Jumat, 08 November 2024

KI AGENG SELO SANG PENAKLUK PETIR

Manusia PENAKLUK PETIR..

"Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir.
Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah,  Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir.

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).

Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.

Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.

Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang.
Kisah menangkap petir"

Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun.

Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo.

Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak.

Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.

Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.

Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo.

Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.

Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir.

Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.
#sorotan #jangkauan #fypp #fotoviral

Rasul Allah swt ada 2 golongan

Rosul (Utusan) Alloh SWT Ada Dua Golongan

Alloh SWT berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِينًا

wa maa kaana limu-miniw wa laa mu-minatin izaa qodhollohu wa rosuuluhuuu amron ay yakuuna lahumul-khiyarotu min amrihim, wa may ya'shillaaha wa rosuulahuu fa qod dholla dholaalam mubiinaa

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin , apabila Alloh dan Rosul-NYA telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-NYA, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.”
(QS. Al-Ahzab/33: Ayat 36)
Penjelasan:
Seluruh Insan Kamil sebelum ditutup dan dikunci oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW ialah Nabi. Karena pintu ke-Nabi-an sudah ditutup dan di kunci oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW maka mereka sekarang disebutnya Syeikh.
Mengutip hadits Rosul SAW:
اَلشَيْخُ فِيْ قَوْمِهِ كَا لنَّبِيِّ فِيْ اُمَّتِهِ والشَّيْخُ فِيْ اَهْلِهِ كَالنَّبِيِّ فِيْ اُمَّتِهِ وَالشَّيْخُ فِيْ بَيْتِهِ كَالنَّبِيِّ فِيْ قَوْمِهِ
Syeikh ditengah-tengah kaumnya seperti Nabi ditengah-tengah umatnya, Syeikh ditengah keluarganya seperti Nabi ditengah-tengah umatnya, Syeikh dirumahnya seperti Nabi ditengah-tengah kaumnya. (HR . Ibnu Hibban dan Syarowi dari Ibnu Umar)
kitab Fathul Jalil Bab ke 25
Dalam QS. Ahzab ayat 36 diatas ada kata Rosul. Rosul dalam arti harfiah ialah utusan.
Rosul-NYA(رسو له) berarti Utusan Alloh SWT.
Utusan Alloh SWT ada dua golongan.
1. Rosul-NYA dari golongan Nabi.
2. Rosul-NYA dari golongan Waliy.
Rosul-NYA dari golongan Nabi sudah ditutup dan dikunci oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Tidak ada lagi Nabi setelah Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Rosul-NYA dari golongan Waliy sampai hari kiamat akan tetap ada. Tidak setiap Waliyulloh itu Mursyid Kamil Mukammil, tapi Mursyid Kamil Mukammil sudah pasti Waliyulloh.
Sayyidi Syeikh Muhyiddin Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Quthbu As Shomadani bagi saya ialah pintu kota ilmu Rosulloh SAW, beliau Guru Mursyid Kamil Mukammil, beliau Quthbul Aqthob, beliau Mujadid Tasyri.
Berdasarkan QS. Al Ahzab ayat 36 inilah, apapun yang sudah ditetapkan (di Wasiatkan, di Maklumatkan, di Perintahkan) oleh Guru Mursyid Kamil wajib hukumnya diterima dan ditaati tanpa harus bertanya-tanya, beropini apalagi menentangnya.
Penentangan terhadap Guru Mursyid akan menjadi sebab terputus hubungan Bathin alias berpisah.
اَبَا عَلِى الدَّقَاقِ رَحِمَهُ اللّٰهُ يَقُوْلُ: بَدْءُ كُلِّ فِرْقَةٍ الْمُخَالَفَةُ يَعْنِيْ بِهِ أَنَّ مَنْ خَالَفَ شَيْخَهُ لَمْ يَبْقَ عَلٰى طَرِيْقَتِهِ وَانْقَطَعَتْ الْعَلَقَةُ بَيْنَهُمَا وَإِنْ جَمَعْتُهُمَا الْبَقْعَةُ.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqoq berkata “Awal segala perpisahan adalah menentang, yakni antara murid dan Mursyid, sungguh murid yang menentang Mursyidnya berarti ia tidak lagi menetapi thoriqoh-nya. Hubungan antara keduanya telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah dan ruangan.”
Na’udzubillahi min dzalik.
Sabda Rosululloh SAW:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي.
“Barangsiapa yang taat kepada-ku berarti ia taat kepada Alloh SWT dan barangsiapa yang durhaka kepada-ku berarti ia durhaka kepada Alloh SWT. Dan barangsiapa yang taat kepada amir-ku (Syeikh Mursyid) berarti ia taat kepada-ku dan barangsiapa yang durhaka kepada amir-ku (Syeikh Mursyid) berarti ia durhaka kepada-ku.” (HR. Muslim dari Abu Huroiroh)
Semoga dengan barokah agung Kewalian Sayyidi Syeikh Muhyiddin Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul kita semua dijadikan murid shoddiqnya, murid yang baik di dunia dan di akherat.
Salam Ta’zhiman Wa Takriman Wa Mahabbatan,
Ad-Dhoif Al Faqir
KH., Luqman Kamil Ash Shiddiq
Wakil Talqin Abah Aos Ra QS

