada ahli-ahli hikmat dan wali-wali Allah dalam segala zaman, semua memperoleh bekas pandangan yang penuh hikmah dan penuh musyahadah, semua berasal dari Junjungan kita Nabi Muhammad SAW sampai kepada sahabatnya dalam segala perbedaan zaman, semua satu corak, semua satu hal keadaan, dan dengan demikian berjalanlah bekas-bekas pandangan ini daripada guru kepada murid-murid sampai akhir masa, karena sandaran atau isnad sama dengan isnad hukum dan silsilah sama dengan pelaksanaan guru-guru ilmu ketuhanan itu merupakan pancaran cahaya, merupakan seluruh hikmat daripada lautan Muhammad dan pandangan rahasia malaikat yang suci pandangan kenyataan Tuhan, yang merupakan tangga murid-murid, jenjang orang-orang salik, yang ingin mendaki ke tingkat alam malaikat, ke alam jabarut, ke alam lahut, sambung menyambung dengan arwah dari syekh-syekh yang masih hidup kepada Rasulullah SAW dan kepada ke Hadirat Allah SWT. Peningkatan silsilah ini menghamburkan berbagai rahasia tajaliyat dan berkat yang ditunjukan dengan tawajjuh kepada-Nya, dengan niat yang bulat dan kehendak yang satu tunggal untuk menyampaikannya. Maka guru-guru atau Syekh itulah yang merupakan Thoreqat atau jalan kepada Allah, petunjuk liku-liku daripada jalan itu. Mereka merupakan pintu terakhir yang akan membawa muridnya masuk menempuh jalan mencapai Tuhan ”.
 

6. Mengapa harus bermusyid kepada syaikh yang masih hidup ?

Karena isnad (menghubungkan mata rantai pemberi ijazah) adalah menghubungkan mata rantai pemerintahan, sedangkan silsilah merupakan tempat jendela keinginan luhur para syaikh untuk dekat Rabb, tempat mengalir berbagai limpahan karunia Allah, tempat mengalir hikmah dari lautan Muhammadiyyah, tempat melihat (berbagai rahasia suci) malaikat, tempat penampakan kekuasaan Ilahiyah, tangga para murid, dan lift para salik menuju alam Malakat, Jabarut, dan Lahut, dan sambung menyambung yang harmoni antara ruh para Syaikh yang sudah meninggal dengan syaikh yang masih hidup untuk sampai kepada Rasulullah SAW kemudian kepada hadirat Allah SWT.

Para Syaikh yang sudah meninggal ini turut “mengucurkan” berbagai rahasia kepada para syaikh yang masih hidup, juga tajalli dan keberkahan. Para syaikh ini menghadap kepada Allah dengan niat yang bulat dan keyakinan yang kokoh bahwa maksud mereka akan tercapai.

Jadi, para syaikh ini sesungguhnya thariqat (jalan) menuju Allah SWT, sekaligus penunjuk jalan menuju Allah, serta pintu masuk menuju Allah.

Syaikh Mursyid yang masih hidup tugasnya adalah mengantar para salik, dan Syaikh Mursyid yang telah meninggal tugasnya adalah menjemput para salik. Karena ada sinergi yang harmoni antara ruh syaikh yang masih hidup dan ruh para syaikh yang sudah meninggal.


KEYAKINnanmu kepada Syekh Mursyidmu akan hancur jika kau tak pernah memperbaiki hubungan batinmu dengannya.
 
((( dikutip dari kitab Miftahusshudur Juz 1 Fasal 4, hal 74-76. Buah karya Tuan Syaikh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin QS, diterjemahkan oleh Drs. Anding Mujahidin, M.Ag, dengan Editor K.H. Noor Anom Mubarok, BA )))
 
 7. Ciri Thoriqoh yang Mu'tabroh 

Ciri utama thoriqot yang Mu'tabarok yaitu ada regenerasi kemursyidan. Mursyid penerus diangkat oleh Mursyid sebelumnya ketika masih hidup. Pengangkatan tidak harus pakai surat menyurat dan caranya terserah Mursyid sebelumnya. Dan ingat jumlah Wali itu hrs tetap 124000 karena kalau 1 saja berkurang niscaya tidak ada satu tetes air pun di bumi ini," kata Ajengan Zezen B.A. 