Kamis, 07 November 2024

AL GHAOUTS DAN AL MUJADDID

AL-GHAUTS DAN MUJADDID ;
Peranan dan Kedudukannya di Tengah Umat.
Banyak yang belum faham antara perbedaan Ghauts dan Mujadid. Apa tugas-tugasnya, sejak kapan keberadaanya di tengah-tengah umat. Hal ini penting di bahas karena masih banyak kaum Muslimin khususnya Pengamal Wahidiyah yang salah mempresepsikan atau bahkan tidak tahu sama sekali keberadaan Ghauts dan Mujadid di muka bumi. Ini bisa di maklumi mengingat pembahasan tentang Ghautsiyah dan Mujadid tidak banyak beredar di tengah-tengah masyarakat.
Bisa saya jelaskan perbedaan antara Ghauts dan Mujaddid?
Ghauts secara harfiah berarti penolong. Menurut ulama Tasawuf adalah pemimpin para waliyullah di muka bumi. Tugasnya adalah sebagai penuntun, pembimbing kepada keselamatan dan kebahagiaan yang di ridhoi Alloh wa Rasulihi SAW. Istilah Ghauts banyak di bahas dalam dunia tasawuf.
Menurut arti bahasanya, Mujadid berarti reformis atau pembaharu. Menurut Hadits Rasulullah SAW adalah orang yang di utus oleh Alloh SWT pada setiap penghujung 100 tahun untuk memperbaiki (memperbaharui) persoalan agama umat. Mujadid ini datang setelah Rasulullah SAW wafat.
Mujadid terbagi dua bagian. 
Pertama, Mujadid sebelum Rasulullah SAW. Mujadid ini di pegang oleh Rasul Ulul ‘Azmi, yang selanjutnya di sebut Mujadid Tasyri’ (pembawa syariat) yang di dalamnya juga meliputi bidang tahqiq (tasawuf). di mulai oleh Nabiyullah Nuh AS dan di tutup oleh beliau Sayyidul Anbiya’ wal Mursalin SAW. Adapun Nabi dan Rasul selain Ulul ‘Azmi bertugas meneruskan misi Rasul Ulul ‘Azmi tersebut.
Kedua, Mujadid setelah Rasulullah SAW. Mujadid setelah Rasulullah SAW ini secara garis besar ada dua. Yakni Mujadid Tahqiq dan Mujadid Ghairu Tahqiq atau Tasyri’(fiqih) disini bukanlah tasyri’ pembawa syariat sebagaiman Rasul Ulul ‘Azmi. Melainkan Mujadid yang bertugas membangun dan mengembalikan syariat Rasulullah SAW sebagaimana mestinya. Sedangkan Mujadid Tahqiq adalah seseorang yang di utus oleh Alloh SWT untuk membangun dan menghidupkan kembali ajaran dan tuntunan Rasulullah SAW untuk wushul makrifat kepada Alloh SWT. Mujadid Tahqiqi disini adalah pemimpin para waliyullah (Sultanul Auliya’).
Mujadid Tasysri’ di jabat oleh lima Nabi dan RasulUlul ‘Azmi (Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad SAW). Jarak antara Ulul ‘Azmi dengan yang lainya kurang lebih 1000 tahun. Para beliau Ulul ‘Azmi ini (Mujadid Tasyri’) membawa syariat sendiri-sendiri. Bila Ulul ‘Azmi ini wafat, maka digantikan oleh yang baru dengan syariat yang lebih sempurna. Adapun para Rasul yang bukan Ulul ‘Azmi bukanMujadid, bertugas menyampaikan syariatnya Mujadid Tasyri’ sebelumnya. Sebagai contoh, para Rasul yang hidup diantara Nabi Nuh AS dan Nabi Ibrahim AS yaitu Hud AS dan Nabi Shaleh AS. Beliau berdua bertugas menyampaikan syariatnya Nabi Nuh AS. Begitu juga Rasul yang hidup di antara Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS, bertugas menyampaikan syariatnya Nabi Ibrahim AS, dan seterusnya. Walau sebagai penerus dan bukan Mujadid Tasyri’, dalam menjalankan tugas-tugas kerasulanya mendasarkan pada wahyu Alloh SWT, bukan sekedar taklid atau mengikut.
Sebelum Nabi Nuh AS tidak disinggung soal Mujadid. Sebab waktu itu belum ada syariat. Jadi tugas para Nabi seperti Nabi Adam AS, Nabi Syis AS sampai nabi Nuh AS yang berjarak kurang lebih 1000 tahun itu terbatas soal tauhid, memperbaiki cara hidup dan meningkatkan kesejahteraan anak cucunya sampai datangnya Nabi Nuh AS, maka Alloh SWT memberikan batasan-batasan antara ibu dan anak-anak, saudara laki-laki dan saudara perempuan, juga mengaktifkan kewajiban-kewajiban, melaksanakan adab-adab beberapa perintah yang disusul dan diikuti para RasulUlul ‘Azmi berikutnya hingga syariatnya lebih meningkat dan lebih sempurna (Islam) yang di bawa Sayyidul Anbiya’ wal Mursalin Nabi Muhammad SAW yang syariatnya meliputi syariat para Nabi dan Rasul sebelumnya. (Hasyiyah Showi juz 11 hal 29).
Setelah Rasulullah SAW wafat bukankah syariat agama sudah sempurna, tapi mengapa Alloh masih mengangkat Mujadid?
Sebelumnya kan saya jelaskan bahwa Mujadid sepeninggal Rasulullah SAW bukan sebagai Mujadid pembawa syariat, tetapi Mujadid untuk memperbaiki (memperbaharui) syariat Rasulullah SAW yang sudah tidak murni lagi. Nah, Mujadid sepeninggal Rasulullah SAW ini akan muncul setiap penghujung 100 tahun. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
yang artinya,”Sesungguhnya Alloh mengutus seseorang setiap penghujung 100 tahun untuk memperbaiki (memperbaharui) persoalan agama umat.” (HR. Abu Dawud, Al Hikam, Baihaki, dari Abu Hurairah RA/ Sirojut Tholibin I hal 6, Syamsul Ma’arif III hal. 324, Da’watut Taamah hal. 5).
Sehubungan dengan hadits tersebut, pada kalimat yab’atsu, artinya mengutus utusan, beliau Shahibul Wahidiyah Sayyidul Ghauts Sayyid Abdul Madjid Ma’ruf QS wa RA menggaris bawahi dengan dawuhnya:
Yang artinya, ”Yang dimaksud Rasul disini (hadits ini) bukan Rasul pembawa syariat, tapi Rasul untuk menyempurnakan agama umat sehingga mencapai hakikat dan makrifat, sadar billah.” 
(Yawaqit juz II hal. 😎
Ini menurut tinjauan kacamata tasawuf, yakni Mujadid Tahqiq.
Kalau Mujadid Tasyri’ wafat, penerusnya adalah para Nabi dan Rasul sampai datangnya Mujadid Tasyri’ berikutnya. Lantas siapa penerus Mujadid Tahqiq jika beliau wafat?
Secara ototmatis para Ghauts yang bertugas diantara Mujadid Tahqiq yang meninggal dan Mujadid Tahqiq yang berikutnya. Dengan demikian maka setiap Mujadid pasti Ghauts, tetapi kalau Ghauts belum tentu Mujadid. Setiap Ghauts itu pasti Wali dan setiap Wali belum tentu Ghauts. Begitu pula para Rasul Ulul ‘Azmi pasti Mujadid Tasyri’, tetapi tidak setiap Nabi dan Rasul itu Mujadid Tasyri’.
Sepeninggal Rasulullah SAW penggantinya adalah para Khulafaur Rasyidin yang sekaligus menjabat sebagai Quthubul Aqthab dan Ghauts di zaman itu. Siapa Ghauts pertama sepeninggal Khulafaur Rasyidin Abu Bakar As Shidiq, Utsman Bin Affan, Umar Bin Khatab, Ali Bin Abi Thalib. 
Dalam kitab Yawaqit juz II hal. 82 ada keterangan bahwaGhauts pertama menurut para ulama tasawuf adalah Sayyidina Hasan RA. Setelah beliau wafat di ganti Sayyidina Husein RA. Dalam kurun lain Ghauts fii zamanihi Syekh Abdus Salam bin Masyisy RA. Setelah beliau wafat di ganti oleh Syekh Abul Hasan Asy Syazali RA, diteruskan oleh Syekh Abbul Abbas Al Mursi RA. Begitu seterusnya.
Apakah para Ghauts itu mesti berdomisili di Timur Tengah, di Mekkah misalnya mengingat Ka’bah ada disana?
Dalam kitab-kitab tasawuf tidak ada yang menerangkan bahwa Ghauts itu harus orang Timur Tengah apalagi di Mekkah. Contohnya Syekh Imam Ghazali dari Persia (Iran), Syekh Abdul Qadir Al Jaelani dari Baghdad (Irak).
Bagaimana proses pergantian dari Ghauts yang satu ke Ghauts berikutanya ?
Mengenai hal ini beliau Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya, sebelumnya ikuti penjelasan ini :
Hal Ghauts Hadzaz Zaman
Ghauts adalah sebutan yang dipakaikan/ dikenakan kepada seseorang (hamba Alloh) yang menduduki posisi puncak dalam dunia kewalian.
Istilah lain dari Al-Ghauts adalah Sulthan Auliya’, Al-Quthbu, Insan Kamil dan lain-lain. Al-Ghauts itu setiap zaman ada, dan apabila seorang yang berpangkat Al-Ghauts itu meninggal dunia, maka Alloh akan mengangkat hamba atau kekasih-Nya yang lain untuk menduduki posisi itu. 
Dasarnya adalah hadits berikut : "Dari Ibnu Mas’ud Ra. Ia berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya, didalam ciptaan-Nya ini Alloh memiliki 300 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Adam AS, 40 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Musa AS, 7 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Ibrahim AS, 5 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Jibril AS, 3 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Mika’il AS, dan 1 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Isrofil AS. Apabila yang seorang itu meninggal, Alloh segera menggantikan kedudukannnya itu dari yang tiga, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga, Alloh segera menggantikannya dari jumlah yang lima, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang lima, Alloh segera menggantikannya dari jumlah yang tujuh, apabila mati seseorang dari jumlah yang tujuh, Alloh segera menggantikannya dari jumlah yang empat puluh, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang empat puluh, Alloh akan menggantikannya dari jumlah yang tiga ratus, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga ratus, Alloh segera menggantinya dari orang umum (biasa). Diantara mereka itu, terdapat orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala“.
Tatkala seseorang bertanya kepada Ibnu Mas’ud, “bagaimana seseorang itu menghidupkan dan mematikan” ?. Sahabat ini menjawab : “mereka meminta kepada Alloh untuk memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah manusia itu, mereka meminta kehancuran orang-orang yang suka berbuat durhaka, maka hancurlah orang-orang itu, mereka meminta diturunkan hujan, maka turunlah hujan itu, mereka meminta agar bumi ditumbuhi tanam-tanaman, maka diperkenankanlah permintaannya. Mereka berdo’a dan dengan do’anya itu terhindarlah balak dan malapetaka”. HR. Abu Nuaim dan Ibnu Asakir.
Hadits diatas dimuat didalam banyak kitab, yang salah satunya adalah, kitab “Al Haawi lil Fataawi“ karangan Imam Jalaludin Abdur Rahman As-Suyuthi. Imam Al-Yaafi’i berkata : “bahwa yang dimaksud الواحد – hamba yang satu didalam hadits tersebut adalah القطب (Al-Quthbu) الغوث (al-Ghauts)”.
Pendapat ini banyak diterima oleh sebagian besar Ulama, terutama ulama tasawuf. Bagi mereka yang kurang sependapat, tentang hal tersebut silahkan, dan itu hak mereka. Yang penting ا لواحد (seorang hamba) yang disebut dalam hadits tersebut, benar adanya.
Dalam Hadits yang lain beliau Rosululloh SAW bersabda yang artinya :
”Sesungguhnya Allah mempunyai 300 wali di muka bumi ini yang hatinya seperti Nabi Adam AS, 40 wali yang hatinya seperti Nabi Musa AS, 7 wali yang hatinya seperti Nabi Ibrahim AS, 5 wali yang hatinya seperti Malaikat Jibril, 3 wali yang hatinya sebagaimana hati Malaikat Mikail, kemudian 1 wali hatinya seperti Malaikat Isrofil. Apabila wali yang satu itu meninggal dunia, Alloh mengganti/mengangkat salah satu dari wali yang lima. Apabila salah satu dari wali yang lima meninggal dunia, Alloh mengangkat salah satu wali dari yang tujuh. Apabila salah satu dari wali yang tujuh meninggal dunia, Alloh mengganti salah satu dari wali yang empat puluh. Apabila salah satu dari wali yang empat puluh itu meninggal dunia, maka Alloh mengangkat salah satu dari wali yang jumlahnya tiga ratus. Dan apabila salah satu dari wali yang tiga ratus meninggal dunia, maka Alloh mengangkat salah satu dari sekian manusia beriman yang paling baik dalam segala bidang.”
(Tafsir Sirojul Munir: 157, Siraajut Thalibin juz I: 161, Tanwirul Qulub: 414-415, Syawahidul Haq: 197, Al Haawi lilfataawi juz 11: 298 dan buku kuliah wahidiyah: 140)
Hadits di atas kan tidak menyinggung kata-kata Ghauts Yahi ?
Memang benar, akan tetapi berkenaan dengan hadits diatas, ba’dul ‘arifin (ulama tasawuf) mengatakan :
”Wali atau yang disebut dalam hadits ini ialah Wali Quthub dan dialah Ghauts.” 
(Syawahidul Haq: 197)
Sehubungan dengan hadits tersebut, Syekh Sya’roni RA menafsirkan:
”Apabila Al Qhutub Al Ghauts meninggal, dalam kekosongan ini Allah mengganti mengangkat Ghauts yang lain.” (Yawaqit juz II: 80).
Beliau juga mengatakan :
”Semua zaman tidak akan sepi dari Rasul dan dialah Al Quthub, dialah tempat melihat Alloh Al Haq di alam ini.” Ditegaskan lagi dengan Qaulnya: ”Maka bumi ini tidak akan sepi dari Rasul yang hidup Ruhani dan jasadnya, sedang dialah pusatnya (kegiatan) alam insani untuk menuju hakikat dan makrifat billah.” 
(Yawaqit juz II: hal 80).
Dari sini jelas dan tegas bila Ghauts meninggal, baik itu mendapat tugas merangkap sebagai Mujadid Tahqiq atau Ghauts penerus, Alloh SWT akan mengangkat Ghauts yang lain.