Ini Artinya sebelum Pangersa Abah wafat pasti Beliau sudah mempersiapkan penerusnya. Omong kosong kalau ada yang mengatakan mencintai Pangersa Abah Anom tapi tidak mengakui hasil karya beliau yang telah mencetak seorang murid sebagai penerus beliau. Cinta semu namanya ? Penerus Abah belum tentu dari keluarga Ahlul Bait. Lihat sejarah dari Syekh Sambas ke Syekh Tolhah kenapa tidak ke ahlul bait Syekh Sambas. Begitu juga sebaliknya dari Syekh Tolhah ke Abah Sepuh ( Syaikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad Ra ). Tentunya yang ditunjuk sebagai penerus itu pasti murid TERBAIK dari yang paling baik.

Makanya kalau manakiban di Suryalaya ikuti juga acara MHTM di Nurul Ulum biar ga tulalit. Jadi kita berthoriqoh tidak ikut ikutan melainkan ada dilengkapi dengan ilmunya juga. Dan kalau ke Suryalaya tujuannya harus satu ke Pangersa Abah saja jangan nemplok ke sana ke mari cari tambahan riadhoh. Supaya dalam menanggapi masa gonjang ganjing ini kita tidak subjektif. Sungguh sebelumnya pun saya berfikir penerus Abah Anom Qs pastinya dari keluarga Abah ( anak Abah ), tapi alhamdulillah Alloh menuntun saya ke arah yang saya yakin kebenaranya. Alhamdulillah kami masih ikut 37 dan mengikuti 38 dengan kata lain ikut kepada yang ikut. Tidak ada paksaan didalam kata ikut:

SILAHKAN...Ikut Abah Anom melalui hawa nafsunya, silahkan!
Ikut Abah Anom melalui maklumat, silahkan!
Ikut Abah Anom melalui wakil talqin, silahkan!
Ikut Abah Anom melalui penerusnya (Abah Gaos), silahkan!

Suka-suka saja yach....?

Tapi kalau saya akan mengikuti Abah Anom Qs melalui penerusnya ( Abah Gaos ) sesuai dengan isyarah sabda Guru Agung Pangersa Abah Anom Qs: IKUTI AOS...Insya Alloh selamat dunia dan akhirat, aamiin
Sebetulnya wasiat terakhir ABAH ANOM : "wa'tashimu bi hablillah " membuktikan kebenaran KEMURSYIDAN beliau sebagai Wali Aqthob Kamil Mukammil...

Beliau tahu apa yang akan terjadi setelah Beliau wafat, dan itu terbukti, seperti Rasulillah saw mengkhawaitirkan umatnya setelah wafatnya...Kembalilah kepada WasiatNya.

Rabu, 29 Januari 2014

BUYA HAMKA BERTAREKAT




Buya Hamka Pun Bertarekat Dan Bertasawuf?

Ternyata mantan pimpinan Muhammadiyah Buya Hamka mengikuti Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah ( TQN ). Ketua MUI dari Muhammadiyyah ini  pertama ini berbaiat kepada Syekh Ahmad Shohibul Wafa Taajul Arifin , seorang guru mursyid thoriqot dari Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.

Hal ini diungkapkan oleh Dr Sri Mulyati, pengajar tasawwuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

" Ini penelitian pribadi saya ketika menyelesaikan disertasi, ada fotonya ketika berbaiat dengan Abah Anom. Cuma ada sebagian orang Muhammadiyah yang tak percaya ', katanya.
Mantan Ketua Umum Fatayat NU ini menuturkan, Buya Hamka sendiri pernah berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi Hampa. Beliau masuk thoriqoh , karena mungkin haus spiritual.