Semoga bermanfaat 🙏

Disalin oleh Kang Roni, S.Pd
Mantan Sekretaris Yayasan TQN Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Kabupaten Sumedang 
Mantan Ketua Himpunan Pemuda Suryalaya
TQN Pondok Pesantren Suryalaya

Rabu, 06 November 2024

SHOLAT ISYROQ DAN SHOLAT DUHA

WAKTU ISYRAQ DAN WAKTU DHUHA

WAKTU ISYRAQ / TERBIT MATAHARI 

Pilihan Waktu : 
Jam 06.00 WIB pagi

1. Shalat Isyraq 
Niat Shalat :
 ﺍُﺻَﻠِّﻲ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟْﺈِﺷْﺮَﺍﻕِ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟٰﻰ

 Ushollii sunnatal Isyroqi rok‘ataini lillaahi ta’alaa 

Jumlah Raka’at     : 
2 Raka’at 

Bacaan Shalat : 
Raka’at pertama 
“Surat An-Nuur ayat 35” 

Allaahu nuurus samaawaati wal ardhi matsalu  nuurihii kamisykaatin fiihaa mishbaah, Al Mishbaahu fii zujaajatin, azzujaajatu ka annahaa kaukabun durriyyuy yuuqadu min syaajaratin mubaarakatin zaituunatil laa syarqiyyatiw wa laa gharbiyyatiy yakaadu zaituhaa yudhii’u wa lau lam tamsashu naarun, nuurun ‘alaa nuuriy yahdillaahu li nuurihii may yasyaa’u wa yadhribullaahul amtsaala lin naasi wallaahu bi kulli syai’in ‘aliim. 

Raka’at kedua 
“Surat An-Nuur ayat 36-38” 
Fii buyuutin adzinallaahu an turfa’a wa yudzkara fiihasmuhuu yusabbihu lahuu fiihaa bil ghuduwwi wal aashaal. 
Rijaalul laa tulhiihim tijaaratuw wa laa bai’un ‘an dzikrillaahi wa iqaamish shalaati wa iitaa’iz zakaati yakhoofuuna yawman tataqollabu fiihil quluubu wal abshaar. 
Li yajziyahumullaahu ahsana maa ‘amiluu wa yaziidahum min fadhlihi wallaahu yarzuqu mayyasyaa’u bi ghairi hisaab. 

2. Shalat Isti’adzah 
Niat Shalat :

 ﺍُﺻَﻠِّﻲ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟْﺈِﺳْﺘِﻌَﺎﺫَﺓِ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟٰﻰ

 Ushollii sunnatal 
isti’adzati rok’ataini lilllaahi ta’alaa 

Jumlah Raka’at : 
2 Raka’at 

Bacaan Shalat : 
Raka’at pertama Surat Al Falaq 
Raka’at kedua Surat An Naas 

3. Shalat Istikharah 2 Raka’at 
Niat Shalat : 

ﺍُﺻَﻠِّﻲ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟْﺈِﺳْﺘِﺨَﺎﺭَﺓِ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟٰﻰ 

Ushollii sunnatal istikhoroti rok’ataini lillaahi ta’alaa 

Jumlah Raka’at  : 
2 Raka’at (dengan posisi duduk) 

Bacaan Shalat : Setiap Raka’at Ayat kursi 1 kali, Surah Al ikhlas 7 kali 

Selesai Salam : (Sambil duduk terus membaca) : ﻗَﻠْﺒِﻲ ﻗُﻄْﺒِﻲ ؛ ﻭَﻗَﺎﻟَﺒِﻲ ﻟُﺒْﻨَﺎﻧِﻲ ؛ ﺳِﺮِّﻱ ﺣَﻀِﺮِﻱ ؛ ﻋَﻴْﻨُﻪُ ﻋِﺮْﻓَﺎﻧِﻲ؛ ﻫَﺎﺭُﻭْﻥُ ﻋَﻘْﻠِﻲ ؛ ﻭَﻛَﻠِﻴْﻤِﻲ ﺭُﻭْﺣِﻲ؛ ﻭَﻓِﺮْﻋَﻮْﻥُ ﻧَﻔْﺴِﻲ ؛ ﻭَﺍﻟْﻬَﻮَﻯ ﻫَﺎﻣَﺎﻧِﻲ 
(7x)

 ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﻧَﻮِّﺭْ ﻗَﻠْﺒِﻲ ﺑِﻨُﻮْﺭِ ﻫِﺪَﺍﻳَﺘِﻚَ ؛ ﻛَﻤَﺎ ﻧَﻮَّﺭْﺕَ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﺑِﻨُﻮْﺭِ ﺷَﻤْﺴِﻚَ ﺍَﺑَﺪًﺍ . 

Qolbii quthbii, waqoolabii lubnaani, sirrii hadhirii, ‘ainuhu ‘irfaanii, Haaruunu aqlii, wakalimii ruuhii, wa fir’aunii nafsii, wal hawaa haamaanii (7x) 

Alloohumma nawwir qolbii bi nuuri hidaayatika, ka maa nawwartal ardho bi nuuri syamsika abadan. 

Hatiku adalah qutubku, acuanku adalah kehendakku, rahasiaku adalah kehadiranku, dimana penglihatannya adalah pengetahuanku, Nabi Harun menjadi akalku, yang berbicara kepadaku adalah ruhku, Fir'aun adalah nafsuku dan keinginan nafsuku menjadi seperti Haman bagiku. 
Ya Alloh cahayailah hatiku dengan Cahaya Hidayah-Mu, sebagaimana Engkau cahayai bumi selamanya dengan cahaya matahari- Mu. 

4. Sholat Isti'anah 

Shalat Isti'anah adalah shalat untuk memohon pertolongan mengenai masalah dan kebutuhan apapun. 

Dilakukan 4 rakaat dengan 2 kali salam. ً 

Waktu pelaksanaannya kapan saja, dan lebih baik dilakukan setelah shalat Isyroq. 

Niatnya sebagai berikut : 

ﺍُﺻَﻠِّﻰ ﺳُﻨَّﺔً ﺍِﺳْﺘِﻌَﺎﻧَﻪْ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻟِﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ

 Surat yang
 dibaca setelah Al Fatihah adalah : Al Kautsar (17x), Al Ikhlash (5x), Al Falaq (1x) dan An Nas (1x). 

Selesai shalat membaca istighfar di bawah ini 3 x : 

ﺍَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢَ ﺍَﻟَّﺬِﻱْ ﻻَ ﺍﻟَﻪَ ﺍِﻻَّ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻲُّ ﺍﻟْﻘَﻴُّﻮْﻡُ ﻭَ ﺍَﺗُﻮْﺏُ ﺍِﻟَﻴْﻪِ ﺗَﻮْﺑَﺔَ ﻋَﺒْﺪٍ ﻇَﺎﻟِﻢٍ ﻻَ ﻳَﻤْﻠِﻚُ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﺿَﺮًّﺍ ﻭَﻻَ ﻧَﻔْﻌًﺎ ﻭَﻻَ ﻣَﻮْﺗًﺎ ﻭَﻻَ ﺣَﻴَﺎﺓً ﻭَﻻَ ﻧُﺸُﻮْﺭًﺍ 

Astaghfiruhal adzim allazi laa ilaaha illa huwal hayul qoyyuum wa atuubu ilaihi taubatan 'abdin zhoolimin laa yamliku linafsihii dhoron wa laa naf'an wa laa mautan wa laa hayaatan wa laa nusyuuron 

Setelah itu membaca doa di bawah ini 3x :

 ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَ ﺳَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﺍﺩْﻓَﻊْ ﻋَﻨَّﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒَﻼﺀِ ﺍْﻟﻤُﺒْﺮَﻡِ ﺍِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻴْﺊٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ .
 ﺍﺍَﻟﻠُﻢَّ ﺍِﻧِّﻰ ﺍَﻋُﻮْﺫُﺑِﻚَ ﺑِﻜَﻠِﻤَﺎﺗِﻚَ ﺍﻟﺘَّﺎﻣَّﺎﺕِ ﻛُﻠِّﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﻳْﺢِ ﺍْﻻَﺣْﻤَﺮِ ﻭَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪَّﺍﺀِ ﺍْﻻَﻛْﺒَﺮِ ﻓِﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ ﻭَ ﺍﻟﺪَّﻡِ ﻭَ ﺍﻟﻠَّﺤْﻢِ ﻭَ ﺍﻟْﻌَﻈْﻢِ ﻭَ ﺍﻟْﺠُﻠُﻮْﺩِ ﻭَ ﺍﻟْﻌُﺮُﻭْﻕِ . ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻴْﺖَ ﺍَﻣْﺮًﺍ ﺍَﻥْ ﺗَﻘُﻮْﻝَ ﻟَﻪُ ﻛُﻦْ ﻓَﻴَﻜُﻮْﻥُ .
 ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺍَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ . 

Allohumma sholli wa sallim 'ala sayyidina Muhammadin wadfa' annaa minal balaa- ilmubrohmi innaka 'alaa kulli syain qodiir. 
Allohumma inni a'uudzu bika bikalimaatikattaammaati kullihaa minarriihil ahmari wa minadda-il akbari finnafsi waddami wAllohmi wal'uzhmi waljuluudi wal'urrqi subhaanaka idzaa qodhoyta amron antaquula lahuu kun fayakuun.. Alloohu akbar 3x 
Birohmatika yaa arhamarrohimiin. 

Do'a tambahan                         : Sesuai hajat

Dilanjukan

WAKTU DHUHA 

1. Shalat Dhuha 

Niat Shalat : 
ﺍُﺻَﻠِّﻲ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟﻀُّﺤَﻰ ﺍَﺭْﺑَﻊَ
 ﺭَﻛَﻌَﺎﺕٍ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟٰﻰ

 Ushollii sunnatan dhuha arba’a rok’ataini lillaahi ta’alaa 

Jumlah Raka’at : 
8 Raka’at dengan 2 kali salam tanpa Tasyahud Awal 

Bacaan Shalat : 
4 Raka’at yang pertama 
Raka’at 1 : Surat Asy Syamsi 
Raka’at 2 : Surat Al Lail 
Raka’at 3 : Surat Adh Dhuha 
Raka’at 4 : Surat Al Insyirah 

4 Raka’at yang kedua 
Raka’at 1 : Surat Adh Dhuha 
Raka’at 2 : Surat Al Insyirah 
Raka’at 3 : Surat Al Kaafirun 
Raka’at 4 : Surat Al Ikhlas 

2. Kifaaratul Baul 
Niat Shalat :

 ﺍُﺻَﻠِّﻲ ﺳُﻨَّﺔً ﻟِﻜَﻔَّﺎﺭَﺓِ ﺍﻟْﺒَﻮْﻝِ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻟِﻠّٰﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟٰﻰ 

Ushollii sunnatan
 likaffaaratil baul rak’ataini lillaahi ta’alaa 

Jumlah Raka’at : 
2 Raka’at (dengan posisi duduk) 

Bacaan Shalat : 
Setiap Raka’at membaca 
"Surat Al Kautsar" 7 kali.

3. Dzikir Qodiriyyah/Jahar 561 kali

@Di amalkan tiap hari (amalan harian)

SETELAH MANUSIA MASUK KE LIANG KUBUR

SETELAH MANUSIA DIMASUKKAN KE LIANG KUBUR

Adakah dari kita yang tidak mengetahui bahwa suatu ketika akan datang kematian pada kita.

Alloh تعالى telah berfirman, yang artinya, "Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Dan kami benar-benar akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, dan kepada kamilah kalian akan dikembalikan." 
(QS. Al Anbiyaa’: 35).

Ya, setiap dari kita إِنْ شَاءَ اللَّهُ telah menyadari dan menyakini hal ini. Tetapi kebanyakan orang telah lalai atau bahkan sengaja melalaikan diri mereka sendiri. Satu persatu orang yang kita kasihi telah pergi (meninggal-ed), tapi seakan-akan kematian mereka tidak meninggal faidah bagi kita, kecuali rasa sedih akibat kehilangan mereka.

Saudara/iku, kematian adalah benar adanya. Begitu pula dengan kehidupan setelah kematian. Kehidupan akhirat, inilah yang seharusnya kita tuju.
Kampung akhiratlah tempat kembali kita.
Maka persiapkanlah bekal untuk menempuh jauhnya perjalanan.

Alloh تعالى berfirman, yang artinya, "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan hanya permainan dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" 
(QS. Al An'am : 32)

Ketahuilah wahai hamba Alloh!
Bahwa kuburan adalah persinggahan pertama menuju akhirat. Orang yang mati, berarti telah mengalami kiamat kecil. Apabila seorang hamba telah dikubur, akan diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya nanti pada pagi hari, yakni antara waktu fajar dan terbit matahari, serta waktu sore, yakni antara waktu dzhuhur hingga maghrib. Apabila ia termasuk penghuni Jannah, akan diperlihatkan tempat tinggalnya di Jannah, dan apabila ia termasuk penghuni Naar, akan diperlihatkan tempat tinggalnya di Naar.

▪ Fitnah Kubur.

Fitnah secara bahasa berarti ujian (ikhtibaar), sedangkan secara istilah fitnah kubur adalah pertanya'an yang ditujukan kepada mayit tentang Rabbnya, agamanya dan Nabinya. Hal ini benar berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. 
(Lihat Syarah Lum'atul I'tiqod hal 67, syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin).

Diriwayat oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Al Barra' bin 'Azib bahwasanya ketika seorang mayit telah selesai dikuburkan dan dihadapkan pada alam akhirat, maka akan datang padanya dua Malaikat (yaitu Malaikat Munkar dan Nakir) yang akan bertanya kepada sang mayit tiga pertanyaan:

Pertanyaan pertama,
"Man Robbuka?"
Siapakah Robbmu?

Kedua, "Wa maa diinuka?"
Dan apakah agamamu?