Buya Hamka berkata;  ' diantara makhluk dan kholik itu ada perjalanan yg harus kita tempuh. inilah yg kita katakan thoriqoh.



Ketika Buya Hamka berkunjungan ke Singapura pada tahun 1981, seorang Ikhawan TQN di Singapur sempat mendengar ceramahnya di Masjid Muhajirin. Dia mengatakan :
“masih teringat jelas kata-katanya dan penjelasannya yang menunjukkan beliau sudah berbaiát dengan Abah, ketika dalam ceramahnya beliau berkata :
‘Dalam berzikir kepada Allah ada kaifiatnya kemana di palingkan kepalanya, dari bawah dahulu kemudian ke atas, lalu ke kanan dan kemudian ke kiri. Bukan sebarangan..mengeleng ketika lafaz nafi, meng ‘ia’ ketika lafaz isbat.., .beliau berkata secara gurauan’- lebih kurang maknanya.

Hamka memang dikenali memahami dunia tasawuf. Salah satu karyanya adalah Tasawuf Modern, yang mengupas dunia tasawuf dan penerapannya pada era modern ini. Masih ada satu lagi karya tasawufnya yang terakhir belum dicetak.

Buya Hamka wafat pada 24 bulan Julai tahun 1981 bertepatan dengan bulan Ramadhan dalam umurnya 73 tahun masehi. Seluruh ikhwan TQN Indonesia, Singapura dan Malaysia menunaikan solat Ghaib baginya sebagaimana yang diminta Pondok Pesantren Suryalaya.
Mungkin ada yang berkata.. " Apa Bisa dipercaya Cerita ini.. ? Ini sebuah kebohongan "  !!

Hanya saja Foto diatas dan Buku Buya Hamka menjadi bukti dan saksi bahwa beliau bertarekat dan bertasawuf. klik bukunya http://kiosbukuislami.com/tasawuf-modern/

* foto :
Buya Hamka bersama Syeikh KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin. Syeikh KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin memberiklan Jubah dan Tongkat kepada Buya Hamka

Dibaca : 1087 kali
Penulis : Rachmat Mubarok

Baca Komentar (13)

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.
Artikel Terkait
Mpu Sindok Islam?
Kethoprak Mataram, Sekeping Nostalgia
Pesantren Pertama di Indonesia
Yakinlah Bahwa Jodoh Itu di Tangan Tuhan (Kisah Paling Menarik, Wajib Baca)
Manusia dan Pandangan Hidup
Here I am
Batang yang Menyejarah (4)
Back to Top | View Full Site
Terbaru Headline Trending Article Topik Pilihan Lomba Berita Politik Humaniora Ekonomi Hiburan Olahraga Lifestyle Wisata Kesehatan Tekno Media Muda Green Jakarta Fiksiana
About | terms & Condition | FAQ | Contact Us
   
© 2013 KOMPAS.com • All Rights Reserved

BUYA HAMKA KE SURYALAYA



Saturday, January 5, 2013

Kisah Buya HAMKA berkunjung ke Pesantren Suryalaya

HAMKA merupakan ringkasan dari nama lengkapnya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Lahir di desa Tanah Sirah, Sungai Batang, Maninjau, Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia, pada tanggal 16 Februari 1908, atau bertepatan dengan 13 Muharram 1326 H.



Siapa sangka mantan pemimpin Organisasi Islam Muhammadiyah – biasa disapa Buya Hamka – ternyata pengikut Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya. Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) pertama ini ditalqin oleh Pangersa Abah Anom, yaitu di sekitar awal tahun 1981. Menurut kesaksian H. Saleh Khan (ikhwan Singapura), ketika sedang berada di Suryalaya, bahwa Pangersa Abah menceritakan, ketika proses talqin hendak dilakukan, Buya Hamka dibawa masuk ke ruang keluarga dan ditutup pintunya. Hal ini dilakukan dalam rangka menghormati Buya Hamka sebagai ulama yang terhormat saat itu.