Ketiga, "Wa maa hadzaar rujululladzii bu'itsa fiikum?"
Dan siapakah orang yang telah diutus di antara kalian ini?

Tiga pertanya'an inilah yang disebut dengan fitnah kubur. Oleh karena itu, tiga pertanya'an pokok ini merupakan masalah besar yang penting dan mendesak untuk diketahui. Wajib bagi setiap manusia untuk mengetahui, meyakini dan mengamalkan hal ini, baik secara lahir maupun bathin. Tidak seorang pun dapat beralasan untuk tidak mengetahui tiga hal tersebut dan tidak mempelajarinya. Bahkan ketiga hal ini harus dipelajari sebelum hal lain. Perhatikanlah hal ini wahai saudara/i ku!

Tiga pertanya'an ini juga awal dari nikmat dan siksa'an di alam kubur. Orang-orang yang bisa menjawab adalah orang-orang yang paham, yakin dan mengamalkannya selama hidup sampai akhir hayat dan meninggal dalam keimanan.
Seorang mukmin yang bisa menjawab ketiga pertanya'an, maka dia akan memperoleh nikmat kubur. Adapun orang kafir yang tidak bisa menjawabnya, maka dia akan dihadapkan kepada adzab kubur.

Saudara/i ku, Alloh تعالى telah berfirman dalam Al-Qur'an surah Ibrahim 27, yang artinya, "Alloh Meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Alloh akan Menyesatkan orang-orang yang dzalim dan Memperbuat apa yang Dia kehendaki."

Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud dengan "ucapan yang teguh" adalah seorang mukmin akan teguh di atas keimanan dan terjaga dari syubhat dan ia akan terjaga di atas keimanan. Sedangkan di akhirat, ia akan meninggal dalam keada'an husnul khatimah (dalam keada'an beriman) dan bisa menjawab tiga pertanya'an.
Kita memohon kepada Alloh semoga Dia meneguhkan iman kita ketika masih hidup dan ketika akan meninggal dunia. Meneguhkan kita ketika menjawab ketiga pertanya'an serta ketika dibangkitkan kelak di akhirat. Keteguhan iman di dunia dan akhirat, inilah hakikat kebahagia'an yang sesungguhnya.

▪ Bentuk-Bentuk Siksa Kubur.

Saudara/i ku, telah disebutkan bahwa seorang yang kafir akan disiksa karena tidak bisa menjawab ketiga pertanya'an. Akan tetapi, bukan berarti seorang mukmin pasti akan terlepas dari adzab kubur. Seorang mukmin bisa saja diadzab disebabkan maksiat yang dilakukannya, kecuali bila Alloh mengampuninya.
Syaikh Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad Ath Thahawi berkata dalam kitabnya Aqidah Ath-Thahawiyah, "Kita mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya, kita mengimani juga pertanya'an Malaikat Munkar dan Nakir kepadanya di dalam kubur tentang Rabbnya, agamanya, dan Nabinya berdasar kabar dari Rasulullah ﷺ serta para sahabat ridhwanallahu ‘alaihim ajma’in.
Alam kubur adalah taman-taman jannah atau kubangan Naar."

Di antara bentuk-bentuk adzab kubur dan kriteria orang yang mengalaminya:

• 1. Dipecahkan kepalanya dengan batu, kemudian Alloh tumbuhkan lagi kepalanya, dipecahkan lagi demikian seterusnya.
Ini adalah siksa bagi orang yang mempelajari Al-Qur'an lalu tidak mengamalkannya dan juga siksa bagi orang yang meninggalkan sholat wajib.

• 2. Dibelah ujung mulut hingga ke belakang kepala, demikian juga hidung dan kedua matanya. Merupakan siksa bagi orang yang pergi dari rumahnya di pagi hari lalu berdusta dan kedustaannya itu mencapai ufuk.

• 2. Ada kaum lelaki dan perempuan telanjang berada dalam bangunan menyerupai tungku. Tiba-tiba datanglah api dari bawah mereka. Mereka adalah para pezina lelaki dan perempuan.

• 3. Dijejali batu, ketika sedang berenang, mandi di sungai. Ini merupakan siksa bagi orang yang memakan riba.

• 5 . Kaum yang separuh jasadnya bagus dan separuhnya lagi jelek adalah kaum yang mencampurkan antara amal shalih dengan perbuatan jelek, namun Alloh mengampuni perbuatan jelek mereka.

• 6. Kaum yang memiliki kuku dari tembaga, yang mereka gunakan untuk mencakari wajah dan dada mereka. Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging orang lain (menggunjing) yakni membicarakan aib mereka.

Adzab dan nikmat kubur adalah benar adanya berdasarkan Al-Qur'an, "As Sunnah dan 'ijma ahlu sunnah."
Nabi SAW selalu memohon perlindungan kepada Alloh dari adzab kubur dan memerintahkan umatnya untuk melakukan hal itu. Dan hal ini hanya diingkari oleh orang-orang Mulhid (atheis). Mereka mengatakan bahwa seandainya kita membongkar kuburan tersebut, maka akan kita dapati keada'annya seperti semula. Namun, dapat kita bantah dengan dua hal:

Dengan dalil Al-Qur'an dan Sunnah dan 'ijma salaf yang menunjukkan tentang adzab kubur.
Sesungguhnya keada'an akhirat tidak bisa disamakan dengan keada'an dunia, maka adzab atau nikmat kubur tidaklah sama dengan apa yang bisa ditangkap dengan indra di dunia. 
(Diringkas dari Syarah Lum'atul I'tiqod, hal 65 - 66).

Banyak hadits-hadits mutawatir dari Nabi ﷺ tentang pembuktian adzab dan nikmat kubur bagi mereka yang berhak mengecapnya. 
Demikian juga pertanya'an Munkar dan Nakir. Semua itu harus diyakini dan diimani keberada'annya. Dan kita tidak boleh mempertanyakan bagaimananya. Sebab akal memang tidak dapat memahami bentuk sesungguhnya. Karena memang tak pernah mereka alami di dunia ini.

Ketahuilah, bahwa siksa kubur adalah siksa di alam Barzakh.
Barangsiapa yang mati, dan berhak mendapatkan adzab, ia akan menerima bagiannya.
Baik ia dikubur maupun tidak. Meski dimangsa binatang buas, atau terbakar hangus hingga menjadi abu dan bertaburan dibawa angin; atau disalib dan tenggelam di dasar laut. Ruh dan jasadnya tetap akan mendapat siksa, sama seperti orang yang dikubur. 
(lihat Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi).

Apakah Adzab Kubur terjadi terus-menerus atau kemudian berhenti ?

Maka jawaban untuk pertanya'an ini ada dua macam:

Pertama, untuk orang kafir yang tidak bisa menjawab ketiga pertanya'an, maka adzab berlangsung terus-menerus. Sebagaimana firman Alloh تعالى, yang artinya, "Kepada mereka ditampakkan Neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (Dikatakan pada Malaikat): Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras." 
(QS. Ghafir : 46).

Demikian juga dalam hadits Al Barra' bin 'Azib tentang kisah orang kafir, "Kemudian dibukakan baginya pintu Naar sehingga ia dapat melihat tempat tinggalnya di sana hingga hari kiamat." 
(HR. Imam Ahmad).

Kedua, untuk para pelaku maksiat yang ringan kemaksiatannya, maka adzab hanya berlangsung beberapa waktu kemudian berhenti. Mereka disiksa sebatas dosanya, kemudian diberi keringanan. 
(lihat Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi).

Saudara/i ku,...
Semoga Alloh Melindungi kita dari adzab kubur dan memudahkan perjalanan setelahnya. Seringan apapun adzab kubur, tidak ada satupun dari kita yang sanggup menahan penderita'annya. Begitu banyak dosa telah kita kerjakan… maka jangan siakan waktu lagi untuk bertaubat. Janganlah lagi menunda berbuat kebaikan. Amal perbuatan kita, kita sendirilah yang akan mempertanggungjawabkannya dan mendapatkan balasannya. Jika bukan kita sendiri yang beramal shalih demi keselamatan dunia dan akhirat kita, maka siapa lagi ???

Sungguh indah nasihat Yazid Ar Riqasyi rahimahullah yang dikatakannya pada dirinya sendiri, "Celaka engkau wahai Yazid!
Siapa yang akan mendirikan sholat untukmu setelah engkau mati?
Siapa yang akan berpuasa untukmu setelah engkau mati?
Siapa yang akan memintakan ma'af untukmu setelah engkau mati?"

Lalu ia berkata, "Wahai manusia, mengapa kalian tidak menangis dan meratapi dirimu selama sisa hidupmu. Barangsiapa yang akhirnya adalah mati, kuburannya sebagai rumah tinggalnya, tanah sebagai kasurnya dan ulat-ulat yang menemaninya, serta dalam keada'an demikian ia menunggu hari kiamat yang mengerikan. Wahai, bagaimanakah keadaan seperti ini?" Lalu beliau menangis.

Selasa, 05 November 2024

ALLAH SWT MENUNTUT KITA AGAR MENCARI ILMU DENGAN BERSANAD

بسم الله الرحمن الرحيم 
Begitu banyak aliran dan sekte dalam Islam sebagaimana kita telah ketahui Khabar dari Nabi Saw tentang pecahnya umat muslim menjadi 73 golongan dan kesmuanya sesat kecuali satu golongan yaitu Ahlus sunnah waljama’ah.

Nabi Saw bersabda :

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى الى إثنين وسبعين فرقة ، وتفرقت أمتي على ثلاث وسبعين فرقة ، كلها في النار الاّ واحدة ، قالوا : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي على الذي أنا عليه وأصحابي . رواه أبو داود والترميذي وابن ماجه

“Dari Abi Hurairah r.a., Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Umat Yahudi terpecah menjadi 71 golongan. Dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat : “Siapakah mereka wahai Rasulullah?’’ Rasulullah SAW menjawab : “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”. 
(HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah)

Dalam hadits yang lain :

افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ

“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al- Jama’ah”. 
(H.R. Abu Dawud)

Kali ini saya tidak membahas tentang golongan selamat / Al-Firqah Najiah tersebut, namun saya akan sedikit membahas tentang pentingnya Sanad karena ini sangat terkait sekali dengan eksitensi Al-Firqah Najiah tersebut.

Salah satu keistimewaan Islam di antaranya adalah terjaganya keorsinilan Al-Quran dengan melalui periwayatan yang sambung menyambung hingga ke Rasulullah Saw. Dari sejak masa Nabi Saw, hingga terus dari masa ke masa, ayat-ayat Al-Quran terus di bawa oleh para huffadznya yang memiliki sifat ‘adalah (jujur, terpercaya, kuat hafalan dan tak pernah melakukan dosa besar) dan mencapai derajat mutawatit dan tak ada jedah atau masa terputusnya.

Dan ini sudah janji Alloh Swt dalam Al-Quran :

“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr [15]:9)

Sangat berbeda dengan kitab-kitab lainnya contohnya kitab Injil, dari sejak masa Nabi Isa As hingga saat ini, kitab Injil pernah mengalami masa vakum (jedah waktu) sampai seratus tahun, sehingga banyak kemungkinan di dalam masa terhentinya periwayatan tersebut ada tindakan tahrif atau distorsi sebagaimana Alloh sendiri telah menyinggunya dalam Al-Quran :

“Mereka (Ahli Kitab) suka mengubah kalimat-kalimat Alloh daripada tempat-tempatnya dan mereka itu (sengaja) melupakan perkara-perkara yang telah diperingatkan (dinasihatkan) kepada mereka…” (Qs. Al-Ma’idah 13)

Demikian juga Hadits-hadits Nabi Saw, di dalam menjaga kemurnian dan keotentikannya, maka disyaratkan memiliki persyaratan-persyaratan yang kuat yang tidak mungkin terjadinya distorsi atau pemalsuan di antaranya sanad yang bersambung periwayatnnya kepada Nabi Saw. Sebagaimana telah disebutkan di dalam kitab-kitab mustholah al-Hadits.

Maka sanad atau isnad merupakan bagian terpenting dalam agama Islam. Kemurnian ajaran agama Islam dapat terjaga melalui sanad keilmuan dari seorang guru ke guru, dan munculnya faham-faham menyimpang yang dapat menyesatkan umat Islam sangat kecil kemungkinannya untuk tidak terdeteksi. Dan sanad atau Isnad inilah yang tidak dimiliki selain Ahlus sunnah waljama’ah.

Abdullah bin Mubarak, salah satu murid Imam Malik berkata :

الاسناد من الدين ولولا الاسناد لقال من شاء ماشاء

“ Isnad /sanad merupakan bagian dari agama, dan apabila tidak ada sanad maka orang akan seenaknya mengatakan apa yang ingin ia katakan “.

Sufyan Ats-Tsauri berkata :

الإسناد سلاح المؤمن فإذا لم يكن معه سلاح فبأي سلاح يقاتل

“ Sanad / isnad adalah senjata orang mukmin, jika ia tidak memiliki senjata maka dengan apa ia berperang ? “

Al-Qodhi Abu Bakar Al-Arabi berkata di dalam kitabnya Siroojul muridin hal : 80 :

والله أكرم هذه الأمة بالإسناد، لم يعطه أحد غيرها، فاحذروا أن تسلكوا مسلك اليهود والنصارى فتحدثوا بغير إسناد فتكونوا سالبين نعمة الله عن أنفسكم، مطرقين للتهمة إليكم، وخافضين المنزلتكم، ومشتركين مع قوم لعنهم الله وغضب عليهم، وراكبين لسنتهم.