Sebab Buya Hamka masuk TQN, ketika sepulang dari Mekah dan datang ke Pondok Persantren Suryalaya (PPS) yang menurut penjelasannya karena mendapat petunjuk Baginda SAW. agar menjumpai seorang hamba Allah yang ikhlas. Ketika di Suryalaya, didapatinya seorang Mursyid yang sangat bersahaja: tidak berjubah, berserban, dan berjenggot, sebagaimana faham yang umum berkenaan dengan sunnah. Demikian juga para santrinya.

Maka Buya Hamka memohon izin untuk memperbaiki keadaan tersebut. Dikisahkan, selama 3 hari 3 malam, Buya Hamka asyik berceramah berbagai ilmu khasnya, yaitu tasauf, yang melingkupi sunnah dan adab. Berbagai hal yang dianggapnya tidak bersesuaian dengan sunnah disampaikan.

Sampailah masa perpisahan, dan ketika Buya Hamka hendak berpamitan pulang, Pangersa Abah memeluknya dan berkata: “Ucapan jutaan terima kasih atas banyak ilmu yang telah dicurahkan, tetapi Abah mohon agar Buya mau mengatakan kepada Abah, bagaimana mengamalkan semuanya itu. Abah sendiri juga tidak mampu, apatah lagi para santri. Mohon ditunjuki ya Buya“, demikian kurang lebih Pangersa Abah.

Ketika itu juga Buya Hamka tersadar, sehingga dia menangis terisak-isak dan berlutut di hadapan Pangersa Abah. Buya sadar, ilmu yang banyak tidaklah berguna bila tidak diamalkan. Kemudian Buya malah mintu ditunjukkan sebaik-baik amalan, sehingga akhirnya ditalqinkan kalimat yang tertinggi: La ilaha illa Allah.

Sebelum akhir hayat, Buya Hamka sempat berkunjung secara khusus kepada Pangersa Abah. Maka seminggu sebelum “masa” itu tiba, Pangersa telah memberikan pesan sebelum Buya pulang ke rumah, yaitu untuk menyelesaikan segara urusan wasiat kepada keluarga, dan kemudian agar memfokuskan pada tawajjuh dengan sepenuh hati, agar baik dan mulia di saat kembali kepada-Nya. Bahkan Pangersa Abah menyatakan, bahwa “masa” itu terjadi setelah sholat Jumat.

Subhanallah. Benar saja. Tepat setelah sholat Jumat, Buya Hamka kembali ke rahmatulloh, dengan akhir kalamnya adalah kalimat ikhlas. Terdapat keganjilan, di mana jari telunjuk kanan masih bergerak-gerak (sedang berdzikir khofi), sementara dokter telah mengesahkan kematiannya. Ketika dilaporkan kepada Pangersa Abah, Pangersa kemudian memberi pesan yang dibawa seorang wakil. Wakil Pangersa tersebut, setelah sampai di tempat jenazah Buya Hamka, mengatakan: “Sudah sudah, ruhmu sudah kembali, dan jasadmu harus tenang. Jangan mencari adat”. Maka berhentilah jari itu dari mengikuti gerakan dzikir. Sungguh merupakan kematian yang sangat indah.

Cerita yang sama diberikan oleh Dr. Sri Mulyati, Dosen Tasawwuf UIN. Syarif Hidayatullah Jakarta. “Ini penelitian pribadi saya ketika menyelesaikan disertasi. Ada fotonya ketika Buya Hamka mengambil talqin dari PangersaAbah Anom,” jelasnya.

Mantan Ketua Umum Fatayat NU., Dr Sri Mulyati menuturkan, bahwa Buya Hamka sendiri pernah berujar di Pesantren Suryalaya, bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi Hampa. Katanya lagi: “Saya tahu sejarahnya, saya tahu tokoh-tokohnya, tetapi saya tidak termasuk di dalamnya, karena itu saya mau masuk”. Akhirnya Buya Hamka masuk ke dalam TQN, karena disebabkan oleh kehampaan spiritual, sebagaimana diakuinya. Buya Hamka juga menyatakan: “Di antara makhluk dan Kholik itu ada perjalanan yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan thoriqoh”.