“ Alloh memuliakan umat ini dengan isnad yang tidak diberikan pada selain umat ini. Maka berhati-hatilah kalian dari mengikuti jalan Yahudi dan Nashoro shingga kalian berbicara (tentang ilmu) tanpa sanad maka kalian menjadi orang yang mencabut nikmat Alloh dari diri kalian, menyodorkan kecurigaan, merendahkan kedudukan dan bersekutu pada kaum yang Alloh laknat dan murkai “.

Imam Syafi’I juga berkata : “Yang mencari ilmu tanpa sanad adalah bagaikan pencari kayu bakar dimalam hari yang gelap dan membawa pengikat kayu bakar yang padanya ular berbisa yang mematikan dan ia tak mengetahuinya”.

Dan jika kita tilik dalam al-Quran, terdapat pula ayat yang menjelaskan urgensitas sanad bagi orang-orang belakangan. Alloh Swt berfirman :

قل أرأيتم ما تدعون من دون الله أروني ماذا خلقوا من الأرض أم لهم شرك في السماوات ائتوني بكتاب من قبل هذا أو أثارة من علم إن كنتم صادقين

“ Katakanlah! Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah Swt; perlihatkanlah pada-Ku pakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat dalam penciptaab langit ? bawalah pada-Ku kitab yang sebelum al-Quran ini atau Peninggalan (dengan sanad yang shahih) dari pengetahuan (orang-orang terdahulu), jika kamu adalah orang-orang benar !” (QS,al-Ahqaf :4)

Perhatikan : Kalimat

او اثارة من علم

oleh al-Laits as-Samarqandi ulama ahli tafsir, menafsirtkannya dengan periwayatan dari para Nabi dan ulama. Selaras dengan Mujahid yang menafsirinya dengan periwayatan dari orang-orang sebelumnya :

وقال مجاهد : رواية تأثرونها عمن كان قبلكم

Bahkan imam Qurthubi dalam tafsirnya juga menafsirkan dengan suatu pengetahuan yang dikutip dari kitab orang-orang terdahulu dengan sanad yang shahih sampai kepada mereka secara mendengarkan langsung :

ثم قال : ائتوني بكتاب من قبل هذا فيه بيان أدلة السمع أو أثارة من علم

Sanad atau Isnad terbagi menjadi dua :

1. Sanad Periwayatan

Keberadaan sanad periwayatan ini berfungsi memfiltter pemalsuan Hadits yang dinisbatkan pada Rasul Saw, sebagaimana telah diperingatkan beliau dalam sebuah haditsnya :

من يقل علي مالم اقل فليتبواء مقعده من النار

“ Siapa saja yang mengatakan suatu perkataan dan menisbatkannya padaku sesuatu yang tidak pernah aku katakan, maka hendaklah ia duduk di neraka “ ( HR. Bukhari)

Para ulama sangat berhati-hati dalam meriwayatkan dan menisbatkan suatu hadits pada Rasulullah Saw. Mereka akan meneliti terlebih dahulu para rawi se atasnya, apakah sanad mereka tersambungkan kepada Rasul Saw atau tidak. Sehingga kemudian muncul istilah Hadits dha’if, hasan dan hadits shahih, serta semisalnya yang terdapat dalam disiplin ilmu Musthalahah al-Hadits.

Dalam periwayatan hadits ini diketahui bahwa para perawi meriwayatkannya dari Rasulullah Saw. Lalu perawi di bawahnya mengambil hadits tersebut darinya, dan begitu seterusnya sampai hadits itu sampai pada imam Bukhari semisal. Kemudian beliau mengumulkan hadits-hadits yang diterima dari rawi se atasnya dalam sebuah kitab yang pada akhirnya kitab imam Bukhari tersebut sampai pada kita.

2. Sanad keilmuan

Para ulama di antaranya imam Malik bin Anas, Ibnu Sirin dan selain keduanya :

إن هذا العلم دين ، فانظروا عمن تأخذوا دينكم

“ Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu / ilmumu “.

Ibnu Arabi berkata :

فما زال السلف يزكون بعضهم بعضا و يتوارثون التزكيات خلفا عن سلف ، و كان علماؤنا لا يأخذون العلم إلا ممن زكي وأخذ الإجازة منأشياخه

“ Para ulama salaf selalu memuji satu sama lainnya, dan terus terwariskan dari generasi ke generasi, dan demikian para ulama kita, tidak mengambil ilmu terkecuali dari orang yang bersih dan mengambil ijazah dari para gurunya “.

Syaikh Abdul Qodir al-Jazairi berkata “ Seseorang tidak dibenarkan menisbatkan keterangan yang ada di dalam sebuah kitab pada pengarangnya tanpa mempunyai sanad “.

Para ulama menjadikan keberadaan sanad sebagai syarat seseorang bisa mengamalkan keterangan atau pendapat yang terdapat dalam berbagai kitab dan menggunakannya sebagai hujjah. Karena sanad keilmuan atau periwayatan kitab tidak ubahnya seperti periwayatan hadits.

Munculnya banyak paham-paham menyimpang dan sesat, kebanyakan ditimbulkan karena tidak memperhatikannya masalah sanad ini. Sehingga kadang kita ketahui, ada seseorang yang belajar dari sebuah buku terjemahan saja atau mungkin dari sebuah situs di internet yang tidak jelas, kemudian orang tersebut memamahaminya dengan pemikirannya yang tidak sesuai dengan maksud sebenarnya atau kadang slah paham dengan maknanya. Maka jadilah pemahamnnya tersbut telah menyesatkan dirinya dan bahkan orang lain.

Maka sebagaimana telah menjadi keharusan dalam periwayatan hadits sebagai bukti keautentikannya dan telh menjadi sunnah sahabat, tabi’in serta salaf shalih, ia menjadi keharusan pula bagi orang yang meriwayatkan keterangan para ulama dari kitab-kitab mereka. Cara medapatkan sanad keilmuan atau periwayatan kitab. Untuk mendapatkan sanad keilmuan atau periwayatan kitab, sebagaimana dalam periwayatan hadits terdapat metode antara lain :

Pertama : Sima’, yaitu mendengarkan bacaan guru atas kitab yang diriwayatkan.

Kedua : Qiraah, yaitu membaca kitab tersebut dan didengarkan langsung oleh seseorang guru. Kedua metode ini disebut dengan metode Talaqqi.

Ketiga : Ijazah, yaitu idzin seseorang guru untuk meriwayatkan kitab tersebut.

Generasi muslim periode awal merupakan generasi yang sangat memperhatikan masalah periwayatan. Perhatian mereka dalam masalah ini begitu besar baik periwayatan al-Quran dan metode bacaannya, periwayatan hadits, fiqih, nahwu maupun berbagai disiplin ilmu lainnya. Hal ini tampak jelas dalam kitab karangan mereka.