Hamka memang dikenal seabgai ulama yang memahami tasawuf. Salah satu karyanya: Tasawuf Modern, mengupas dunia tasawuf dan penerapannya di era modern ini.

Buya Hamka wafat pada 24 Juli 1981, di usianya yang ke-73. Seluruh ikhwan TQN Indonesia, Singapura, dan Malaysia menunaikan sholat ghaib untuknya, sebagaimana dianjurkan oleh Pangersa Abah Anom dari Pondok Pesantren Suryalaya.
cepi cipta
Share



Home
View web version
Powered by Blogger

RAJA PARA WALI AKHIR ZAMAN


Rajanya Para Waliullah Zaman ini Abah Anom
Jumat, 18 Juni 2010

Karomah Syeikh Abdullah Mubarok ( Abah Sepuh )


Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad r.a, diangkat menjadi mursyid di Mesjid Kholwat oleh Syeikh Tolhah r.a. dari Kalisapu Cirebon. Kemudian beberapa tahun setelah itu, Syeikh Tholhah r.a menyuruh beliau untuk mendirikan pesantren dan diamanati dengan nama Pesantren itu SURYALAYA yang artinya TEMPAT CAHAYA juga amanat agar pesantren itu dikembangkan, karena dalam pandangannya, Pesantren dengan nama Suryalaya ini nantinya akan menjadi pusat perkembangan Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah di manca negara oleh putranya kelak yakni Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ( Abah Anom )
Diceritakan ketika Syeikh Abdullah Mubarok ( Abah Sepuh ) pulang berguru dari pulau Madura kepada Syeikh Kholil Bangkalan Abah Sepuh langsung naik perahu tanpa dibekali dayung atau layar, dengan hanya bekal sholawat Bani Hasyim yang dibacanya sepanjang perjalanan, beliau sampai ke Cirebon. Artinya perahunya dijalankan hanya dengan bacaan sholawat Bani Hasyim yang beliau dapatkan dari gurunya Syeikh Kholil Bangkalan.



SHALAWAT BANI HASYIM

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى النَّبِىِّ الْهَاشِمِىِّ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمً

Artinya :

Ya Allah, Berikanlah rahmat serta salam kepada seorang nabi keturunan Bangsawan Hasyim,

yakni Muhammad beserta keluarganya, semogalah tetap selamat dan sejahtera.

Rajanya Para Waliullah Zaman ini Abah Anom di 00.57



Beranda
Lihat versi web
Rajanya Para Waliullah Zaman ini Abah Anom
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger

KAROMAH ABAH ANOM 5


Rajanya Para Waliullah Zaman ini Abah Anom
Jumat, 18 Juni 2010

KAROMAH ABAH ANOM 5


Abdul telah tiada. Bunga di atas kuburan Abdul yang terletak di area kuburan blok Nyongklang Selajambe Kab. Kuningan tampak masih segar sekalipun sudah tiga hari terpanggang panas terik matahari. Begitu pula gundukan tanah merah tampak terlihat masih basah padahal kuburan sekelilingnya sudah kering bahkan terlihat retak-retak akibat kemarau berkepanjangan.

Sepintas, tak ada yang istimewa pada kuburan tersebut. Sama saja seperti kuburan yang lainnya. Namun sesuatu yang beda akan terasa disana. Wangi bunga akan tercium manakala orang melewati kuburan tersebut. Emangnya, siapa sich, yang “tertidur” di dalam sana? Inilah kisahnya….

Adalah Abdul, seorang laki-laki yang 3/4 usianya dihabiskan dalam lembah kemaksiatan. Di kota Metropolitan, Abdul menjelma menjadi bajingan yang Super Haram Jadah. Ia adalah jagoan yang tak pernah kenal rasa takut. Bagi sesama penjahat, Abdul adalah momok yang menakutkan. Bagi polisi lelaki yang sekujur tubuhnya dipenuhi tato wanita telanjang itu merupakan sosok penjahat yang super licin yang sulit ditangkap karena kepandaiannya menggunakan jampi-jampi sehingga mampu berkelit dari kejaran aparat. Kapanpun dan dimanapun, perbuatan maksiat tak pernah ia lewatkan.

Hingga suatu malam di bulan November 2005….. Niat jahatnya muncul kembali ketika melihat seorang penumpang wanita sendirian di mobil omprengan daerah Plumpang, Jakarta Utara. Bersama dua orang temannya, ditodongkannya pisau ke arah sopir dan kernet yang tidak berdaya menghadapi ancaman tersebut. Keduanya lalu diikat lalu Abdul CS. membawa kendaraan tersebut ke salah satu tempat di Bogor yang sudah mereka persiapkan sebelumnnya.

Sesampainya di tempat, Abdul CS. bermaksud untuk memperkosa wanita cantik tersebut. Dengan cara paksaan, wanita itu -sebut saja Sinta- diminta untuk melayani nafsu binatangnya. Namun Sinta berupaya sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari bahaya sambil berteriak : “Abah, Abah, Abah, tolong saya!”. Subhanalloh, atas kehendak-Nya, disaat Abdul akan melampiaskan nafsu kebinatangannya, tiba-tiba saja “burung” miliknya mendadak terkulai lemas dan ia merasakan kesakitan yang luar biasa. Begitu juga kedua temannya yang akan memperkosa Sinta mengalami hal serupa. Dalam keadaan seperti itu, Sinta langsung melarikan diri………..

Setelah kejadian tersebut, Abdul CS mengalami nasib naas. Kemaluannya membengkak dan tiga bulan kemudian, dua orang temannya mati mengenaskan akibat “burung”nya MEMBESAR. Untunglah, Abdul cepat sadar. Ia tahu, bahwa peristiwa tersebut merupakan hukuman dari Allah atas dosa-dosa mereka yang telah diperbuat. Lalu, ia menemuia salah seorang temannya yang sudah terlebih dahulu insyaf dan bertaubat.

Setelah diutarakan maksud dan kedatangannya, teman Abdul tersebut membawanya ke salah satu Majlis Dzikir dan kemudian bertaubat. Melalui Kiayi yang menuntunnya, iapun tahu bahwa taubat tidak berarti harus menghilangkan seluruh tato yang ada ditubuhnya. Dengan semangat yang kuat dan tekad yang membaja, Abdulpun mendapatkan Talqin Dzikir dan mengamalkan semua amaliahnya seperti Khotaman meskipun dia hafalkan dari latinnya.

Teman-teman seprofesi dulu di Jakarta banyak yang ia temui sehingga dia memutuskan untuk hijrah dari Jakarta ke kampung halamannya, takut jika niat jahatnya kembali muncul. Di kampung halamannya, masyarakat tidak begitu saja bisa langsung menerimanya, malah menaruh rasa curiga bahkan tak jarang kata-kata pedas sering dilontarkan kepadanya. Berbekal TANBIH dan dzikrullah, ia tetap tersenyum dan berbaik budi. Sehingga akhirnya masyarakatpun dapat menerima, bahwa Abdul telah kembali ke jalan yang lurus.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dia menjadi buruh tani dan pekerjaan serabutan lainnya hanya untuk sesuap nasi sehingga tetap bisa melaksanakan amaliah dzikrullah seperti yang pernah didapatkannya di Jakarta. Hingga akhirnya, pada hari Jum’at di tahun 2006 selepas Subuh, ia dipanggil kembali oleh Allah dalam posisi Tawajuh.
Rajanya Para Waliullah Zaman ini Abah Anom di 00.58



Beranda
Lihat versi web
Rajanya Para Waliullah Zaman ini Abah Anom
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger